14° Ada hal yang disembunyikan

990 251 38
                                    

Binar mata Jeffrey yang biasa memancarkan aura tenang dan acuh itu kini kelihatan gelisah, ia harap-harap cemas sembari menunggu pesawatnya take off.

Melirik kesana kemari, dengan tangan meremat ponselnya yang sejak tadi tak henti-hentinya menghubungi Jessie dan kedua orangtuanya.

Ia ingat perkataan Mamanya sejak dulu untuk jangan cepat percaya pada berita yang beredar sebelum benar-benar tau fakta yang ada.

Namun sialnya tetap saja ia tidak bisa tenang, apalagi jika mengingat Jessie sangatlah sulit diprediksi.

Karena kejadian Minggu laluㅡdimana ia berkata tidak ingin mengenal Jessie lagi, Jeffrey merasa takut bila dirinya menjadi salah satu alasan Jessie pergi secepat ini.

Dirinya sangat menyesal, tentu saja. Andaikan saat itu ia mencari tahu lebih jauh, awal tahunnya dengan Jessie tidak akan sekacau ini.

Ia menunduk, menatap sandalnya yang berbeda sebelahㅡkemudian terkekeh pelan. Ternyata pengaruh Jessie sangat besar untuknya dan sinkron otaknya.

Hingga sepasang sepatu diletakkan di depan kakinya, Jeffrey pun mendongak karenanya.

"Papa..?" Lirih Jeffrey.

Papa tersenyum tipis lalu menepuk kepala anaknya pelan, sangat berbeda dengan ia yang beberapa hari lalu menampar sang anak dengan kain kompres.

"Jangan percaya dulu, sebelum kamu tau kebenarannya sendiri," ujarnya.

Tangan Papa bergerak untuk melepas sandal Jeffrey dan menggantinya dengan sepatu.

Melihat perlakuan Papanya, hati Jeffrey terenyuh. Sebab tidak bisa dipungkiri bahwa lelaki paruh baya itu sangatlah menyayanginya, tidak gengsi menunjukkannya meskipun ia adalah anak lelakiㅡbukan perempuan.

"Makasih pa.."

Papa duduk di samping Jeffrey, "makasih buat apa? pasangin kamu sepatu?"

Jeffrey menyibak rambutnya ke belakang dan membasahi bibir bawahnya, "Anggap aja kaya gitu."

Hening sejenak hingga pengumuman bahwa pesawat Jeffrey hendak lepas landas pun terdengar.

Mendengar itu, Jeffrey pun bangkit dari duduknya dan menerima lemparan tas kecil dari sang Papa, dan tanpa mengucapkan apapun ia pergi meninggalkan Jeffrey yang kini sudah dihampiri oleh pengawal pribadinya.

Keluarga besarnya memang memiliki jet pribadi, hanya saja saat ini sedang dipakai oleh sang kakek yang berlibur ke Spanyol. Alhasil Jeffrey mau tidak mau memakai pesawat biasa, lagipula rasanya sama saja apalagi mengingat dirinya mengambil kelas VIP.

Okeㅡlupakan hal yang tidak penting itu. Yang pasti sekarang Jeffrey sudah berada didalam pesawat, dan disarankan oleh pengawalnya untuk banyak-banyak berdoa.

Jeffrey akui ia bukan hamba yang taat, namun untuk kali ini ia sangat berharap banyak kepada-Nya untuk tetap membuat Jessie berada dalam jangkauannya.

Entahlah, apa Tuhan mau mendengarkan hamba sepertinya yang hanya datang disaat sedang bersedih dan dalam keputusasaan seperti ini?. Ia harap Tuhan mau berbaik hati.

***

Hari di Dubai sudah berubah menjadi malam, dan Lucas bergegas pergi ke bandara untuk menjemput Jeffrey yang mengirimnya pesan bahwa ia sudah landing lalu memintanya untuk menjemput serta menunjukkan arah ke mansion keluarga Jessie.

Dengan setelan serba hitam, Lucas menunggu di dekat pintu kedatangan sambil memainkan ponselnya.

Ia sejujurnya sama terkejutnya dengan Jeffrey ketika mendapati kabar kematian sepupunya yang saban hari ia temui di tepi pantai, dan gilanya kabar itu menyebar dengan cepat hingga ke stasiun televisi nasional di negeri tempat Jessie tinggal.

amerta :: jaesoo✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang