[[꧒꧒ ; Seperti Ikan di Dalam Air ]] ✅

32 9 0
                                    

22. Seperti Ikan di Dalam Air.

PERIHAL pernikahan Aryo tidak pernah menargetkan kapan akan menikah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

PERIHAL pernikahan Aryo tidak pernah menargetkan kapan akan menikah. Aryo ingat ketika masih SMA dulu ada teman yang menyeletuk seperti ini, “Hai, nanti kalau sudah dewasa kita nikahnya sama-sama, ya. Saya mau menikah ketika sudah lulus kuliah.”
 
“Saya mau menikah ketika berusia dua puluh tujuh tahun,” sahut teman yang satunya.
 
“Saya mau menikah kalau karier sudah bagus.”
 
“Saya kalau sudah punya rumah, mobil, dan tanah yang luas.”
 
Serta sederet kalimat dan angan-angan yang mereka lontarkan tentang rencana pernikahan mereka. Semua tertegun ketika Aryo terdiam membisu, malah senyum-senyum sembari memperhatikan wajah teman-teman satu persatu. Ketika ada salah satu teman yang bertanya tentang rencana kapan dia ingin menikah, Aryo hanya menjawab, ‘Kalau sudah dianggap pantas sama Gusti Allah.
 
Oleh sebab itu, Aryo tidak pernah pusing tentang perkara pernikahan, malah sangat santai ketika teman-teman seangkatannya satu persatu sudah ada yang menikah, sudah memiliki anak, bahkan ada yang segera melahirkan anak ketiga atau keempat mereka. Aryo sama sekali tidak khawatir ataupun  harus segera menyusul jejak teman-teman.
 
Malah Aryo sempat berpikir seperti ini, lebih baik jomlo daripada menikah dengan orang yang salah. Lebih baik lama dalam masa penantian, tetapi menemukan orang yang tepat dibandingkan cepat menikah asal-asalan dalam memilih pasangan. Lebih baik dicerca tidak laku daripada menikah demi memenuhi ekspektasi orang-orang. Aryo tidak mau menanggung trauma seumur hidup apabila menikahi perempuan yang salah.
 
Bagi Aryo apa yang dikatakan teman-teman tidak akan berarti apa-apa, percuma misalkan sudah mapan, tetapi Sang Pencipta belum menganggap pantas untuk menikah karena seperti petuah orang tua, apa yang baik menurutmu belum tentu baik menurut-Nya. Jadi, jangan pernah kecewa andai kata apa yang direncanakan tidak sesuai keinginan. Semuanya sudah diatur bahkan sebelum manusia dilahirkan, tugas Aryo sebagai hamba-Nya hanya perlu taat dan tekun pada perintah-Nya serta sebisa mungkin tidak mendekati apa yang Dia larang.
 
Banyak pendapat yang ingin Aryo katakan mengenai rencana pernikahan, angan-angan, dan lain sebagainya. Namun, Aryo sedang tidak ingin membahas hal tersebut sekarang. Aryo sedang bimbang harus bersikap seperti apa. Senang atau malah tidak seharusnya dia merasakan perasaan tersebut.
 
Pulang ke Jogja karena ingin mengisi kepingan puzzle yang masih kosong, tetapi niat tersebut agak tersingkir ketika dua hari lalu Bapak membicarakan perihal perjodohan. Aryo sangat terkejut karena Bapak kembali mengatur jalan hidupnya, tetapi hati merasa senang ketika Bapak memberitahu siapa gerangan perempuan yang akan dijodohkan dengan dirinya.
 
“Le, jika kamu tidak keberatan, Bapak mau menjodohkanmu dengan Ayana. Kamu boleh melanjutkan studimu, mencari pekerjaan atau melakukan hal yang kamu impikan, tetapi semua dilakukan setelah kamu menikahi Ayana. Apa kamu bersedia menikah dengannya setelah wisuda nanti?”
 
Ucapan Bapak yang masih saja terngiang dalam benak maupun pikiran Aryo. Dia senang karena akan dijodohkan dengan perempuan yang dicintai sejak dulu. Dia senang karena kali ini Bapak berpihak kepadanya, dulu sempat berpikir kalau Ayana akan dinikahkan dengan Mas Yudis mengingat Bapak sering kali membanggakan Mas Yudis di depan Ayana begitu pun sebaliknya.
 
Orang akan bingung dan merasa kasihan karena kelak Aryo akan menikahi perempuan yang tidak jelas asal-usulnya, bahkan hati teriris sakit ketika ada yang berkata kalau sebenarnya Ayana bukan anak manusia. Aryo menepis segala dugaan buruk tentang Ayana, tidak peduli Ayana berasal dari mana karena dia mengenal Ayana setelah diasuh oleh Mbah Gimbal, mengenai masa lalu Ayana bukan menjadi urusannya lagi.
 
Terlebih tidak ada yang tahu kecuali Gusti Allah, Ayana, dan dirinya sendiri kalau Aryo mencintai perempuan itu sudah sejak lama. Awalnya, Aryo mengagumi sosok Ayana karena dia perempuan mandiri serta berani melawan Gayatri dan geng. Tidak bisa Aryo jelaskan bagaimana bisa dia mencintai Ayana sampai sedalam ini, yang dia tahu mencintai Ayana tidak harus ada alasan. Dia mencintai Ayana karena dia memang cinta.
 
Aryo sangat senang, bahkan sudah membayangkan kebahagiaan diri ketika momen melamar Ayana benar terlaksana, mungkin ini memang jalan takdir yang sudah digariskan oleh-Nya, Aryo sangat berharap semoga memang benar Ayana sosok yang ditakdirkan oleh Sang Pencipta sebagai jodoh. Baik jodoh dunia maupun di akhirat kelak.
 
Aryo tengah bersila di gazebo sambil menikmati jajaran tanaman hidroponik milik Ibu. Sudah banyak yang berubah di sini, bahkan gazebo tampak sudah dirombak dengan furniture baru. Padahal baru libur lebaran kemarin Aryo menyambangi tempat ini.
 
Sudut bibir Aryo terangkat lebar melihat Mas Yudis keluar dari salah satu kandang sembari menenteng ember kosong. Tentu dia sangat rindu dengan kakak tirinya, rindu akan momen bercanda, membahas hal-hal di luar nalar yang memicu perdebatan panjang apabila salah satu di antaranya tidak berkenan mengalah, momen ketika Mas Yudis misuh-misuh terhadap perilaku Bapak yang acapkali terkesan terlalu mengekang hidupnya, dan berdebat tentang hal lain.
 
Tadi malam Aryo terkejut hebat lantaran Mas Yudis memberitahu salah satu rencana hidupnya, bahwa dia ingin berhenti berprofesi sebagai guru, lalu ingin melanjutkan hidup sebagai seorang pengusaha.

The Last SecondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang