2.3 | INGKAR JANJI

794 30 11
                                    

"Kaira!"

Kaira mendongak, matanya langsung bertemu dengan manik hitam pekat milik Langit. Beberapa detik, keduanya hanya saling menatap satu sama lain tanpa mengeluarkan sepatah kata. Hingga Kaira membuang muka lebih dulu menatap ke arah lain.

Langit berjalan mendekati Kaira lalu duduk di samping gadis itu. "Maafin gue, gue nggak tau lo jatoh." Langit berucap lirih menatap Kaira.

Kaira menatap beberapa obat-obatan yang ada di meja. Sudah hampir tiga gam dirinya di UKS, tapi Langit baru mengunjunginya. Apakah Langit lupa? "Nggak papa, kaki gue nggak terlalu parah, kok," ucap Kaira tanpa menatap Langit.

Jujur, Kaira kembali teringat kejadian di lapangan tadi, di mana Langit lebih perduli Feli dari pada Kaira---pacarnya. Hatinya terasa ada yang menusuk jika mengingat semua itu.

Langit menunduk menatap kedua lutut Kaira yang sudah di tutupi oleh kasa. "Kaki lo parah, lo malah bohongin gue," sindir Langit sambil menegakkan tubuh.

Kaira hanya diam tidak menanggapi. Matanya menatap lurus ke arah jendela, mengabaikan Langit yang menatap heran dirinya. "Kenapa?" tanya Langit memegang bahu Kaira.

"Nggak, gue nggak papa," jawab Kaira menggeleng kepalanya cepat dengan pandangan yang masih menatap jendela.

Kening Langit berkerut. Cowok itu tampak begitu heran melihat Kaira yang terlihat enggan menatap matanya. "Kai ... lo ada masalah? Kenapa-"

"Gue bilang, gue nggak papa!" ketus Kaira lebih dulu memotong ucapan Langit bersamaan dengan kepalanya yang menoleh ke arah Langit.

Langit tertegun menatap Kaira. Bibirnya tidak berucap untuk sekedar bertanya. Entah parasaan Langit atau bukan, Kaira itu sedang kesal kepada ... dirinya.

Kaira menutup mulut dengan kedua tangannya. Kepala gadis itu menggeleng menatap Langit menyesal, "Lang, gu-gue nggak-"

"Gue ngerti, kok," potong Langit cepat. Langit menggerakan pelan tangannya yang masih bertengger manis di bahu Kaira, mengusap bahu itu dengan lembut, "gue tau, lo pasti kesal karena gue nggak tau kalau lo jatuh."

Kaira terdiam.

Langit tersenyum tipis. Ia berdiri dari duduknya, lalu mengusap kepala Kaira. "Belum makan 'kan?" Kaira mengangguk pelan. "Kalau gitu, gue ke kantin dulu buat beliin lo makan." Langit menjauhkan tangannya dari kepala Kaira, membalikan badan, kakinya perlahan melangkah menuju pintu.

Mulut Kaira hendak terbuka, namun tiba-tiba Langit berbalik membuat Kaira menurungkan niatnya.

"Pulang sekolah bareng gue aja. Lo tunggu aja depan sekolah, nanti gue yang nyamperin lo." Setelah mengucapkan itu, Langit langsung melenggang pergi tanpa menunggu jawaban dari Kaira.

Kaira tersenyum tipis menatap punggung Langit. "Bakal gue tungguin," ucapnya.

-o0o-

KRINGGGG!!!

Murid-murid bersorak sorai ketika mendengar bel yang ditunggu-tunggu berbunyi nyaring melewati koridor. Akhir sebuah penderitaan yang mereka nantikan akan berakhir setelah bel itu berbunyi, dan mereka sangat merasa senang. Walaupun mereka tahu, penderitaan itu akan kembali di mulai esok pagi.

Berbeda dengan Langit, cowok itu tampak biasa saja dan tidak mengeluarkan reaksi berlebihan. Berbeda dengan Tyas dan Tio, saat mendengar bel pulang tadi berbunyi, kedua cowok itu memekik senang. Tanpa menunggu Langit dan Anggi, kedua cowok itu dengan grasak-grusuk keluar kelas dan segera pulang. Katanya rindu kasur.

Mayonestiffa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang