Part 9. Ahop

60 12 10
                                    

Part 9. Ahop
By: Puspa Kirana

Pagiii ... 🌺🌺🌺

Dey sudah datang nih, mau lanjutkan cerita.

Yuk! Cepetan aja, dia lagi butuh curhat! 😁

👭🌺👭🌺👭

"Tumben baru datang." Diatri berkomentar saat aku tergesa-gesa melewati kubikelnya.

Aku tak menjawab karena ingin segera sampai di kubikelku dan membuka laptop. Pesan Whatsapp Pak Ardi baru terbaca ketika aku berada di toilet barusan untuk ganti baju dan sedikit touch up di wajah, rutinitas setiap sampai kantor sejak bekerja di sini. Baju kusut dan badanku berkeringat setiap naik commuter line dilanjutkan ojek online.

Pak Ardi memintaku menambahkan redaksi di desain pamflet yang aku buat kemarin. Membuat bahu yang sudah terasa berat sejak berada di ruang makan tadi makin melorot. Waktu kerja kantorku sudah berkurang banyak hari ini karena bangun kesiangan. Semalam karena kurang fokus membuat desain spanduk, aku harus memperbaiki kesalahan sampai dua kali.

Entah karena cappucinno yang kuminum atau sudah lewat waktu mengantuk, aku sulit terlelap setelah berbaring siap untuk tidur. Padahal badan rasanya seperti habis terkena tendangan bertubi-tubi di arena tanding taekwondo dua kali tiga ronde berturut-turut tanpa istirahat.

"Dey, kesiangan lo? Tadi dicariin sama Boce, tuh. Dia titip pesan, kalau lo datang langsung nemuin dia di ruangannya." Tiba-tiba Diatri sudah berdiri di samping kubikelku. "Hati-hati aja lo kena amuk lagi, mukanya ditekuk."

Aku batal menyalakan laptop. Setelah menarik napas dalam, aku berdiri lagi dan berjalan menuju ruangan Bu Lisya. Aku terdiam sejenak di depan pintu, mempersiapkan diri menerima perlakuan tidak menyenangkan karena mendengar ucapan terakhir Diatri, sebelum mengetuk pintu. Kubuka pintu setelah terdengar kata, "Masuk!" dari dalam ruangan.

"Pagi, Bu!" sapaku sambil tersenyum.

"Duduk!"

Dari suara ketusnya, aku segera tahu apa yang dikatakan Diatri akan terjadi. Sekarang, apa kesalahanku? Apa karena datang kesiangan yang sangat jarang aku lakukan? Semestinya apa yang sudah aku lakukan untuk perusahaan ini lebih dari cukup untuk membayarnya.

Ah, sudahlah! Terima saja karena Bu Listya tak perlu alasan untuk mengomeliku. Buktinya kemarin, saat Tania dan Diatri yang berbuat salah, aku ikut diomeli. Siapkan saja hati agar bisa menahan emosi seperti yang sudah-sudah. Aku melangkah pelan ke kursi yang Bu Listya tunjuk.

Mudah-mudahan aku dimampukan, karena panas masih mudah menyusup di dada. Tadi pagi ketika aku mengoles roti untuk bekal sarapan, Kak Fey mengulang lagi percakapan tadi malam dengan Ibu di dekatku. Aku jadi terburu-buru menyiapkan sarapan karena mendengar percakapan itu membuat dada mulai memanas lagi. Tidak sengaja aku menumpahkan cappucinno kakakku. Sebetulnya jika Kak Fey tidak menuduhku sengaja melakukan itu, suasana tetap terkendali. Sayangnya, yang terjadi sebaliknya.

"Maaf saya datang siang, Bu." Begitu duduk aku mengucapkan itu. Bagaimanapun aku tetap salah karena datang tidak tepat waktu.

"Kamu hampir membuat perusahaan rugi! Kamu lupa atau gimana, sih? Kamu sudah saya daftarkan untuk ikut pelatihan membaca data dan membuat laporan efektif sebulan lalu dan hari ini pelatihannya!"

Aku tersentak. Ya, ampun! Kenapa bisa lupa memasukkan pelatihan itu ke jadwal harianku? Kemudian aku ingat, saat Bu Listya memberitahu tentang pelatihan itu, jadwalku sedang padat-padatnya karena akhir bulan. Aku menarik napas panjang. Bakalan habis deh, aku diamuk.

"Maaf, Bu. Iya, saya lupa." Aku menunduk.

"Kenapa bisa lupa? Kamu enggak tulis di jadwal harian? Kamu enggak bisa begitu! Hal penting seperti ini tidak bisa diabaikan begitu saja! Bikin saya kalang kabut! Saya telepon kamu tidak diangkat-angkat! Telepon panitia juga lama diresponsnya! Untung masih bisa diganti Tania! Lain kali saya enggak mau seperti ini terjadi lagi!"

Areumdaun DuoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang