28 kebenaran

641 52 2
                                    



"Jika kau jadi istriku.."

Hening, hanya suara dentingan garpu yang terkena pinggiran piring. Atmosfer seketika berubah, mungkin Jackson salah bicara atau setidaknya bergurau. Begitu pikir Mona.

Perempuan itu menatap Jackson dalam, keduanya matanya seperti menaruh harapan. "haha, saya kaku sekali ya"

"Tidak juga"

Mona melipat bibirnya kedalam, tanganya refleks menggeser pudding. "Coba ini, Pak"

"Terimakasih" Jackson berucap.

Usai mencicipi pudding buatan Mona, Jackson memujinya bahwa rasanya enak dan sangat cocok dengannya.

"Bayimu sehat?"

"Sehat, tapi sepertinya dia belum bangun. Sedari tadi dia lebih banyak diam"

Jackson terkekeh, ia jadi membayangkan sosok kecil didalam sana. Pasti menggemaskan. "Boleh aku mengusapnya?"

Mona mengangguk "tentu boleh"

Jackson menggeser tempat duduknya agar lebih dekat, wajahnya terlihat antusias. Mona membimbing tangan Jackson untuk mengusap di bagian mana seharusnya tangan itu diletakkan. Tiba-tiba sesuatu terasa bergejolak didalam, ada sundulan kecil yang Jackson rasakan di telapak tangannya.

"Wow wow" Jackson cukup kaget sepertinya dengan 'sambutan' si kecil.

"Gerak ya, Pak?"

Jackson hanya mengangguk, ia tidak bisa menggambarkan seperti apa senangnya mendapat sambutan seperti ini. Tangannya mengusap pelan permukaan yang mengembung itu. Ada kehidupan didalam sana, ada makhluk kecil yang sedang berjuang menuju kehidupan selanjutnya yaitu dunia. Hati Jackson terasa hangat, ia tidak bisa menjelaskan perasaan apa ini, ia ingin bertemu makhluk didalam sana suatu hari nanti.

"Mona, sepertinya kita perlu bicara" Jackson melihat perempuan didepannya mengangkat satu alis, menuntut Jackson untuk menjelaskan secara lebih jelas lagi. "Bukan bicara seperti biasa, kita perlu deeptalk" terangnya.

Detik itu juga Mona menangkap tatapan serius dari atasannya itu, jantungnya berdegup kencang.

"Boleh?" vokal rendah itu memastikan.

"Mm, sekiranya bapak bisa memberi tau dulu apa yang akan kita bicarakan?" Mona meremas tangannya, tengkuknya terasa gerah.

"Selama ini kau menyembunyikan sesuatu dariku, kan?" Jackson mengambil tangan Mona lalu menggenggamnya, menatap kedalam matanya menuntut agar perempuan itu menyatakan sesuatu. Lebih jelasnya kebenaran akan apa yang sebenarnya terjadi.

Si perempuan merasa kaget ketika tangannya digenggam, ia sesegera mungkin menarik tangannya namun genggaman itu erat dan tak bisa dilepas.

"Saya.."

Mona menunduk, lidahnya kelu untuk mengutarakan seluruh cerita yang terjadi. Kembali ia tatap wajah didepannya, ingatan tentang Jackson yang memintanya untuk melupakan semuanya kembali datang. "..tidak menyembunyikan apapun"

Jackson tidak percaya, 99,9% ia tidak percaya akan apa yang baru saja Mona utarakan. "Mona, saat kau bilang bahwa bayi itu bukan dari Jaebum, saat itu juga aku berpikir kemungkinan besar itu bayiku. Aku tidak melihat banyak laki-laki disekitarmu, tolong jujur padaku bayi siapa ini?" genggaman pada tangan mereka semakin erat.

"Pak Jackson punya uang untuk memastikan agar saya pergi membawa bayi saya setelah ini kan?" suara Mona terdengar bergetar, perlahan ia menurunkan pandangannya dan memilih untuk memandangi permukaan meja.

"Kenapa kepikiran kesana? Tidak, aku tidak sedikitpun berniat seperti itu" Jackson tak menyangka bahwa Mona punya pikiran kesana tentangnya. Saat ini yang ingin dia ketahui hanyalah kebenaran mengenai status bayi itu, Jackson ingin berhenti dihantui rasa bersalah.

"Sejak awal Pak Jackson meminta saya untuk merahasiakan semua ini, kalau Bapak memang berniat bertanggung jawab, kenapa harus bersembunyi dulu?" perempuan itu menarik tangannya dan kali ini berhasil terlepas dari genggaman.

"Saat itu aku belum tau apa yang harus aku laku-"

Saat itu juga Mona beranjak dari tempat duduknya, berdiri dengan wajah yang sudah memerah menahan tangis. Kedua tangannya berlomba menghapus kasar wajahnya yang sudah mulai dialiri cairan bening, tangisnya jatuh.

Jackson segera menyusul berdiri untuk memeluk perempuan itu, menarik tubuh itu kedalam pelukannya. Namun dengan gesit Mona menghindari pelukan Jackson, menepis tangan kekar itu agar menjauh dari badannya.

"Kalau memang anda betanggung jawab, fokus anda tetap saya. Seandainya saya hamil anak bapak, tapi hubungan Pak Jackson dan Angela semakin dekat, Pak Jackson akan memilih Angela dan meninggalkan saya kan? Saat ini, anda berada disini, karena anda sudah tidak punya harapan lagi bersama dia, iya kan? Tanggung jawab itu bukan pilihan, tapi kewajiban. Saya pernah berharap banyak dari anda tapi sekarang saya kecewa" kalimat demi kalimat itu diselingi isakan, saat ini Mona merasa dunianya runtuh dan ia ingin menyerah detik ini juga.

Jackson menarik Mona kedalam pelukannya, mengusap kepalanya lembut dan beruntungnya saat ini perempuan itu memilih diam. Jackson benar-benar merasa jadi manusia paling berdosa saat ini. Belum ada satu katapun yang keluar dari bibirnya, pelukannya yang semakin erat dengan dagu yang ia letakkan di puncak kepala Mona mengisyaratkan permintaan maaf terdalamnya. Lelaki itu berusaha menyusun kalimat yang bisa menepis semua pikiran Mona saat ini, ia ingin mengutarakan semuanya bahwa apa yang Mona katakan tidak semuanya benar.

Ponsel di saku Jackson bergetar, bagus. Apa yang baru saja ada di pikiran Jackson buyar seketika. Pelukan itu terlepas secara lambat, Mona sibuk menghapus airmata yang masih tertinggal. Pikirannya kacau dan kepalanya pening.

"Halo..? Baik, tentu" hanya itu yang Mona dengar.

Usai panggilan diakhiri, Jackson berdehem. "Ada perlu mendadak, akan kukabari lagi. Tolong Mona, ijinkan aku menjelaskan semuanya. Aku berjanji tidak akan menyakitimu, mohon" Jackson menarik Mona mendekat, mendaratkan sebuah ciuman di kening perempuan itu.

Mona mengangguk, "baik" ia lemas dan hanya tersisa pasrah untuk saat ini dengan kondisi apapun.

"Terimakasih banyak"

***

Jennie meletakkan kepalanya di bahu Jaebum lalu beristirahat disana, tangannya memeluk lengan Jaebum. Perlahan matanya terpejam menikmati angin malam dan kehangatan dari lengan Jaebum, terbilang seimbang jadi Jennie tidak kedinginan. "Jangan lepas, aku dingin" suara manja Jennie membuat Jaebum terkekeh.

"Sedari tadi aku diam, baby" Jaebum mengecup kening Jennie.

Usai menemaninya berbelanja, makan, ke salon dan minum-minum. Sekarang Jaebum lelah dan hendak pulang namun Jennie melarangnya, ia meminta Jaebum untuk mampi ke taman hiburan dan berjanji bahwa ini destinasi terakhir mereka hari ini. Daripada mendengar rengekan terus menerus dan kuping Jaebum dibuat sakit, akhirnya Jaebum menuruti permintaan gadis itu.


tbc

unknown 🍫 got7 jacksonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang