☘️ Chapter 22

33 15 0
                                    

Gue melihat Albi sedang duduk di kursi pantai seraya memainkan ponselnya. Gue tersenyum kemudian menghampirinya. "Sendirian aja" kata gue seraya duduk di kursi pantai yang ada di sampingnya.

Albi melirik gue kemudian tersenyum. "Iya nih untung ada lu disini jadi sekarang gue gak sendirian lagi deh" seraya tersenyum lebar.

Gue kemudian tersenyum dan berkata. "Ada-ada aja deh lu Bi"

"Lu baik-baik aja kan?"

"Lu gak liat gue sekarang? Ah iya makasih buat kemarin udah nyelamatin gue" kata gue seraya melirik Albi yang ada di samping gue.

Albi melihat gue bingung dan setelah itu tertawa. "Seharusnya lu berterima kasih sama Arrun bukan ke gue" katanya sambil mengacak rambut gue gemas.

Gue auto melongo saat mendengar perkataan Albi barusan. Jadi yang menyelamatkan gue pas tenggelam bukan Albi? melainkan Arrun? Gue gak salah denger kan kalo Arrun yang menyelamatkan gue pas tenggelam?

"Ah iya kah?" Tanya gue kemudian tertawa hambar.

Albi menganggukkan kepalanya seraya tersenyum.

********

Gue mengetuk pintu kamar Lisa beberapa kali sebelum gue membuka pintu kamarnya.

"Woy! Ngapain lu masuk, tanpa permisi dulu" tegur Lisa seraya melanjutkan mengancing kemejanya.

"Tadi gue udah ketuk pintu Lis. Iya deh gue minta maaf" kata gue seraya duduk di tepi kasur.

"Kenapa muka lu kusut gitu?" Tanya Lisa saat melihat gue yang lesu.

"Lis gue mau tanya sama lu"

"Tanya apa?" Sambil menyalakan hair dryer untuk mengeringkan rambutnya yang basah.

"Emang bener yang nyelamatin gue pas tenggelam itu Arrun?"

"Emm apa Wil? gue gak denger" kata Lisa sambil terus mengeringkan rambut menggunakan hair dryer yang suaranya sangat berisik hingga membuat Lisa tidak mendengar perkataan gue barusan.

Gue memutar boal mata malas. "Lis matiin dulu hair dryer nya"

"Apa?"

"Hair dryer nya dimatiin dulu Lisa, ya ampun" teriak gue kesal.

"Oh iya" katanya seraya mematikan mesin hair dryer.

"Barusan lu mau tanya apa?"

"Emang kemaren yang nyelamatin gue bukan Albi yah?"

"Emang bukan" jawaban sambil menyisir rambut panjangnya.

"Lu pikir kemarin yang nyelamatin lu itu Albi yah?" Kata Lisa sambil menunjuk gue. Gue tersenyum masam seraya menganggukkan kepala.

"Wah wah wah. Kasian banget Arrun. Udah nyelamatin lu sampe ngasih nafas buatan segala buat lu dan akhirnya gak di anggep perjuangan sama sekali" kata Lisa seraya menggelngkan kepalanya tidak percaya.

"Makanya jadi orang jangan terlalu bucin, sampe gak tau pahlawan yang sesungguhnya" gerutu Lisa lagi.

Gue hanya meringis kuda menanggapinya. Eh tunggu apa kata Lisa tadi? Kalo Arrun ngasih nafas buatan buat gue? Oh tidak!!! Ciuman pertama gue diambil sama Arrun dan pas gue gak sadarkan diri lagi NO!.

"Yang bener lu? Beneran Arrun ngasih nafas buatan sama gue?" Kata gue melongo gak percaya sambil memegang bibir gue.

"Kalo lu gak percaya nih gue ada buktinya" katanya sambil mengambil ponselnya mencoba membuktikan kepada gue.

"Gak! Gak usah. Kalo gitu gue pergi dulu" kata gue yang masih gak percaya.

********

Gue mencoba mengingat kejadian waktu gue tenggelam. Emang sih gue gak terlalu jelas liat muka yang menyelamatkan gue waktu itu. Tapi gue dengan pedenya kalo orang yang menyelamatkan gue itu Albi. Gue menepuk jidat gue kemudian mengajak rambut gue asal.

Gue teringat perkataan Arrun yang melarang gue buat gue ikut memancing. Apa dia tau kalo hal bururuk akan terjadi sama gue? Sebab itu dia melarang gue buat ikut?

Gue melirik ponsel yang ada di samping gue. Gue menelpon Arrun.

"Halo" kata gue setelah Arrun mengangkat panggilan masuk dari gue.

"Gue mau tanya sama lu"

"Apa?"

"Kenapa lu bisa tau, kalo ada hal bururuk yang akan gue alami"

Arrun terdiam tidak menjawab pertanyaan dari gue.

"Tolong jawab Run!"

"Sebenernya sebelum kejadian itu gue mimpi kalo lu tenggelam di laut tapi entah kenapa kejadian itu seperti nyata dan membuat gue gak nyamannya banget"

"Sekarang lu dimana?"

"Di jalan Juang deket taman"

"Ya udah gue kesitu sekarang" kata gue kemudian mematikan telponnya kemudian bergegas pergi.

********

Gue melihat Arrun yang sedang berdiri sambil sesekali melihat jam tangannya. Gue menatap punggungnya sesaat sebelum gue berjalan mendekat kearahnya. Arrun yang menyadari bahwa gue sudah ada di belakangnya, langsung membalikkan badannya.

"Lu kenapa?" Tanya Arrun saat melihat mata gue berkaca-kaca ingin menangis.

Gue mendongak ke atas supaya air mata gue tidak jatuh kemudian mencoba tersenyum.

"Lu gak papakan?" Katanya sambil memegang kedua pundak gue sedikit khawatir saat melihat gue yang ingin menangis.

Gue langsung memeluk erat tubuh dia dan air mata gue pun pecah. "Maafkan aku hisk hisk"

"Dan mulai sekarang aku akan percaya sama kamu Run hisk" lanjut gue.

"Ke-kenapa mendadak gini?" Kata Arrun agak gagu dan sedikit bingung dengan gue yang tiba-tiba bicara begitu.

Gue memeluk Arrun semakin erat dan tak hentinya gue menangis dan tersenyum secara bersamaan.

Arrun mengelus punggung gue mencoba menenangkan.

******

"Makasih sudah menyelamatkan gue" seraya melihat Arrun yang ada di samping gue. Ya sekarang kita sedang duduk di bangku taman.

"Emmm"

"Memang, bisa melihat masa depan itu sangat menakjubkan. Kita bisa melihat apa yang akan terjadi kedepan. Tapi bisa juga itu sangat mengerikan bagi kita yang melihatnya"

Arrun melihat kearah gue kemudian mengerutkan dahinya bingung. "Maksudnya, lu bisa melihat masa depan gitu?"

Gue tersenyum masam. "Entahlah. Tapi setiap kali bermimpi itu akan jadi nyata. Tapi gak sepenuhnya mimpi-mimpi itu jadi nyata dan sesuai yang gue liat di mimpi"

Memang selama ini gue selalu diam. Dan saat gue liat tanggapan Arrun tentang mimpi yang dia alami membuat gue yakin kalo gue bisa mencegah hal-hal buruk yang akan datang. Seperti yang dia lakukan. Ya, walaupun dia gak bisa mencegahnya tapi setidaknya dia sudah berusaha untuk merubah keadaan.

******

Maaf yah Cell baru update.
Asli akhir-akhir ini aku lagi gak mood buat nulis.

Oke jangan lupa vote & comment yah...

See you next part

BEAUTIFUL EYESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang