🐰7🐰

701 59 0
                                    

Ibu Rosè mengelus lembut kepala Rosé, ditatapnya sang putri dengan senyum getir yang terlihat samar dibibirnya, rasa bersalah itu terus saja membayangi dirinya.

"Sayang, apakah kamu akan memaafkan Ibu jika kamu tahu apa yang telah Ibu lakukan padamu?"

"Memang apa yang sudah Ibu lakukan? " Suara serak Rosè mengejut kan sang Ibu yang tengah berbicara dalam lamunan nya, kentara sekali jika sekarang dia sedang mengelak dengan alasan ringan kepada Rosè.

"Ibu tidak sengaja menjatuhkan bingkai foto mu dan membuatnya pecah, sayang". Rosé hanya diam memandang wajah sang Ibu, dirinya sangat mengenal Ibunya dan tentu saja Rosé tahu bahwa sekarang Ibunya tengah berbohong.

"Aku akan mencari tahunya sendiri Ibu, kuharap Ibu tidak menyembunyikan sesuatu yang sangat penting dari ku".

~~~

"Ibu". Pandangan Lisa memutari ruangan serba putih yang tengah ditempati nya sekarang, tubuhnya terasa seperti habis dipukuli benda tumpul, sakit, sakit sekali. Tak terasa air matanya jatuh begitu saja, rasa sakit yang dialami nya sekarang ini menjadi lebih sakit lagi saat tak ada satu orangpun yang bisa dia ajak untuk bertukar rasa.

"Sayang kamu sudah bangun? " Joo Mi datang sambil membawa tas berukuran sedang di punggungnya, senyum nya merekah mendapati wajah sang putri yang terlihat lebih segar daripada tadi malam.

"Lisa, maaf Ibu keluar seben-... "

"LISAAA!!!"

Joo Mi tetap mempertahankan senyuman diwajahnya guna menekan perasaan takut dalam hatinya. Melihat kondisi Lisa yang kembali kambuh tadi malam seolah menjadi cambukan besar pada dirinya, dunianya seakan berputar saat mendapati sang putri sudah tergeletak di lantai bersama darah segar yang mengalir keluar dari tubuh anaknya.

Luka dan memar kembali mengiasi wajah putrinya yang cantik, tapi yang bisa di lakukan nya sekarang hanyalah merapalkan kata-kata penenang yang penuh dengan kasih sayang tak ada hal lain yang bisa dia lakukan untuk mengurangi rasa sakit yang tengah dialami Lisa sekarang ini.

"Apakah masih sakit, sayang? "

"Hm, sangat sakit Ibu, rasanya sangat sakit disini. " Lisa memegang dadanya, rasanya sesak sekali ditambah dengan rasa sakit disekujur tubuhnya. Air matanya jatuh begitu saja rasa bersalah pada sang Ibu kini juga menjadi beban tersendiri dalam hatinya.

"Maaf aku selalu merepotkan mu Ibu, maaf aku tak pernah membuat mu bahagia karena keberadaan ku, maaf karena aku selalu membebani mu, maaf karen-.... "

Joo Mi menangis di samping ranjang Lisa sekarang, begitu tersedu mendengar apa yang putri angkat nya itu katakan, sungguh dari dalam lubuk hatinya yang terdalam ia sungguh bahagia hanya dengan keberadaan Lisa di samping nya.

Tidak pernah sedikit pun dia mengeluh tentang keadaan Lisa, tak pernah sedikitpun dia menganggap sang anak beban baginya namun dia juga tidak menyalahkan Lisa atas semua kata dan rasa yang telah terucap, Joo Mi mengerti Lisa pasti merasa sangat terbebani dengan keadaan nya.

"Ibu, aku sungguh minta maaf. " Lisa menutup kalimatnya mendengar isakan dari sang Ibu membuat Lisa menyesal telah mengucapkan kata-kata tersebut, namun apadaya nya beban yang Lisa tanggung sekarang seolah menggerogoti hatinya, mengendalikan pikiran nya dan menyiksa tubuhnya.

Joo Mi tetap menangis, mempertahankan posisi menunduk nya disamping ranjang Lisa. Joo Mi terus saja berdo'a pada Tuhan agar menunjukkan jalan keluar dari semua hal yang tengah menyiksa putrinya sekarang.

Lisa bangkit dari tidurnya mencari posisi duduk paling nyaman pada sandaran ranjangnya, Joo Mi bergeming ditempatnya masih menangis dengan tersedu hatinya sakit bukan karena perkataan Lisa barusan, tapi karena merasa tak berdaya di hadapan putrinya sekarang, sungguh tak ada satu hal pun yang bisa dia lakukan untuk putirnya tersebut.

"Ibu" Lisa memanggil lirih sang Ibu yang masih betah berada dalam posisinya, tangan nya terulur perlahan ingin menyentuh kepala sang Ibu berniat ingin menenangkan sang Ibu yang masih menangis karena perkataan nya, namun di tariknya kembali tangan itu pandangan Lisa nanar menatap tangan nya yang sekarang penuh dengan bekas luka dan memar.

"Ibu kumohon angkatlah kepalamu jangan terus menunduk lehermu akan sakit. " Perkataan Lisa terdengar begitu lembut di telinga Joo Mi, perhatian kecil yang selalu putrinya itu berikan membuat Joo Mi mengangkat kepalanya.

Pandangan Lisa yang melihatnya sekarang sungguh sangat teduh, bola matanya memancarkan kilatan kasih sayang dan penyesalan yang teramat besar. Joo Mi terpaku Lisa sekarang terlihat seperti seorang malaikat dimatanya, Lisa kecilnya kini sudah tumbuh dewasa.

~~~~

"Rosé bagaimana keadaan mu?"

"Aku sudah lebih baik, walau masih sedikit pusing. "

"Ya wajahmu memang terlihat sedikit pucat. " Jennie memperhatikan wajah sahabatnya itu, tidak seperti biasanya Rosè banyak berdiam saja sejak pelajaran pertama dimulai sampai istirahat pertama sekarang ini.

"Aku mengalami mimpi buruk yang sama berkali-kali... " Rosé menatap Jisoo dan Jennie secara bergantian raut wajahnya menunjukan dengan jelas bahwa hal tersebut begitu membebani dirinya.

"Dan sebenarnya mimpi tersebut sudah terjadi sejak satu tahun yang lalu." Jisoo dan Jennie terkejut mendengar hal tersebut pasalnya Rosè memang tak pernah menceritakannya.

Mereka sudah bersahabat sejak lama, tepatnya sejak gadis itu pindah ke Seoul 6 tahun yang lalu. Rosé anak yang riang dan juga ramah, pribadi nya yang tak pernah membedakan siapapun membuat nya disukai oleh semua orang, Rosé memang sehangat itu.

Dan baru kali ini dia menutupi malasah pribadinya dalam jangka waktu yang lama padahal di selalu terbuka kepada Jisoo dan Jennie.

"Setiap kali aku memimpikan hal tersebut kepalaku akan terasa seperti dipukul dengan benda tumpul, berputar dan juga berat sekali kemudian banyak sekali kejadian aneh yang terlintas dikepala ku...."

Rosé menghela nafasnya berat, di pijat nya pelan kepalanya yang memang masih sedikit pusing sejak pagi tadi, tak memperhatikan bahwa kedua sahabatnya sekarang terlihat tegang namun keduanya berusaha untuk tetap terlihat tenang. Mereka saling melempar pandang dan mengangguk kecil.

"Aku seperti telah melalui banyak hal tapi tak bisa mengingat apapun, rasanya seperti ada yang hilang dalam hidupku". Rosé mengangkat kepalanya, memandang kedua sahabatnya itu dengan tatapan tanya "kenapa mereka seperti tak tertarik".

Rosé masih memandang wajah Jisoo dan Jennie dengan heran kedua sahabatnya itu terlihat tidak memperhatikan apa yang barusan dia katakan. Jennie menatap Rosè dan mengatakan hal yang membuat Rosé begitu marah, meninggalkan Jisoo dan Jennie yang hanya mentap panggung nya dengan nanar.

"Tak perlu membesarkan nya seperti itu Rosé, lagipula Lalisa itu hanya orang asing abaikan saja dia, dan juga dia sama sekali tak ada hubungannya dengan kami."

~~~~

Jungkook menegang didepan pintu salah satu ruang VIP rumah sakit yang bertuliskan " Lalisa Park " itu, pintu dengan kaca tembus pandang di tengahnya itu memperlihatkan seorang gadis yang sekarang tengah tertidur dengan tenang.

Tangannya yang memegang gagang pintu itu bergetar melihat kondisi Lalisa yang sekarang penuh dengan luka dan lebam, perban juga banyak membalut luka dibalik tubuhnya yang kurus, air matanya jatuh begitu saja hatinya ikut bergetar memandang gadis tersebut.

"Paman a-apa yang terjadi pa-padanya?" Jungkook bergetar dia sungguh tak mengerti kenapa tapi dia begitu mengkhawatirkan Lalisa, tapi gadis itu tak dapat dipungkiri sudah merebut cinta pria bermarga Joen itu, Jungkook juga tak mengerti hal seperti itu rasanya tak mungkin terjadi, namun itulah faktanya.

"Karena itulah Jung aku ingin kamu menolong nya".

Jungkook diam, tangannya menyentuh kaca pintu tersebut dan memantapkan hati bahwa dia pasti akan melakukan apapun untuk Lalisa, apapun.

Jungkook menegang saat mendengar kalimat yang diucapkan oleh pamannya, air matanya kembali terjatuh, sungguh seburuk itukah keadaan Lalisa.

"Jung, tolonglah dia.... "

Breath of Scandal (Luka masa lalu) [slow Up]  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang