20° Amerta

1.5K 258 95
                                    


Di hari ulangtahunnya, Jessie menyerah. Ia sudah berkali-kali menahan semuanya, menguatkan diri dan mencoba membuat segalanya terasa baik-baik sajaㅡnamun sialnya selalu berakhir pada kerusakan yang tak berujung.

Awan gelap itu benar-benar mendatanginya, menyelimutinya hingga membawa kepada akhir hayatnya yang menyedihkan.

Jika bisa memilih, ia tidak ingin pergi dalam keadaan penuh luka dan penyesalan. Namun puluhan pil tidur itu terlanjur ia telan, dan saat itu juga Jessie berhasil melihat wajah sedih kedua orangtuanya.

Sayangnya Tuhan murka, dan menampilkan kilasan yang ada di masa depan pada Jessieㅡ memberitahu ia bahwa segala hal sulit yang sudah ia lalui selama ini akan membawa banyak hal baik.

Jessie tau bahwa keputusannya akan membawa banyak resiko, menjerumuskannya kedalam jurang tak berujung. Namun sungguh, jiwanya tidak kuat lagi menahan segala tekanan yang ada.

Setiap orang memiliki batasan tersendiri untuk tetap kuat, kan?

Lalu jika ditanya perihal kebahagiaan apa yang ia dapatkan selama hidup, maka Jessie akan menjawab 'banyak'.

Tuhan seringkali berbaik hati padanya, seperti menghadirkan Jeffrey sebagai orang yang selalu ada di sisinya ketika lara, memberinya kesempatan untuk mencapai mimpi-mimpi kecilnya, bahkan membuat banyak orang menatapnya dengan kagum.

Dan hal yang paling melekat di hatinya adalah Jeffrey, lelaki yang menjadi cinta terakhirnya.

***

"Nanti kalau kita udah kuliah, kita jalan-jalan ke Melbourne ya vanoo?"

"Kenapa Melbourne?"

"Aku pengen naik kano dan pergi ke Bourke Street, nonton pertunjukan-pertunjukan dari musisi kecil disana.."

Bagi Jeffrey, Melbourne dan Jessie adalah perpaduan yang mengagumkan sekaligus menyedihkan. Sebab kini pemandangan sungai Yarra yang indah menjadi saksi bisu antara ia dan mimpi Jessie yang tak terlaksana.

Gadis cantik itu dulu sering membicarakan Melbourne kepadanya dengan mata berbinarㅡbahkan disaat ia bisa saja pergi ke sana tanpa harus menunggu masuk ke dunia perkuliahan, namun dirinya mengelak dan berkata bahwa Melbourne itu sama spesialnya dengan Jeffrey ... jadi ia harus sabar menunggu untuk pergi ke sana dan mendapatkan kenangan yang indah dan tak terlupakan.

Mimpi kecil Jessie itu kini dilaksanakan oleh Jeffrey, tanpa dirinya di samping lelaki itu. Meski sejujurnya sangat telat, tak apa lah. Karena selama ini Jeffrey sedang menata hatinya untuk menerima segala kenyataan yang ada.

Kini, Sang Adhitama mengeluarkan selembar foto yang menampilkan gambar dirinya dengan Jessie saat acara bazar sekolah. Saat itu hubungan mereka belum diketahui, alhasil untuk mengabadikan momen tersebut saja Jeffrey harus menculik Jessie terlebih dahulu.

Hari itu sangat indah sebab Jeffrey memberi ciuman pertamanya pada Jessie dan malamnya ia tidak bisa tidur karena debaran kencang yang ada di hatinya. Mengingat hal itu, Jeffrey terkekeh pelan. Sebab selain dadanya yang berdebar, seluruh wajahnya juga bersemu merah hingga ia disangka terserang demam oleh orang-orang yang melihatnya.

"Daddy!"

Panggilan tersebut membuat Jeffrey menolehkan kepalanya ke belakang , dan ia bisa melihat anak lelaki yang memanggilnya dengan sebutan Daddy itu kini tengah berlari ke arahnya sambil membawa setangkai bunga mawar putih.

Jeffrey berjongkok dan merentangkan kedua tangannya, menyambut anak lelaki itu kedalam pelukannya.

"Happy birthdayy, dad!" Serunya disaat ada di dalam pelukan Jeffrey.

amerta :: jaesoo✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang