(3) Closer

2.5K 349 59
                                    

~oOo~

"Senyumannya sangat hangat seperti mentari pagi.
Mengapa dia tidak tersenyum seperti itu setiap hari?
Tapi tidak, jangan, senyum itu tidak boleh dibagi. Hanya untukku..."
.
.
.

~oOo~

Akhir-akhir ini Harry jadi lebih sering menyelinap keluar di malam hari.
Berjalan mengendap sambil menutupi tubuhnya dengan jubah gaib dan peta perampok ditangan seperti sudah menjadi kegiatan rutin bagi Harry Potter.

Disinilah dia, menara astronomi.

Draco menengok kebelakang dan melihat udara kosong disana.
"Aku tau kau disana, Potter.", Ujarnya sambil terkekeh kecil.

"Bagaimana kau selalu bisa tau aku disini? Padahal aku sudah benar-benar berjalan tanpa suara.", Ujar Harry kesal lalu menyibak jubah yang menutupi seluruh tubuhnya.

"Kau saja yang payah.", Ujar Draco dengan nada mengejek lalu terkekeh.
' Tentu saja aku bisa menyadarinya bodoh, aku kan...'

"Aku tidak payah! Jika aku payah, aku tidak mungkin bisa mengalahkan lord Voldy tak berhidung.", Ujar Harry.

Draco yang mendengar hal itu langsung tertawa.
Entah Harry itu pembuat nama julukan yang baik atau apa, tapi nama itu sangat cocok untuk Voldemort.

"Ya ya~ Mr. Potter yang paling kuat dan termasyhur. Saya mengagumi kehebatan anda.", Lagi-lagi Draco mengejek Harry.

"Cih, malas bicara pada seorang pengejek pro sepertimu.", Ujar Harry mempoutkan bibirnya.

Draco tidak tahan lagi dengan keimutan Harry yang melewati batas.
"Aku tidak tahan! Kau terlalu imut!", Ujar Draco sambil mencubit pipi Harry gemas.

"Hei! Aku tidak imut!", Harry berontak dengan wajahnya yang memerah menahan malu.

"Pfft, baiklah. Hm, kau tidak imut. Kau itu...em, indah?", Ujar Draco sambil menyeringai.

Perkataan Draco membuat wajah Harry menjadi semakin panas.
"Aku tidak indah! Aku tampan! Aku lelaki tampan!", Ujar Harry kesal.

"Hahaha, kau lucu, Potter.", Ujar Draco sambil tertawa lepas.

Sebulan berlalu sejak hari itu...
Hari dimana Harry menjadi stalker Draco.
Oh, well. Dulu dia juga sempat menjadi stalker Draco, tapi kali ini dan kali itu berbeda, oke?

Selama sebulan, hubungan Harry dan Draco menjadi lebih baik.
Tanpa ada janji sebelumnya, Harry dan Draco selalu bertemu di menara astronomi setiap malam.
Lebih tepatnya, Harry yang menemui Draco disini.

Draco tersenyum getir.
Padahal menara tertinggi di Hogwarts ini adalah tempat dimana kepala sekolah Albus Dombledore meninggal setelah diserang oleh mantra proffesor Snape.
Bahkan kejadian itu disaksikan sendiri oleh Harry.

Draco kembali merasa frustasi.
Dia merasa sangat lemah, rapuh, dan pengecut saat itu.-bahkan saat ini.
Mengingat tugas membunuh Dombledore adalah tugasnya yang diberikan Voldemort, tapi tugas itu malah diambil alih oleh Snape.
Bukannya dia menyesal tidak membunuh Dombledore dengan tangannya sendiri, hanya saja...
Apakah Harry Potter tidak keberatan dengan semua ini?
Apa dia muak?
Dengan...Draco mungkin?

Lihat betapa dekat mereka sekarang.
Menghabiskan malam sambil bercanda gurau dan tertawa lepas juga saling menggoda untuk melihat ekspresi kesal sesama.
Apa...Harry tidak keberatan dengan ini?
Bisakah Draco menganggap kalau mereka setidaknya...yah...kau tau, berteman?

Draco mengarahkan pandangannya ke Harry. Dia membuka mulutnya, berusaha mengeluarkan serangkaian kata, namun urung.
Setelah memantapkan hati, Draco kembali membuka mulutnya.
"Hei, Potter. Boleh kutanya sesuatu?", Tanya Draco ragu.

Your the Light Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang