Ayra tengah asyik menonton acara talkshow yang dipandu oleh Vincent-Desta ketika Kalandra pulang. Ia baru menyelesaikan tugas yang akan dikumpulkan besok sekitar sepuluh menit yang lalu. Laptop yang ia gunakan kini sedang dicharge. Jadi, ia tidak bisa menonton film-film untuk mengisi kebosanan ini. Alhasil, Ayra memilih untuk menonton acara di televisi saja. Melihat keberadaan sang adik di ruang santai, membuat arah jalan Kalandra berganti menjadi menghampiri Ayra. Laki-laki itu langsung merebahkan dirinya di atas sofa dengan bantalan kaki Ayra yang dilipat.
"Mama belom pulang?"
"Katanya mau nginep"
Kalandra memejamkan matanya, tidak tidur hanya ingin menghindari cahaya lampu yang menggantung di langit-langit ruangan.
"Temen lo jarang ke sini lagi, kak" ujar Ayra memecah keheningan setelah dua menit saling sibuk dengan pikiran masing-masing.
Kalandra tertawa pelan mendengar perkataan adiknya, ia masih belum merubah posisi sebelumnya, berbaring di sofa dengan memejamkan matanya. "Kebiasaan deh lo." Ujar Kalandra kemudian membuka mata dan mengubah posisinya menjadi bersandar pada sofa.
"Giliran Gandhi ke sini, dicuekin. Nggak ada malah lo cariin"
"Dih, Emang temen lo yang gue maksud itu, Gandhi?"
"Terus siapa yang lo maksud?"
Ayra terdiam, ia bingung ingin menyebutkan nama siapa. Pasalnya, teman Kalandra yang ia tahu dan kenal itu, ya hanya Gandhi. Ada sebenarnya dua orang lain yang dulu sering mengunjungi rumah ketika mengerjakan tugas kuliah. Akan tetapi, itu benar-benar sudah lama sekali. Bahkan, abangnya ini sudah jarang menceritakan teman kuliahnya itu. Duh, Ayra benar-benar tidak ingat siapa nama dua laki-laki itu.
"Temen kuliah lo itu, pokoknya" ujar Ayra akhirnya, menyerah untuk mengingat-ingat nama teman kakaknya.
"Yakin?" pancing Kalandra tidak puas dengan jawaban Ayra.
Ayra berdecak, "Tau lah, gue males sama lo. Bye" sungut perempuan dengan rambut sebahu itu. Kemudian melangkah pergi, namun sebelumnya ia menendang kaki Kalandra yang justru mengundang gelak tawa hingga memenuhi ruangan.
* * *
Pertemuan kuliah sudah memasuki minggu ketiga. Hari ini, kelas Karina melakukan presentasi mengenai salah satu materi pada mata kuliah perkembangan sepanjang hayat. Karina dan Riani yang sudah kebagian minggu lalu pun merasa sudah tenang. Namun, tidak dengan Sasa juga Pita. Keduanya belum mempresentasikan materi kelompok masing-masing, karena memang bukan jadualnya. Pembahasan materi, pembagian kelompok, serta jadual maju untuk presentasi pun sudah dibuatkan oleh Dosen yang mengampu mata kuliah tersebut. Karina yang memang menyalonkan diri menjadi penanggung jawab kelas pun hanya tinggal menyampaikan pesan tersebut kepada teman-temannya, serta meminta mereka untuk mempersiapkan presentasi di pertemuan selanjutnya.
Karina menaik turunkan alisnya ketika kedua matanya bersitatap dengan Sasa yang sedang menunggu giliran untuk menjawab pertanyaan dari teman kelasnya. Sasa yang melihat itu pun langsung mengalihkan pandangannya, dengan decakan kecil yang dilihat Karina. Hal itu membuat Karina tertawa pelan.
"Kenapa lo?"
Karina menoleh ke arah Riani yang duduk di sebelah kanan, "Biasa. Sasa"
Kata 'biasa' yang diucapkan Karina, sudah dapat dipahami Riani, bahwa pasti temannya itu baru saja meledek Sasa yang sedang presentasi. Karena itu dilakukan tidak sekali atau dua kali, mereka berteman sejak awal masuk kuliah. Tentu beberapa tingkah laku dan sifat juga sudah dihapal masing-masing dari mereka.
"Ada lagi yang ingin ditanyakan?"
Kelas hening selama beberapa detik, mahasiswa saling tatap satu sama lain. Tak terkecuali para presenter di depan yang memberi sinyal supaya tidak ada lagi yang bertanya. Karina kembali menatap kelompok Sasa sambil melambaikan tangan di depan dadanya, seolah meminta perhatian dari keempat anggota tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
With Me, Please?
Teen FictionPetualangan ini masih panjang. Istirahatlah jika lelah, tapi tolong jangan menyerah. Mari bertahan sampai akhir. -K Aku tidak siap, atau mungkin tidak pernah siap untuk merubah pelangiku menjadi monokrom. -K