Part 7 - Ternyata Dia II

34 3 0
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

"Selalu bersembunyi bukan berarti seorang pengecut. Namun, terkadang memang ada yang harus bersembunyi demi menjaga satu sama lain."

-Arkan Bagas Ar-Rasyid

Happy reading

Adzan maghrib berkumandang dari masjid dan surau-surau. Membuat Ziyah secara spontan menghentikan kegiatannya mengerjakan tugas sekolah dan langsung buru-buru ia membereskan buku-bukunya yang ada di meja, sebelum Abinya datang dan mengomelinya, sebab ia tak segera siap-siap mendirikan sholat.

Saat Ziyah sudah selesai membereskan buku-bukunya dan hendak bangkit, ia mendapati Abi dan Kakaknya dengan sajadah yang tersampir pada sisi kiri pundaknya masing-masing, tengah berjalan ke arahnya. Ziyah pun menghela napas pasrah, sembari dalam hati mulai melakukan hitungan.

Satu, dua, tiiii-

"Ziyah! Kamu ini kebiasaan, kalo udah adzan itu di taruh dulu bukunya. Dilanjutkan nanti setelah sholat," omel Abi setiap adzan maghrib yang selalu sama tak pernah ada yang berbeda walau sekata, hingga membuat Ziyah sampai hafal sebab saking seringnya Abinya berkata demikian padanya.

Ziyah tersenyum hampa, "Iya, Abiiii."

"Ya, sudah. Cepet wudhu sana, Umi pasti sudah nunggu kamu," ucap Abi kemudian langsung pergi ke masjid disusul Kak Fais di belakangnya.

***

Saat Ziyah sudah siap untuk mendirikan sholat, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumahnya secara terus-terusan tanpa berhenti.

"Iss, siapa sih maghrib-maghrib bertamu ke rumah orang! Gak tau orang mau sholat apa?!" ucap Ziyah kesal.

"Udah, bukain aja, Zi. Siapa tau penting," perintah Umi dengan lembut.

Akhirnya, dengan berat hati Ziyah melangkahkan kakinya untuk membuka pintu rumahnya. Setelah Ziyah mengetahui siapa yang tengah bertamu ke rumahnya maghrib-maghrib, wajahnya langsung merah padam.

"Lo! Tuh, ya. Dateng ke rumah orang gak tau waktu! Lupa sama adab bertamu lo!" maki Ziyah.

Orang di depan Ziyah tercengang gara-gara ucapannya barusan. Namun, sedetik kemudian, "Wow! Hebat! Seorang Kartika Fauziyah Mulki sekarang kalo ngomong pakek lo-gue," ujar Rani sambil bertepuk tangan membuat Ziyah naik pitam, dan hendak mengusir Rani dari rumahnya. Namun, urung gara-gara Uminya datang.

"Oh, ternyata Rani. Kenapa gak disuruh masuk, Zi?" tanya Uminya. Namun, Ziyah tak menjawab. Ia hanya diam saja untuk menahan amarah yang kini tengah berada di puncaknya. kemudian ia memilih masuk ke dalam daripada harus berurusan dengan Rani yang selalu membuatnya naik darah.

Uminya yang melihat Ziyah langsung masuk, tanpa mempersilahkan Rani ikut ke dalam dengannya pun bingung, juga tak enak kepada Rani. Namun, lain halnya dengan Rani yang kini sedang berusaha menahan tawanya di depan Umi Aisyah.

"Rani, maafkan Ziyah ya, nak. Karena sudah tidak sopan sama kamu," ujar Umi.

"Hehe gapapa kok tante, udah biasa," jawab Rani sambil tersenyum ramah.

"Ya, sudah. Ayo masuk ke dalem," ajak Umi pada Rani.

Saat di dalam, Rani langsung disuruh ke kamar Ziyah oleh Aisyah­, Uminya Ziyah. Sedangkan ia langsung pergi ke mushollah rumahnya untuk segera mendirikan sholat maghrib.

Rani yang memang sudah biasa ke rumah Ziyah, bahkan sering bermalam juga di rumahnya. Tak ada sungkan-sungkannya untuk masuk begitu saja ke kamar Ziyah. Sebab kedua orang tua Ziyah selalu menyuruh ia untuk menganggap rumah keluarga Ziyah seperti rumahnya sendiri. Bahkan kedua orang tua Ziyah, sebenarnya juga menyuruh ia untuk memanggil Umi dan Abi padanya. Namun, Rani tidak mau karena ia lebih nyaman memanggil Om dan Tante.

Perjamuan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang