Bab 9 | Kesepakatan

1K 78 4
                                    

Kesepakatan

Keesokan harinya, pagi hari itu. Atas sebuah panggilan, Jaya bergegas menghadiri panggilan dari pimpinan Prasaja Group di gedung perusahaan pada ruangan direktur utama.

Setelah mendengarkan penjelasan panjang lebar itu Jaya termangu.

"--ini saya lakukan demi anak saya satu-satunya." satu kata terakhir yang menjelaskan apa maksud pimpinan dihadapannya itu.

Jaya yang tadinya terdiam langsung melebarkan mata dan medongak.

"Bapak benar-benar serius untuk menikahkan kami?"

Laki-laki dihadapan Jaya tersebut nampak terdiam dengan pandangan yang bergetar, bola matanya kemudian tak berani memberikan tatapan pada Jaya.

Lalu terdengar helaan nafas berat. "Saya punya alasan kuat untuk itu."

Baik, Jaya bukan orang yang suka mengorek-ngorek rahasia pribadi orang lain dan tidak mungkin juga ia memaksa untuk itu.

"Satu lagi, jika nanti kamu menemukan kejanggalan atau keanehan pada putri saya-" ucapan itu menggantung sejenak. Lelaki itu memejamkan mata sesaat, serasa sulit ia untuk melanjutkan kalimatnya dan itu mampu menimbulkan denyut aneh pada Jaya.

"Tolong jangan asal pergi begitu saja meninggalkannya, jangan kamu anggap dia wanita yang tidak sempurna. Jaya saya mohon, Reyana dia-"

"Gak usah dilanjutkan. Saya pikir itu gak perlu." Jaya menghentikan ucapan itu dengan cepat.

"Tidak perlu diceritakan jika rasanya sangat menyakitkan. Biarlah itu menjadi rahasia bapak dan keluaraga saja. Bapak tidak perlu memaksakan diri. Saya akan menerimanya, saya akan menganggap dia wanita yang sempurna apa pun keadaannya nanti. Saya berjanji pada anda." lalu Jaya menunduk, karena ia tidak ingin mendengar sesuatu yang mungkin menyakitkan. Ia tidak ingin mendengar rahasia seseorang, karena ia jika juga punya sebuah rahasia kelam dalam hidupnya yang tidak ingin diceritakan kepada orang lain.

Setelah beberapa saat ia kemudian memberanikan diri untuk menatap calon ayah mertuanya itu dan berhasil melihat mata nanarnya. Ah, ada apa dengan genang mata itu?

"Biarlah itu menjadi rahasia.... saya tidak akan mencampurinya apa pun itu." memalingkan wajah langsung setelahnya. Sungguh Jaya tidak sanggup melihat tatapan penuh luka seperti itu. Hatinya sakit meski tak tau itu apa.

****

Jaya diam-diam menghubungi Reyana melalui ponselnya. Sore hari sepulang gadis itu dari kampus mereka bertemu dan ia menjemputnya. Niatnya adalah untuk membicarakan perihal masalah mereka.

Iya, masalah yang mereka buat tanpa sengaja.

Lalu beberapa saat kemudian, disinilah mereka berdua. Duduk pada sebuah restoran yang suasananya sangat tenang. Sengaja mereka memilihnya untuk membicarakan hal yang sangat serius saat itu.

"Kita disuruh nikah, tapi aku sebenarnya gak mau." Gadis yang tengah duduk dihadapan Jaya itu tersenyum kemudian.

Mata Jaya membulat. "Lo keberatan soal ini?"

Reyana mengangguk tanpa semangat. "Iya." Lalu seulas senyum tanpa makna ia torehkan diwajah. "Ini sangat berat buat aku Jay. Memiliki pasangan hidup merupakan beban buat aku."

Jaya menautkan kedua belah alis tebalnya. "Lo sama bokap lo sama, kalian aneh." tuturnya.

"Aku cuma gak mau dituntut sempurna." sahutnya tenang. "Tapi orang tua aku seperti sangat ingin pernikahan terjadi. Aku melihat binar penuh harap dimata mereka saat mengutarakan soal rencana pernikahan aku dan kamu."

Jaya masih tertegun.

"Ayah bilang kamu setuju."

Laki-laki itu lantas mengalihkan pandangannya dari Reyana. "Maaf Re, gue gak bisa nolak permintaan bokap lo." Ingat mereka punya kesepakatan.

"Nyatanya kamu juga aneh, padahal kita sama sekali nggak saling mencintai. Bahkan baru beberapa minggu mengenal. Soal kejadian waktu di mobil." Sebenarnya Reyana takut saat itu. Lalu, "Aku tau sebenarnya kamu cuma mau bantu aku." lalu ia berusaha tersenyum tak berarti.

Jaya tak menjawab, tapi ia perhatikan gadis ini selolah memandang semuanya dengan mudah.

"Jay. Aku tau kamu ngelakuin ini demi perusahaan kamu."

"Lo udah tau?"

Reyana lagi-lagi tersenyum menanggapi.

Laki-laki kemudian menegakkan tubuhnya untuk bersandar dikursi. "Elo tenang aja, mari kita jalani pernikahan ini tanpa perlu saling saling menuntut." Jaya juga mengakhiri ucapannya dengan senyuman dengan arti tersimpan.

Reyana lagi-lagi menanggapi ucapan itu dengan ketenangan. Benarkah, laki-laki dihadapannya ini baru mengatakan hal tersebut barusan.

"Itu berarti nggak akan pernah ada kontak fisik diantara kita." Reyana menatap penuh kepastian.

Jaya pantas terdiam seribu bahasa, tak menanggapi ucapan ucapan Reyana barusan. Menelisik seksama wanita yang ada dihadapannya.

Lalu Reyana berusaha kembali melanjutkan ucapannya. "Dan, aku gak akan melarang kamu buat berhubungan dengan wanita lain." Tuturnya ragu-ragu.

Jaya menghela nafas sejenak. Lalu, "Soal itu gak usah terlalu dibahas."

Reyana berusaha tersenyum kaku. "Aku cuma gak mau mengikat kamu. Dan aku paham nanti kamu mungkin butuh hal yang satu itu-" Kebutuhan birahi, Dan mungkin dia adalah salah satu istri yang akan membiarkan suaminya melakukan hal itu nanti dengan wanita lain.

Jaya bersidekap. Sakit. Nih cewek kayaknya lebih tepat butuh pertolongan,

"Gue paham apa yang lo maksud." Walau kenyataannya bagaimana mungkin orang yang sudah menikah tidak melakukan yang namanya kontak fisik, walau hanya sedikit. Malam itu saja kulit mereka sudah menyatu. Dan, itu sudah mampu membuat Jaya berdesir dibuatnya.

"Terimakasih."

Jaya mengangguk hambar untuk ucapan itu.

"Jaya Kevin Aditama Wirajaya alias Kevin Wijaya?" Lalu Reyana tersenyum penuh arti.

Jaya mengerjap terkejut seketika. "Lo tau kalau gue Kevin Wijaya?"

"Bukannya calon istri harus mengetahui apa saja tentang calon suaminya ini." lalu tertawa ringan oleh candaannya. "Jangan ditutupi lagi, aku tau siapa kamu sebenarnya." lalu menyedot minumannya. "Dan, juga nggak usah ditanya aku tau dari mana."

Jaya menatap sorot mata Reyana dengan seksama, entah kenapa melihat sikap gadis yang terlihat tenang ini malah membuatnya merasa sangat iba. Gadis ini terlalu sering tersenyum. Senyum aneh yang selalu ditampakkan padanya.

"Jay." Reyana menunduk. "Aku hanya berharap orang tua ku akan bahagia. Tanpa perlu memikirkan aku lagi."

Jaya menyimak, namun biar bagaimana pun ia dapat raut kecemasan pada wajah Reyana. Seolah ada denyut aneh dihatinya. Gadis yang terlihat pasrah pada keadaan, bahkan sedikit pun terlihat tak memberontak.

Kasihan, lagi-lagi Jaya benar-benar kasihan melihatnya. Apa sebenarnya yang Reyana simpan dalam hatinya.

****

Happy Reading guys!

Love you so much buat yang masih baca.

CINTA UNTUK REYANA (END) [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang