31 Pembicaraan

598 46 5
                                    


Jackson meletakkan cangkir kopinya usai menyeruput, kedua tangannya menopang badan pada jendela. Dari balik kaca, ia bisa melihat hamparan bunga sakura yang menemani langkah para pejalan kaki. Ada sebuah pertanyaan yang belum ia temukan jawabannya, kenapa Mona tidak bisa dihubungi.

Lelaki itu merasa bersalah tidak sempat pamit langsung kepada Mona, ia benar-benar tidak ada waktu untuk hal itu. Sesungguhnya pada saat itu Mona ada di benaknya, namun menyiapkan hal lebih detail untuk keberangkatannya ke Jepang membuatnya melupakan hal itu.

Jackson melirik cangkir kopinya yang mulai dingin, dalam lubuk hatinya ia berharap Mona baik-baik saja. Semoga pesan yang ia kirim besok-besok bisa terkirim dan dibaca meski sampai sekarang masih pending.

"Kau terlalu sibuk untuk membalas pesanku, Mona?"


*


"Kalau gitu saya permisi"

Jennie mengangguk sambil tersenyum mempersilahkan asisten rumah tangga untuk segera berlalu usai meletakkan minuman dan beberapa camilan di meja tamu. Kedua matanya beralih pada lelaki yang duduk di seberangnya. Lelaki itu duduk sembari meletakkan kedua sikunya pada lutut, kedua telapak tangannya bertautan dan terlihat sedang menyusun kalimat dalam pikirannya.

Melihat ke arah lain, Jennie melirik ibunya yang tengah duduk rapi sembari tersenyum kepada Jaebum.

"Diminum, Jaebum"

"Terimakasih, Tante" tanpa berlama-lama lelaki itu meneguk minuman yang disuguhkan sang ART.

"Jaebum aku tidak bersiap-siap, kau datang terlalu mendadak" ucap Jennie pelan, ia menyesal tidak jadi mengenakan lace dress Diornya. Andai dia tahu Jaebum akan datang.

"Tak apa, Jen. Kau selalu cantik sepanjang hari" Jaebum meletakkan gelasnya di meja.

Pujian dari Jaebum membuat pipi Jennie merona, gadis itu mengaitkan rambutnya ke belakang telinga. Sang ibu memerhatikan mereka diam-diam, dasar anak muda, batinnya.

"Jadi, apa maksud kedatanganmu, Jae?" tanya sang ibu dengan ramahnya, bahkan ia sempat mengira bahwa Jaebum sedang merencanakan lamaran dadakan. Entah darimana datangnya pikiran acak itu.

"Begini.."


*


"Satu kamar tidur, satu kamar mandi" Mona mengabsen ruangan demi ruangan pada flat baru yang akan ia tempati. Matanya menelusur setiap sudut ruangan, ia akan memastikan semua tertata dengan rapi.

"Tolong tempel ini disana, Gyeom" perempuan itu menyerahkan sebuah foto dirinya tengah berwisuda yang terbingkai rapi. "Terimakasih" ucapnya ketika melihat Yugyeom mengabulkan permintaannya.

"Kau sudah yakin dengan dirimu, kak?" tanya Yugyeom, kedua matanya terlihat iba. Bagaimana mungkin ia membiarkan 'kakak' yang ia cintai itu tinggal berjauhan dengannya apalagi dengan kondisi berbadan dua seperti ini.

"Gyeom, aku tahu apa yang harus kulakukan. Lagipula aku aman disini tanpa dibayangi oleh lelaki itu, kalau aku perlu sesuatu tentu saja aku akan menghubungimu" jelasnya, ada tatapan lelah namun di waktu bersamaan begitu tegar.

"Datang padaku kalau perlu apapun" pesan Yugyeom, ucapan yang sebenarnya bermakna: hubungi aku agar aku tidak harus selalu menahan rindu.


*


Ada tatapan tidak percaya pada kedua wanita di hadapan Jaebum. Pembicaraannya barusan membuat ibu dan anak itu belum mengeluarkan barang sepatah kata pun. Pembicaraan Jaebum tentang Jackson mengenai Mona membuat sang ibu memijit keningnya. Ada rasa takut dalam diri Jaebum, ia takut membuat wanita itu marah atau kemungkinan lainnya. Namun dengan segala risiko Jaebum sudah perhitungkan, bahwa ia akan mengatakan semuanya. Dengan segenap harapan semua masalah akan segera selesai.

"Jadi, Mona mengundurkan diri.." ucapan Jennie terpotong, pikiran di kepalanya masih mencoba untuk merangkai semua.

"Jackson.. kenapa kau tidak berterusterang sama mama" wanita itu menyesali sesuatu, namun pemandangan itu membuat Jaebum mengusap dadanya. Khawatir maksud kedatangannya malah dianggap memperkeruh suasana, rupanya mereka cukup paham maksud Jaebum.

"Sebelumnya saya sangat berterimakasih karena tante bersedia mendengarkan pembicaraan ini, juga atas waktu yang sudah tante luangkan. Saya hanya ingin meluruskan semua permasalahan ini, menyangkut masa depan teman saya" jelas Jaebum pada wanita dengan beberapa perhiasan mahal menempel di tubuhnya dari mulai anting, kalung sampai gelang. Untuk berbicara dan bertatap muka dengannya saja Jaebum sudah panas dingin, tapi hitung-hitung melatih kelancaran bicara pada saat melamar Jennie nanti, eh.

Jennie menatap Jaebum dengan bangga, ia mengerti maksud Jaebum dengan semua pembicaraannya. "Jaebum, kita akan sama-sama bantu Mona ya? Kita pastikan kakakku akan bertanggung jawab" gadis itu tersenyum yang sesungguhnya membuat hati Jaebum deg degan. Tapi lelaki itu lebih memilih memasang ekspresi datar dan anggukan seadanya.

"Pokoknya mama mau mas kamu segera bereskan urusan ini"

"Iya ma, Jen juga mauya seperti itu. Hanya.. Jennie tidak pernah tau kalau Mas Jackson terlibat sejauh ini"

"Yang terpenting semua sudah jelas" Jaebum mengelus punggung Jennie, ia berharap yang terbaik.

"Omong-omong, kenapa Mona tidak bisa dihubungi? Aku jadi khawatir"

"Dia berganti nomor, tenang saja kita punya Yugyeom yang selalu memiliki akses pada Mona"

Jennie terkikih, "dekat sekali mereka, kayak lem"




tbc

unknown 🍫 got7 jacksonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang