12_A MELODY FROM THE PAST

676 121 2
                                    

Jungkook berdiri di bawah pancuran mandinya. Ia menutup mata seraya merasakan hangatnya air menyapu seluruh badan. Seulas senyum muncul di wajahnya kala itu. Tak lama, ia memilih untuk beranjak.

Sebelum keluar dari kamar mandi, ia melirik keranjang berisi pakaian kotornya. Sweater berwarna putih miliknya sudah memiliki bercak kemerahan. Aroma kimchi, minyak wijen, dan juga sup daging yang baru saja ia santap tercium.

"Dia masih seperti yang dulu ternyata," gumamnya sebelum benar-benar berlalu.

Malam ini, entah mengapa udara terasa lebih hangat. Jungkook duduk di ruang tengahnya seraya menghadap sebotol anggur. Kepalanya menunduk. Memperhatikan gerakan minuman di gelas yang tengah ia gerakan itu.

Anggur di dalam gelas itu mirip sepertinya lima tahun lalu. Ia ibarat beberapa tetes anggur di dalam gelas bening yang ringkih. Digerakkan oleh tangan orang lain tanpa ampun. Setiap langkahnya, setiap geraknya diperhatikan oleh orang lain.

Gelas bening itu masih ditangannya ketika Jungkook memilih menyandarkan punggung. Ia memilih untuk memejamkan matanya. Seperti malam-malam sebelum ini ketika ia tengah sendiri.

Jungkook baru akan beranjak ketika mendengar dering ponselnya. Nomor asing tertera di layar ponsel berlogo apel keluaran terbaru tersebut. Pemuda itu mendengkus. Ia mematikan ponsel itu dan melemparnya ke atas sofa. Tak lama kemudian, ruangan tersebut gelap.

***

Gedung J&J Labels nampak lebih ramai daripada terakhir kali dirinya dibawa -atau lebih tepatnya diseret- ke tempat ini. Mengingatnya sudah cukup membuat Chaeyoung mendengkus berkali-kali. Namun, kali ini ia cukup beruntung untuk datang ke tempat ini tanpa Jeon Jungkook. Oh, tetapi kalau yang disebut beruntung itu adalah diminta oleh kakaknya untuk membawa buku lagunya yang tertinggal di rumah.

"Aish! Park Chanyeol menyebalkan!" rutuknya seraya berjalan.

Gadis itu celingukan di lobi, mencoba mencari siapapun yang berwajah mirip Jin, Jimin, atau orang yang mungkin ia kenal. Nihil. Tidak ada siapapun yang ia kenal di tempat ini. Chaeyoung memutuskan untuk menghampiri seorang petugas keamanan yang baru beberapa menit lalu ia lewati.

"Permisi, apa Anda tahu ruangan Produser Park?" tanyanya pelan.

Pria dengan tinggi menjulang dan berwajah sangar hanya menatap Chaeyoung dengan penuh curiga. Ia baru bersuara ketika gadis itu membuka maskernya. "Apa ada yang bisa kubantu, Nona?"

"Ah, aku adik Produser Park dan ingin mengantar ini." Chaeyoung menunjukkan buku di tangannya. Ia kembali melangkah selepas pria berbadan tinggi menjulang itu memberi tahunya ruangan sang kakak.

Lantai tiga gedung J&J Labels berhasil menarik perhatiannya. Ia memperhatikan gedung dengan desain modern dan simpel tersebut. Kakinya berhenti tepat di depan ruang dengan tulisan "STUDIO_B". Senyum tipis muncul di bibirnya.

Aku dulu juga sering berada di tempat seperti ini. Batinnya.

Chaeyoung terdiam cukup lama. Menyapu ke sekeliling tempat itu. Lalu-lalang orang yang 8 tahun lalu membuat darahnya berdesir semangat. Ia yang baru keluar dari studio berlatih begitu tengah malam. Tidak peduli walaupun peluh mengucur deras. Baginya -dahulu- tidak mendapat teguran bahkan pengurangan poin setiap evaluasi di akhir bulan adalah tujuan utama.

Ia seolah mampu melihat lagi, sosok gadis 15 tahun yang berlarian dengan kaos jersey dan sepatu kets andalannya. Gadis itu akan dengan semangat mengulang gerakan yang sudah diajarkan mentornya. Tidak lupa, ia juga tetap akan berlatih memainkan gitar seraya mencari melodi-melodi baru.

"Ya! Apa yang kau lakukan di sini?"

Suasana hati Chaeyoung langsung memburuk begitu mendengar suara seseorang. Ia hanya melirik ketika Jungkook berdiri di sampingnya. Berpura tidak peduli, Chaeyoung kembali melanjutkan langkah. Menuju ke ruangan sang kakak yang terletak di ujung lantai.

Kaki Chaeyoung agak ragu untuk tetap berjalan begitu merasa seseorang mengikutinya. Ia berbalik dengan kedua alis menungging. "Kenapa kau mengikutiku!"

"Percaya diri sekali," desis Jungkook. Ia tersenyum sinis seraya mengamati penampilan gadis itu. Sungguh gila, pikirnya. Chaeyoung hanya mengenakan celana fit training dengan jersey yang nampak kebesaran. Oh, jangan lupa tambahan topi baseball dan masker hitam. Beruntung gadis itu memiliki rambut panjang, jika tidak, mungkin Chaeyoung sudah dikira seorang lelaki.

Jungkook menggeleng prihatin. Ia memilih untuk kembali berjalan. "Kau terlihat seperti gembel," ucapnya pelan.

Kedua mata Chaeyoung membelalak. Ia menatap tajam punggung Jungkook. Semakin kesal ketika dilihatnya pemuda itu membuka pintu ruangan sang kakak. "Dasar monster kelinci bebal menyebalkan!"

Chaeyoung mendapati beberapa orang sudah duduk di ruangan milik sang kakak, termasuk Jungkook tentu saja. Ia tersenyum masam begitu Chanyeol menyadari kedatangannya. Dengan cepat buku milik sang kakak langsung ia berikan.

"Kau mau langsung pulang?" Chanyeol bertanya begitu melihat gelagat sang adik yang seperti ingin buru-buru pergi. Ia melambaikan tangan, bermaksud menyuruh Chaeyoung mendekat.

Gadis itu menikmati lagu yang sengaja diputar oleh Chanyeol. Katanya, ia memilih dirinya untuk memberikan masukan sebelum lagu tersebut benar akan dipublikasi. Huh! Memangnya apa yang ada di pikiran sang kakak sehingga beranggapan seperti itu?

Alih-alih menolak, ia justru memasang telinga. Mendengarkan dengan seksama lagu baru -yang sayangnya milik Jeon Jungkook- dengan seksama. Entah mengapa, tetapi jantungnya berdebar bahkan ketika melodi pertama baru dimainkan.

You are the sun that rose again in my life

The second coming of my youthful dreams

I don't know what this feeling is whether this is all a dream

Chanyeol menekan tombol pause. Ia meneliti wajah sang adik yang masih berekspresi sama. "Bagaimana? Apa menurutmu ada yang masih kurang?"

Gadis itu mencoba untuk kembali ke dunia nyata begitu musik dari lagu tersebut berhenti. Beberapa kali Chaeyoung berdeham cukup keras. Satu sisi, berusaha untuk menetralisir degup jantungnya. Dan di sisi lain, berusaha untuk mencoba tenang selepas mendengarkan lagu ini.

Melodi yang sempat didengarnya enam tahun silam.

"Tidak ada, oppa. Aku tahu musik buatanmu selalu bagus," timpal Chaeyoung pada akhirnya. Ia berusaha untuk bersikap senormal mungkin.

Jungkook hanya memperhatikan interaksi sepasang saudara itu. Wajah dinginnya berusaha untuk tetap bertahan, walaupun ternyata cukup sulit. Ia bahkan harus mengalihkan pandangannya ke sudut lain. Alih-alih berusaha mengetahui ekspresi Chaeyoung selepas mendengar sekilas lagu tersebut.

Melodi yang mereka susun selepas berlatih enam tahun silam.

Tidak dapat dipungkiri bahwa dirinya pun tahu, bahwa Chaeyoung sedang berbohong. Gadis itu juga merasa sama seperti yang tengah ia rasakan saat ini. Mencoba bersikap biasa saja atas apa yang terjadi di masa lalu.

Pemuda itu bersumpah bisa melihat gelagat lain dari Chaeyoung begitu melodi pertama Euphoria dimainkan. Dapat dengan mudah dirinya tahu perubahan ekspresi gadis itu. Chaeyoung akan selalu melakukannya begitu perasaannya tersentuh. Setidaknya, itu yang Jungkook ketahui semenjak dulu.

"Oppa, aku akan pulang sekarang." Chaeyoung tiba-tiba berdiri. Tanpa mengatakan apapun lagi, gadis itu sudah menghilang di balik pintu. Tidak menyadari ada sepasang mata yang menatapnya sendu.

- To Be Continued -

Bye, saya mau lanjut hibernasi dulu. Yang tanya kapan buku-buku lain di akun ini update, mohon bersabar, ya, bujang. Saya juga nulis di tempat lain soalnya. Nguehehe.

Bye bye~~~

[END] THE GUY NEXT DOORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang