Lie

2.9K 154 6
                                    

[  Yeosang X Jongho ]

Lamunan Jongho buyar ketika mendengar dering telepon di genggamannya, tanpa melihat nama si penelepon, ia sudah tahu bahwa itu adalah ibunya.

"Halo, Bu."

"Bagaimana keadaanmu, nak? Sudah lebih baik?"

"Lumayan."

"Kan Ibu sudah bilang, kalau main futsal itu hati-hati!"

Jongho bergumam lalu melirik pergelangan kakinya yang sekarang terbalut gips, "Aku baik-baik saja kok. Jangan khawatir."

"Tetap saja kau tidak bisa melakukan banyak aktivitas, bagaimana dengan memasak? Membuang sampah? Mencuci baju? Andai Ibu bisa menghampirimu sekarang."

Jongho tersenyum, "Tugas Ibu adalah menemani Ayah, jangan khawatirkan aku, oke?"

"Baiklah, tapi Ibu sudah menghubungi Yeosang untuk datang dan menjagamu selama beberapa hari."

Senyum Jongho luntur begitu saja ketika mendengar nama pria itu. "Kenapa Ibu melakukan itu? Bu, dengar, hubunganku dengan Yeosang--"

"Ibu tahu, tapi untuk saat ini kau butuh bantuan orang lain dan Ibu hanya percaya pada Yeosang. Ia bersedia membantumu jadi kesampingkan dulu ego kalian, oke?''

"Baiklah, terima kasih Ibu."

*****

Yeosang sudah datang, ia membawa tas ransel berukuran sedang yang Jongho tebak berisi pakaian dan peralatan pribadinya. Pria itu masih sama seperti terakhir kali Jongho lihat sekitar lima atau enam bulan yang lalu? Entahlah, Jongho tidak begitu ingat.

"Bagaimana kabarmu?" Tanya Yeosang sambil menyeruput secangkir teh yang disajikan Jongho.

"Kau tidak akan ada disini jika aku baik-baik saja."

Yeosang tersenyum tipis, "Terlepas dari cedera kaki, bagaimana kabarmu?"

"Baik."

"Bagus kalau begitu."

"Yeosang-ssi, dengar--"

"Wow, kau memanggilku dengan formal sekarang." Yeosang menopang dagunya dengan satu tangan, "Dalam enam bulan kau benar-benar berubah banyak, Jongho."

Mengabaikan ucapan Yeosang, Jongho kembali berkata, "Aku sudah besar, bukan, aku sudah dewasa. Hanya karena aku sedang sakit bukan berarti kau dapat memperlakukan diriku seperti bayi.''

"Baiklah, jika itu maumu.''

*****

Yeosang benar-benar menuruti perkataan Jongho. Ia hanya membantu Jongho seadanya, lebih membantu ke pekerjaan rumah malah, seperti mencuci baju dan memasak. Pergerakan Jongho memang terbatas, tapi ia terus meyakinkan Yeosang bahwa ia baik-baik saja dan masih dapat hidup dengan baik tanpa bantuan Yeosang sedikitpun.

Yang lebih muda selalu merasa paling benar, batin Yeosang.

Malam pun datang, Yeosang sudah menyamankan diri di atas sofa ruang TV dan bersiap untuk tidur ketika sebuah suara mengusiknya.

''Yeosang-ssi."

Mau tak mau, Yeosang membuka mata dan mendapati Jongho berdiri di hadapannya. "Ada apa? Kau butuh sesuatu?"

Yang lebih muda menggeleng, "Tidurlah denganku."

Yeosang mengerjap, "Kenapa tiba-tiba?"

"Semakin malam semakin dingin sementara pemanas di ruangan ini tidak cukup untuk membuatmu hangat." Jongho menatap Yeosang, "Aku bersungguh-sungguh."

"Kau memaksaku?"

"Ya sudah kalau tidak mau."

Yeosang tersenyum kecil, "Mau kok."

Now here they are, lying on the bed while staring at the ceiling. Keduanya terdiam tanpa ada niat untuk menutup mata dan tertidur.

"Kenapa kau menyanggupi permintaan ibuku?'' Jongho bersuara setelah beberapa saat yang hanya diisi keheningan.

"Tidak ada alasan."

"Itu jawaban yang tidak masuk akal."

"Lalu kau ingin aku menjawab apa?"

"Entahlah, setidaknya beri aku alasan yang pasti."

Yeosang berbaring menyamping untuk menatap Jongho, "Kau masih mencintaiku?"

"Apakah itu penting sekarang?"

"Setidaknya katakan bahwa kau mencintaiku."

Jongho mengubah posisinya menjadi menyamping, ia menatap Yeosang yang sekarang memfokuskan pandangan pada dirinya. "I've said those words before but it was a lie and you deserve to hear it thousand times."

Yeosang mengerjap, "If all it is is eight letters, why is it so hard to say?"

Jongho menunduk, "I'm sorry."

Sisa malam itu dihabiskan dengan tidur saling memunggungi satu sama lain.

*****

"Makanlah.'' Yeosang menyodorkan semangkuk oatmeal ke hadapan Jongho sebagai menu sarapan pagi ini.

"Terima kasih."

Yeosang mengangguk kecil lalu menikmati oatmeal miliknya dalam diam. Mereka duduk berhadapan, namun terasa sangat jauh.

"Aku sudah lebih baik, kau bisa pulang besok."

Yeosang mengangkat wajahnya,"Kau mengusirku?"

"Tidak, aku hanya--''

"Apa yang sebenarnya kau inginkan, Jongho?"

Jongho menggeleng, tanda bahwa ia tidak bisa menjawab pertanyaan Yeosang. "Bagaimana denganmu? Apa yang sebenarnya kau inginkan?"

Yeosang meletakkan sendoknya lalu melangkah sampai ke hadapan Jongho, ''Aku ingin menciummu." Ia membingkai sebelah pipi Jongho, "I want to kiss you until you can say those fucking eight letters."

Jongho mengerjap, "Then make me."

Detik berikutnya, Yeosang sudah memagut bibir Jongho, membawa laki-laki itu ke dalam ciuman yang memabukkan. Jongho sendiri sudah membuka mulutnya, memberi sinyal untuk Yeosang agar menelusupkan lidahnya ke dalam. Rasanya sama seperti 6 bulan yang lalu, betapa mereka merindukan momen seperti ini.

Jongho tidak tahan untuk tidak melenguh, ia meremat ujung kaos Yeosang guna menyalurkan rasa nikmat yang mengalir di sekujur tubuhnya. Bibir Yeosang hampir turun sampai ke leher Jongho, hampir, karena Yeosang langsung menarik diri dan melepaskan ciumannya. Keduanya terengah, Yeosang mengusap pipi Jongho yang menampakkan rona kemerahan. Lucu dan manis.

"Jadi bagaimana? Mau menyangkal kalau Choi Jongho tidak lagi memiliki perasaan padaku?"

Jongho menggeleng.

"Say it, Jongho."

"Aku mencintaimu, hyung. Kali ini, aku bersungguh-sungguh."

Yeosang tersenyum lantas merengkuh tubuh pria yang lebih muda, memberi usapan kecil di puncak kepala Jongho. 

"Jangan pergi lagi." gumam Jongho.

"Tidak akan."

----
A/N :

8 letters = i love you

-yeosha

ATEEZ ONESHOT (BXB) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang