15° Bagaimana jika...

997 253 75
                                    

Biasanya Minggu selalu semangat pergi ke sekolahㅡapalagi ketika sudah melalui libur panjangㅡsebab ia akan bertemu Jessie si pemilik senyum paling manis yang pernah ia temui.

Namun fakta bahwa gadis itu sudah tidak bisa lagi ia temui lagi sangat membuat hatinya berdenyut nyeri.

Ia yang baru turun dari motornya itu melangkah dengan tidak semangatnya, dan rasanya ingin sekali cepat-cepat sampai ke kelasㅡkarena setiap sudut koridor sekolahnya menyimpan kenangan tersendiri tentang Jessie. Hal itu sangat menyiksanya, tentu saja.

Dan kerumunan di dekat papan pengumuman utama itu membuat perhatian Minggu tersita, ia pun menghampiri untuk melihat hal apa yang disana.

"Ming!" Panggil Juki yang baru saja keluar dari kerumunan tersebut, ia berlari kecil ke arah Minggu lalu memeluknya erat.

Minggu dengan reflek mendorong anak itu, "ngapain peluk-peluk?!"

Juki meringis, namun sekon kemudian ia ingat apa yang ingin dikatakannya kepada lelaki berkulit tan di hadapannya itu.

"Itu anjir, si Jessieㅡ

Belum sempat Juki menyelesaikan ucapannya, Minggu lebih dahulu membekap mulutnya. Ia sudah cukup patah hati mendengar kabar itu setiap harinya.

Langkah Minggu pun membawanya ke papan pengumuman tersebut, meninggalkan Juki yang menampakkan wajah sebalnya.

Ia berdiri cukup jauh dari papan pengumuman tersebut sebab terhalang oleh para murid lainnya. Namun matanya masih bisa melihat jelas foto Jessie dipajang di sana dengan banyak sekali sticky notes di sekitarnya yang Minggu yakini pesan dari para murid Antariksa yang masih berduka atas kepergian gadis berprestasi yang menarik hati seperti Jessie.

Melihat hal itu mengingatkan Minggu pada pertemuan terakhirnya dengan Jessie di lapangan, saat itu ia berkata ;  "Makasih karena udah bertahan sejauh ini, lu hebat banget Jes, dan jangan pernah berpikiran buat pergi lagi ya ... karena nanti bukan cuma si Jeffrey yang kehilangan, tapi gua, dan sekolah ini juga"

Meski ia tidak tahu penyebab kematian Jessie yang sesungguhnya, hanya saja ia yakin bahwa itu ada hubungannya dengan kondisi mental Jessie yang tidak baik-baik saja. Dan spekulasinya semakin menguat karena Bonaㅡkawan Jessie yang ia kenalㅡberkata bahwa saat di Dubai sana mereka sempat bertemu, namun kondisi Jessie cukup drop hingga pulang dari rapat lebih awal.

Setelah sibuk dengan pikirannya sendiri, Minggu mengalihkan pandangannya ke arah lelaki yang berdiri dua meter di depannya.

"Eh itu Jeffrey datang!" Pekik seseorang.

"Yaampun matanya bengkak banget"

"Kasian Jef.."

Hingga seorang adik kelas yang tak lain adalah Almina memberanikan diri berjalan ke hadapan Jeffrey dan berkata, "kak Jef, kita turut berdukacita.."

Kalau kalian tidak ingat, Almina adalah gadis yang menanyakan banyak hal pada Jeffrey disaat hubungannya dengan Jessie terungkapㅡatau lebih tepatnya gadis yang katanya sangat menyukai Jessie.

Jeffrey hanya mengangguk, lalu berlalu pergi dan sempat melirik papan pengumuman tersebut sebelum benar-benar memfokuskan pandangannya ke depan.

Minggu pun sadar, dibandingkan dirinyaㅡJeffrey pasti jauh lebih terpukul. Selama ini ia yang selalu ada di samping Jessie dan menguatkannya, namun tiba-tiba saja ia harus kehilangan.

Padahal Minggu tau, bila Jeffrey baru saja merasa senang karena hubungan mereka berdua diketahui banyak orang dan ia bebas menunjukkan rasa sayangnya kepada Jessie. Namun, sepertinya benar jika kita harus percaya dengan kata bijak ; kita tidak tahu apa yang akan terjadi sedetik kemudian di hidup kita. Meskipun awalnya bahagia, kita bisa terpuruk sedalam-dalamnya sekejap kemudian.

amerta :: jaesoo✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang