19° Sang Adhitama yang kehilangan arah

1.1K 241 44
                                    

Kemungkinan-kemungkinan itu selalu menghantui, memberi afeksi berupa khayalan indah yang nyatanya semu dan tak berwujud.

Lalu pernahkah ia tersadar?

Terbangun dari mimpi buruk berkepanjangan?

Jelas pernah, namun hanya sekejap lalu kembali terjatuh kedalam lubang yang sama.

Ia ingin berlari, membebaskan diri dari belenggu masa lalu yang selalu menjadi penyesalan terbesarnyaㅡah, atau lebih tepatnya patah hati terbesarnya.

Jeffrey tau ia cukup gila beberapa tahun terakhir, namun ia rasa kini dirinya sudah mencapai titik dimana tidak bisa lagi membedakan kenyataan dan khayalannya.

Senyumnya yang dulu terlihat sangat manis kini telah redup, tergantikan oleh raut miris yang selalu ia tampakkan.

Ia bingung dan kehilangan arah.

"Lu gila Jef, naskah-naskah ini gaakan pernah bisa bawa Jessie balik ke pelukan lu!"

Johnny marah, melemparkan lembaran kertas yang selalu menjadi fokus si tunggal Adhitama itu.

Jeffrey tidak terima, "John, Jessie itu masih hidup!"

Plak!

Tamparan Johnny bukan semata-mata untuk melampiaskan amarahnya, ia sedih karena Jeffrey semakin tidak bisa terkontrol. Ia seperti keledai bodoh yang kehilangan arah dan belum bisa mengikhlaskan masa lalu.

Jessie masih hidup katanya?

Hanya di khayalannya!

Sungguh, ini sudah berlalu beberapa tahun lamanya dan Jeffrey yang kini sedang dalam perjalanan meraih gelar sarjananya itu tidak juga waras seperti duluㅡsebelum ia kehilangan sebagian jiwanya.

"Jef, jangan kaya gini bisa gak sih?"

"Jessie masih hidup John, gua kemarin ketemu di konser Lewis capaldi! Dia sama temennya, namanya Theo! Diaㅡ

"Kemarin lu pergi sama gua, Jef!! Theo? Dia temen baru kita, bodoh!"

"Enggak John, gua serius!"

Manik indah sang Adhitama bergulir tak nyaman, ia menggelengkan kepalanya pelanㅡmenepis ucapan Johnny yang merupakan sebuah fakta.

Johnny terduduk di hadapannya, "Denger, ayah lu minta gua ikut lu kuliah disini karena dia tau kondisi lu enggak baik-baik aja. Lu kacau, gabisa bedain imajinasi dan kenyataan. Jessie udah pergi, Jef! Dia enggak ada disini, dia udah pergi. Udah berapa kali gua bilang gini ke lu??"

"Dia masih hidup John, dia ada di Melbourne! Ayahnya sayang sama dia, kematiannya itu cuma pemalsuan. Di Melbourne dia dirawat sama psikiater yang jadi neneknya juga, dan dia punya temen namanya Theo yang nyimpen perasaan sama dia... Itu semua bener John, gua enggak bohong."

"Melbourne, Theo, dan semuanya itu cuma ada di otak lu Jef! Minggu lalu kita udah datengin ortu Jessie dan minta mereka jelasin semuanya, tapi lu malah pergi gitu aja. Sekarang, dengerin gua!"

"Enggak!"

Patah hati Jeffrey itu sangat gila, Johnny benar-benar tidak habis pikir kenapa lelaki itu sampai segininya?

Kematian Jessie itu benar adanya, sungguh.

Melbourne dan segalanya hanyalah ada didalam benak Jeffrey yang kehilangan. Lelaki itu menciptakan kemungkinan lain, dan mencoba melawan takdir.

"Jessie meninggal di hari ulangtahunnya, dia overdosis obat dan enggak ketolong sewaktu di perjalanan menuju rumah sakit. Orang tuanya sengaja ngerahasiain pemakamannya karena mereka enggak mau pemakaman Jessie dihadiri orang-orang yang cuma haus berita. Jef ... Gua mohon kembali ke realita. Jessie sedih kalau liat lu terus-terusan kaya gini."

"John, Orang tua Jessie palsuin kematiannya. Dia masih hidup, dia masih cinta sama guaㅡdia enggak mungkin ninggalin gua gitu aja.."







"Dan surat ini bakal bawa lu balik ke kenyataan, kalau Jessie udah pergi."



***

Kenyataan pada akhirnya menang, mengalahkan Jeffrey yang kini terdiam di balkon kamarnya setelah menerima pukulan telak yang membawanya kembali pada realita.

Ia seringkali tersadar seperti ini, namun hari ini rasanya lain.

Matanya tidak bisa mengeluarkan air pedihnya, sudah habis terkuras oleh malam-malam dimana ia mencoba untuk menepis segalanya.

Jiwa bebas Jeffrey itu terpenjara, ia sendiri tidak tau mengapa bisa dirinya berakhir dibalik jeruji tersebut. Sangat sulit dijelaskan.

Dan lembaran kertas berisi naskah tentang Jessie dihadapannya itu kini ia tatap kosong. Ia sangat bingung, sungguh!

"Kamu masih ada atau enggak, by? Aku bingung.."

Padahal bisa saja Jeffrey mencari hati yang lain selama bertahun-tahun ini untuk menyembuhkan sebagian hatinya yang sudah rusak oleh perasaan kehilangan yang mendalam.

Namun ia tidak bisa.

Mengingat Jessie yang pergi dalam keadaan jiwanya yang belum sembuh itu terus saja menghantuinya.

Andai saja ia bisa merubah takdir, ia ingin naskah yang dibuatnya menjadi kenyataan. Setidaknya Jessie memiliki akhir yang bahagia, meski nanti di akhir Jeffrey membuat dirinya terluka amat dalam.

Ia bahkan membuat naskah itu dari sudut pandang Jessie, dan tidak memberikan sedikitpun kesalahan ada di dalam barisan kalimat di dalamnya.

Namun tetap saja, sesempurna apapun naskahnya ia buat, kenyataan tidak akan berbaik hati padanya.

Namun tetap saja, sesempurna apapun naskahnya ia buat, kenyataan tidak akan berbaik hati padanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

30 November 2020
11:34

A/N:
Kalian sadar gak sih kalau part Jessie di Melbourne itu kaya cekungan yang ada di tengah-tengah kehidupan Jeffrey setelah Jessie pergi?

🤡👌

amerta :: jaesoo✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang