(18) The enemy and the final

938 101 3
                                    

~oOo~

⚠️ Warning ⚠️
Biasakan untuk selalu memberikan vote sebelum membaca, terimakasih ^^
.
.
.

"Kau mengganggu." Tiba-tiba William berkata saat dia dan Draco sedang melakukan eksperimen bahan mana yang cocok untuk pengganti ramuan mereka (rupanya beberapa bahan di buku sudah punah, sangat langka, atau terlalu bahaya untuk digunakan)

"Aku tidak melakukan apapun." Draco mengernyitkan dahi tak suka.

"Kau berpikir, itu membuatku jengkel." Ujar William dengan wajah datar.

"Oke, aku sedang berpikir dan itu membuatmu jengkel. Coba tebak? Aku tidak peduli!" Draco kembali pada eksperimen nya.

"Aku benci terlihat peduli, tapi ini sepenuhnya hanya untuk pengetahuan ku. Apa yang kau pikirkan?" Tanya William.

"Serius? Setelah menjadi menyebalkan sebelumnya dan kau tiba-tiba bertanya?" Ujar Draco sarkastik sambil menaikkan sebelah alisnya.

"Seperti yang aku katakan, sepenuhnya untuk pengetahuan ku." Jawab William santai.

Draco menghela nafas.
"Apa yang akan kau lakukan jika melakukan kesalahan pada seseorang, melukai perasaannya, tapi sebenarnya kau tidak suka pada orang itu? Tapi bagian dalam dirimu ingin memperbaiki semuanya dan mengatakan untuk jangan mengabaikannya?" Tanya Draco.

"Hm, untuk menjawab pertanyaan mu, aku masih kurang pengalaman. Dan walaupun itu terjadi, kebanyakan waktu aku hanya mengabaikannya. Tapi jawaban normal untukmu adalah, ikuti saja apa kata hatimu.
Jika kau buat kesalahan padanya, maka minta maaf." Ujar William.

"Begitukah?" Draco tampak berpikir sebentar.
"Terima kasih atas sarannya, Bluerie." Ujar Draco lalu kembali melanjutkan eksperimen nya.

William menatap Draco sebentar sambil berpikir, menjalankan deduksi panjang di kepalanya.
"Aku harus menemui Hamish." Ujar William lalu keluar dari ruangan mereka.

"Apa yang-" belum sempat Draco menyelesaikan perkataannya, William sudah hilang di balik pintu.
"Sepertinya pekerjaan tambahan lagi untukku." Draco memijat pangkal hidungnya.

...

Hamish sedang fokus mengerjakan tugas herbolgy nya di perpustakaan saat tiba-tiba William duduk disampingnya.
"Apakah kau tau siapa saja yang dekat dengan Melissa Kim?" Tanya William.

"Christ, Will. Kau bisa saja memberiku serangan jantung." Hamish merutuk.

"Maaf, tapi pertanyaan ku sebelumnya?" Tanya William lagi.

"Untuk menjawab pertanyaan mu, ya. Dan sebenarnya, aku mencurigai seseorang." Ujar Hamish.

"Siapa?"

"Adriana Dupain. Dupain adalah nama ibunya, berasal dari Prancis."

"Dan apa hubungannya dengan apa yang aku tanyakan?"

"Clara Dupain menikah dengan Charles Magnussen, salah satu death eater yang walaupun tidak cukup terkenal, dia pintar, cerdik dan manipulatif. Dia ahli dalam seni Legillimency, menggunakannya untuk mengancam orang lain dengan informasi pribadi mereka dan mendapatkan keuntungan dari mereka.
Tampaknya dia dan istrinya berpisah setelah melahirkan Adriana, dan putrinya tinggal dengan ibunya. Saat ini Clara masih hidup dan bekerja sebagai healer di rumah sakit sihir, sedangkan Magnussen sudah dieksekusi setelah persembunyiannya diungkap oleh Narcissa Malfoy kepada kementrian sihir. Dan Magnussen rupanya tidak melakukan kejahatannya sendiri." Hamish berhenti sejenak dan menghela nafas.
"Adriana memiliki kembaran, Adrian Magnussen. Dia dan ayahnya menjadi duo death eater sadis yang suka menyiksa orang lain dengan Legillimency. Mereka psikopat, William."

Your the Light Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang