2.7 | SEMAKIN RETAK

854 37 20
                                    

Lagi. Kaira kembali menggunakan tranportasi umum ke sekolah. Langit tidak menjemputnya. Jam hampir menunjukkan pukul tujuh kurang tiga menit. Kaira merasa kesal akan hal itu. Tapi ia berusaha memaklumi, mungkin Langit ada acara lain sehingga lupa mengabarinya. Kaira tidak mau rasa kesalnya membuatnya marah kepada Langit. Ia berniat menanyakan pasal kemarin secara baik-baik pada pacarnya itu saat di sekolah nanti.

Dengan tas ransel disampirkan di salah satu bahu, Kaira turun dari angkot di halte yang tidak jauh dari sekolah. Setelah membayar ongkos, Kaira berjalan tergesa-gesa menghampiri gerbang yang akan ditutup beberapa menit lagi. Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti ketika sebuah motor melewatinya begitu saja hingga memasuki gerbang sekolah.

"La-langit?" Mata Kaira terpaku. Itu benaran Langit? Kenapa sama cewek? batinnya.

Dari kejauhan Kaira bisa melihat rupa siswi yang diboncengi Langit. Jantung Kaira berdetak cepat melihat rupa orang itu yang merupakan mantan Langit.

Kedua tangan Kaira mengepal kuat. Matanya berkaca-kaca ketika melihat Feli tiba-tiba mencium pipi Langit. Dan yang membuat hati Kaira semakin sakit, Langit tampak biasa saja.

"Cewek ular!" umpatnya geram. Ia memejamkan mata hingga menjatuhkan sebulir cairan. Buru-buru ia mengusapnya dengan punggung tangan.

Marah, kesal, kecawa, semuanya campur aduk. Siapa yang tidak merasakan hal itu jika melihat pacarnya hanya pasrah ketika dicium oleh mantannya. Dan Kaira benci rasa yang teramat menyakiti hatinya. Andai ia tidak mempercayai Langit, andai ia menolak Langit saat itu, mungkin kisah cintanya tidak akan seperti ini. Katakan saja Kaira menyesali semuanya, tapi itulah kebenarannya.

Tanpa pikir panjang, Kaira berjalan cepat hingga melewati Langit dan Feli yang baru sampai di koridor. Ia tidak menoleh ataupun berhenti, Claretta tetap melangkah dengan dagu terangkat.

"Kaira?!"

Dalam hati Kaira menggerutu kesal. Ia berdecak lalu berbalik badan, "Apa?" tanyanya jutek. Berbeda dengan hatinya sekarang yang semakin memanas ketika melihat kedua tangan yang terpaut erat itu.

Langit terdiam. Ia ikut melirik padangan Kaira yang terarah pada tanganya tang terpaut dengan tangan Feli. Buru-buru Langit melepaskan itu.

"Nggak ada 'kan? Gue duluan, ya," ucapnya dengan wajah datar. Ia berbalik, berjalan cepat menuju kelas, "aku sakit lihat kamu gini, Lang ... kamu bikin aku kecewa," gumamnya dengan mata yang kembali berkaca-kaca.

"Kaira-"

"APA?!" bentak Kaira bersamaan dengan tubuhnya yang membalik.

"L-lo bentak gue?" Anggi menunjuk dirinya, menatap Kaira dengan tatapan tidak percaya.

"Gu-gue kira lo, Langit," ucap Kaira kikuk. "Maaf, Gi ... gue nggak bermaksud," lirihnya.

"Masalah lo sama Langit belum selesai?"

Dengan lesu Kaira menggelengkan kepala, "Gue nggak tau, Gi. Gue nggak mood buat nanyain Langit."

"Lho, kenapa?" tanya Anggi dengan raut wajah heran.

Kaira menghela napas lalu membuangnya kasar, "Gue rasa lo tadi sempat lihat di parkiran. Gue ke kelas dulu," pamit Kaira.

"Tapi-"

TRINGGGG!!

Bel pertanda masuk berbunyi. Anggi mengurungkan niatnya untuk mengejar Kaira yang baru saja melangkah masuk ke dalam kelasnya. Ia menghela napas, "Bodoh lo, Lang!" umpatnya. Setelah itu ia berbalik, berjalan ke kelas yang tidak jauh dari kelas Kaira.

-o0o-

Bel istirahat baru berbunyi tiga menit yang lalu. Kelas XII IPA 1 tampak sepi dan hanya terisi beberapa orang di sana. Termasuk Langit yang sedang merapikan alat tulisnya untuk disimpan di bawah laci. Namun, kegiatannya terhenti ketika sebuah tangan menepuk bahunya dan membuat sang empu menoleh. Ia menaikan satu alisnya menatap Anggi yang berdiri di belakang.

Mayonestiffa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang