Part 5 - Ternyata Dia I

38 4 0
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

"Lewat kamu aku mulai mengganti musikku dan lewat kamu jugalah sekarang aku mulai belajar mencintai Al-Qur'an."

—Kartika Fauziyah Mulki

Happy reading

Dua puluh menit telah berlalu dan Ziyah masih setia menunggu Syauqi keluar dari masjid. Meskipun sebenarnya ia sudah mulai bosan untuk menunggunya, apalagi saat beberapa orang yang hendak ke masjid selalu memberi tatapan yang bermacam-macam kepadanya. Mulai dari tatapan aneh, lirikan yang tak mengenakkan hati, bahkan hingga tatapan tak suka dilayangkan padanya. Sampai-sampai ia sempat berpikir, bahwa apakah seburuk itu dirinya hingga mendapatkan tatapan-tatapan seperti itu. Padahal ia dan mereka pun sama di hadapan Tuhan-Nya, juga agama mereka sama. Namun, mengapa masih banyak insan yang seiman dengannya tapi tak pernah mau mengontrol gerak netranya. Bukankah kita semua bersaudara? Lantas mengapa seringkali masih melayangkan tatapan-tatapan yang tak mendamaikan kalbu kepada orang lain?

Ziyah terus saja bertanya pada dirinya lalu ia juga yang menjawabnya dengan berbagai perspesktif yang berbeda, hingga pertanyaan-pertanyaan yang diucapnya di dalam hati tanpa sadar ia suarakan. Sehingga seseorang yang hendak keluar dari masjid mendengarkan gumamannya.

"Ziyah?"

"Eh, Fadhil." Suara Ziyah sedikit kaget, lantaran sebelumnya ia tak mendengar ada suara orang berjalan.

"Ngapain di sini?" tanya mereka bersamaan.

"Eh," suara Ziyah dan Fadhil kembali mengucapkan kata yang sama tanpa sengaja.

"Kamu aja dulu." Putusnya pada Ziyah.

"Aku lagi nunggu seseorang, dia lagi sholat sunnah sepertinya di dalem. Tapi gak tau kenapa lama banget, padahal aku kalo sholat di rumah gak sampai selama ini. Paling lama mungkin sekitar sepuluh menitan, itu pun kalo pas Abi nyuruh aku wiridan sama baca Al-Qur'an dulu." Dengan polosnya Ziyah menceritakan kesehariannya kepada Fadhil. Sehinga membuat Fadhil gemas kepadanya.

"Kamu itu lucu ya ternyata," ujar Fadhil sambil tersenyum sangat manis.

Ziyah mengerutkan keningnya, "Lucu dari mananya coba?"

"Emm ... udah, abaikan aja. Oh, iya. Kenapa kamu gak masuk aja ke dalem ikut sholat dhuha? Daripada duduk di sini sendirian 'kan lebih enak di dalem."

Ziyah tak langsung menjawab pertanyaan yang Fadhil lontarkan padanya, ia masih memilah-memilah kata agar alasan yang akan diberikannya mudah dipahami oleh Fadhil, tanpa harus membuat ia dihakimi olehnya, seperti orang-orang sebelumnya.

"Zi,"

"Eh. Iya, Dhil." Ziyah menjawab seruan Fadhil gelagapan.

"Kenapa?" Fadhil kembali bertanya pada Ziyah, sebab ia belum mendapat jawaban apa pun darinya.

"Mm ... itu ..., ak-"

"Zi!" Seru Rani dan Riri bersamaan, memotong pembicaraan Ziyah tanpa sengaja.

Ziyah yang mendapati kedatangan kedua sahabatnya sangat bersyukur sambil dalam hati berucap, alhamdulillah untung mereka datang. Jadi, aku gak usah repot-repot jelasin alasanku ke fadhil.

"Lo ini bikin kita bingung tau! Masa tiba-tiba gak ada di kelas, gak pamit lagi ke kita. Terus dicari di mana-mana juga gak ada, gue kira lu udah diculik sama makhluk astral terus dibawa ke rumahnya, gara-gara kita nyari elo di tiap sudut sekolah gak ketemu-ketemu. Eh, tau-tau lu ada di sini lagi berduaan sama si Fadhil." cerocos Rani tiada henti.

Perjamuan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang