Dua Belas

60 18 9
                                    

Happy reading, jangan lupa tekan bintang di pojok kiri;))

Happy reading, jangan lupa tekan bintang di pojok kiri;))

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

__________________________

Segala sesuatu tidak akan terlihat sama dalam sudut pandang yang berbeda.
__________________________

Di ruangan serba putih itu Nazwa menggenggam tangan kurus seorang gadis.

Wajah gadis itu pucat pasi, terlihat sangat lemah dengan mata yang kuyu. Ada beberapa alat medis menempel ditubuhnya.

"Na, kenapa bisa sampai kayak gini, sih?" lirih Nazwa. Genggaman tangan ia eratkan seolah takut gadis di depannya itu akan menghilang.

"Gue nggak apa-apa, Naz. Jangan terlalu khawatirin gue nanti lo ikut sakit," jawab Hana dengan senyum lemah yang ia ukirkan.

Nazwa tidak lagi bicara, hanya tangannya saja yang bergerak mengelus rambut sang sahabat.

Tidak banyak orang tahu, tetapi hidup Hana si cewek cempreng yang terkenal manja juga tidak semudah kelihatannya.

Sejak kecil Hana memang benar-benar 'dijaga' karena fisiknya yang lemah. Dia tidak boleh makan sembarangan apa lagi telat makan, tidak boleh kurang tidur, tidak boleh terkena angin malam terlalu lama dan tidak boleh berdiri dibawah terik matahari lebih dari empat puluh lima menit.

Walau Hana tidak pernah menunjukkannya pada orang lain, tetapi siapa yang tahu berapa banyak air mata serta keluh kesah yang ia keluarkan ketika hening menyambut.

Hana bahkan tidak pernah bisa mewujudkan keinginannya untuk mengikuti upacara bendera hingga akhir. Mimpinya untuk mendaki gunung dan memetik bunga edelweiss mungkin sampai mati hanya akan menjadi impian.

Begadang satu kali saja besoknya Hana langsung demam, ditambah terlalu aktif bergerak dan kecapekan sekarang dia sampai collapse.

"Lagian ngapain, sih, lo mau-mau aja diajak jalan malem-malem sama si Aru?" kata Nazwa dengan nada sebal.

Hana batuk-batuk sebelum akhirnya menjawab, "abis mau gimana lagi? Gue bucin, sih," jawab gadis itu dengan cengiran khasnya.

"Bucin tapi backstreet. Sampe sok nggak saling kenal lagi kalo ketemu di sekolah," ejek Nazwa sembari memutar kedua bola matanya, kesal sendiri.

"Gue cuma nggak mau Aru malu gara-gara punya pacar kayak gue," ucap Hana tanpa menatap wajah Nazwa lagi.

"Na, lo tahu kan Aru bukan orang kayak gitu?" desah Nazwa, dia menatap gadis di depannya dengan pandangan rumit.

"Iya gue tahu. Tapi tetep aja gue nggak percaya diri buat nunjukkin hubungan gue sama Aru di depan umum." Kali ini Hana mengukir senyum kecil.

"Lo cantik, baik, tulus sama Aru dan pastinya nggak pernah manfaatin cowok buat kepentingan lo kayak gue."

Identity [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang