1. Senja dan Dipta

12.9K 986 71
                                    

Hai Senja, masih bertemu lagi kita hari ini. Dengan suasana yang baru dan penuh syukur. Sudah tiga bulan berlalu dari pertemuan terakhir di sudut rumah dinas milik ayah.

Sudah hampir empat bulan pula ada si kecil yang terus kubawa kemanapun kaki ini melangkah. Senja hari ini kulihat dari sudut ruang IGD rumah sakit tentara Bhakti Wira Tamtama. Tempatku menimba ilmu dengan beberapa kawan intership lainnya.

Segalanya terasa mudah. Si kecil tahu ibunya sedang berjuang. Hanya satu bulan awal masa sulitku mengalami morning sickness yang kerap terjadi pada awal kehamilan.

Beruntungnya semua teman, dokter senior dan tentu suami tercinta begitu perhatian dan selalu waspada. Mas Dipta akan selalu sigap saat aku membutuhkan. Di pagi hari ia akan ikut menyiapkan semuanya. Membereskan piring kotor dan menjemur pakaian di halaman belakang.

Aku tak di izinkan untuk terkena panas matahari. Katanya takut jika aku akan lemas. Padahal tidak, tidak masalah sebenarnya.

"Dek Calla. Tadi si Wira pasti ngomong jorok ya. Rame bener kaya pasar tiban." Aku tersenyum geli mendengar keluhan Bu Anjani. Beliau dokter senior di sini.

"Siap. Sepertinya begitu Bu." Keadaan IGD sore ini memang begitu hectic. Aku baru saja selesai menjahit luka di kening seorang gadis belia. Ia jatuh dari motor saat akan keluar dari gang rumahnya.

Wajahnya yang ayu kini terhias sebuah perban. Di pelupuk matanya masih ada sisa air mata yang menggenang di matanya. Intership di sini sungguh luar biasa. Aku bisa bertukar jadwal dengan dokter jaga apabila ada kegiatan di dalam batalyon. Seperti tadi pagi ada acara Jumat berkah. Dan olahraga pagi.

"Dek Arga lihatin kamu lho." Dari awal aku masuk sini. Aku sudah tidak nyaman dengan tatapan milik dokter muda sepertiku. Namanya Arga, dia dari Undip yang nyasar kemari. Ah namanya bukan nyasar. Rumahnya hanya satu kilo dari sini.

"Saya nggak suka Bu di lihatin gitu, ngeri banget. Kok ya nggak paham-paham kalau saya itu udah ada pawangnya. Udah jelas lho Bu ini saya bawa kemana-mana. Emang nggak kelihatan kah Bu?" Sungguh penasaran sekali aku. Akhir-akhir ini dia sering menatap curi pandang secara intens.

"Kalau udah cinta mah mau di gimanain juga nggak bisa Calla Calla." Aku tertawa.

Lepas isya semua sudah terkendali. Di sini dokter umum dan dokter militer campur. Lucunya, perawatnya juga ada yang perawat militer.

"Go food yuk Bu. Saya tiba-tiba laper nih." Ucapku pada Bu Anjani yang sedang memainkan handphonenya.

"Pasti bakso lagi. Nduk-nduk, wong kamu tuh dah bulet gitu. Masih jajanan terus." Candanya.

"Ibu satu deh. Arga mau bakso nggak ga?" Teriak Bu Anjani.

"Siap ibu. Saya satu samain sama kalian. Hari ini saya yang bayar ya Bu." Aku tak menghiraukan Arga. Langsung ku pesan lima porsi bakso pak no yang rasanya ah mantab.

🌻🌻🌻

Part paling favorit setiap kali pulang bekerja. Melihat mobil HRV putih sudah parkir rapi di depan IGD. Saat aku melangkah. Mobil itu mundur membuatku berhenti.

"Assalamualaikum cantik." Sapanya begitu mobil ku buka. Membuat rona di pipiku terlihat.

"Mas. Udah deh nggak usah gombal." Keluhku. Aku mencium tangannya. Dan dia langsung mencium kening dan perutku.

"Sehat kan dek di dalam. Pinter ikut ibu nggak rewel ya." Aku memegang tangan suamiku. Semakin hari aku semakin jatuh cinta saja Mas.

"Sehat dong Yanda. Kan udah makan bakso. Di traktir Om Arga."

Wajah Mas Dipta berubah kecut. "Bisa enggak seh di pindah gitu. Biar nggak usah ketemu-ketemu lagi sama dia."

"Udah ah. Bercanda ibu yah. Udah ayo jalan, udah pegel pengen bobok." Kilat amarah di matanya mulai menghilang. Bergantikan senyum saat aku terus mengusap tangannya.

"Tangan ini yang akan selalu ibu dan adek genggam yah." Aku mengecup bibirnya. Senyumnya langsung terbit. Membalas dengan lembut. Saat kami kehabisan nafas kami melepas satu sama lain.

"Nanti di lanjut di rumah." Aku bisa melihat dia kecewa. Gila woy kalau keterusan bibirnya itu candu. Bikin pengen nambah-nambah dan nambah lagi.

Saat sampai di depan rumah aku melihat kerumunan ibu-ibu di samping rumah. Haduh nggak tahu waktu sekali ibu-ibu rempong ini. Alias geng julid asrama. Mereka selalu saja bergosip dan bergosip.

Bahkan sampai sekarang mereka masih dengan setia menggosipkan aku dan Mas Dipta. Kata mas Dipta lebih baik aku diam, daripada aku meladeni hal yang tidak penting.

Aku mengusap perutku yang sudah mulai terlihat membuncit.

Cupp.

Mas Dipta mencium perutku tangannya bergerak mengusapnya. "Sehat ya dek. Jangan rewel, ibu masih sekolah. Biar besok bisa full time urus adek." Aku terenyuh melihat wajah bahagia Mas Dipta yang berbicara pada janin di perutku. Cintaku dan cintanya.

"Adek sehat Yanda. Kan tiap hari di sayang Yanda." Mas Dipta bangkit mengecup keningku.

Kami rebah di kamar. Mas Dipta terus mengusap perutku. Membisikan kata cinta tak ada hentinya. "Besok masuk pagi kaya biasa kan dek?" Aku mengangguk.

"Balik Jogja yuk. Kangen sama rumah. Mumpung Mas Dika nggak di rumah." Aku mengangguk. Beginilah cara suamiku menyimpan rindu untuk orang tuanya. Harus sabar agar tak sakit hati.

Setidaknya satu malam akan mengobati rindu yang telah memucuk meminta temu. Satu malam yang akan membuat si gagah Pradipta yang rindu keluarga.

"Pasti buk e juga kangen sama kamu mas." Mas Dipta mengangguk. Memelukku lagi.

"Bobok yuk. Biar besok seger ." Ucapnya mengalihkan pembicaraan.

Aku pura-pura tertidur. Aku masih merasakan saat Mas Dipta mengecup keningku. "Selamat tidur dek." Tangannya bergerak mengusap perutku.

"Bobok ya dek. Sampai bertemu saatnya nanti. Yanda dan ibu pasti menyayangi kamu."  Aku tersenyum memeluk suamiku.

Ini adalah awal sebuah kisah baru. Jungkir balik hidup baruku. Seorang Calla Senja, yang sedang berjuang untuk menyelesaikan kewajiban menjadi seorang dokter. Berjuang menjadi seorang istri prajurit. Dan berjuang menjadi seorang Ibu. Menantikan cinta yang akan selalu aku dan Mas Dipta tunggu.

"Selamat tidur mas. I love you." Kami saling memeluk. Senja yang kulihat tadi sudah bergantikan gelap di temani sinar rembulan.

"Besok kita akan lihat senja di Jogja dek. Ibu tunjukkan besok tempat untuk melihat senja terindah. Tempat kesukaan opa dan Oma. Juga tempat kesukaan ayah mu. Dan di situ akan jadi tempat favorit kita ya dek." 

Tersenyum tiada Banding. Berkah hidup yang luar biasa. Sampai bertemu hari esok. Sampai bertemu kembali dengan tugas mulia. Dan sampai bertemu lagi esok Jogja. Kotaku, kota yang penuh rindu.

✨✨✨

Alhamdulillah, akhirnya bisa bertemu dengan kalian di cerita ini. Cerita yang mainstream tapi semoga tetap menghibur. Alurnya akan cepet secepat saat aku mencintaimu.

Penuh drama klasik ala percintaan tentara yang selalu dan selalu hidup bersama jarak.

Untuk kalian yang juga sedang mendekap jarak. Bersabarlah karena waktu akan menjawab segala rindu kalian. Nikmatilah setiap prosesnya. Dan saat waktunya nanti. Dekaplah ia seerat mungkin.

Selamat menikmati cerita ini. Bersama Senja, Pradipta dan masih ada senja yang lain✨✨✨

Senja Dan PradiptaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang