Enam Belas

68 17 16
                                    

Enjoy reading ... koreksi kalo ada typo atau salah😉

 koreksi kalo ada typo atau salah😉

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

__________________________

Putus cinta? Biasa

Putus asa? Dosa!
__________________________

Hari ini, atas bujuk rayu setan, maaf maksudnya bujuk rayu Andrian—jika tidak disebut paksaan—Nazwa, Hana dan beberapa cogan MHS duduk anteng di cafetaria.

"Hari ini gue yang teraktir makan!" seru Andrian semringah. Tetapi keempat orang di meja itu hanya menatap tak bergairah.

Hana yang memasang wajah kaku, Aru yang memasang wajah cool tapi jatuhnya malah jadi songong, Nazwa yang memasang wajah tanpa ekspresi dan Deven yang memang terlalu sultan sampai teraktiran di matanya, ya, biasa-biasa saja.

"Jadi nggak ada yang seneng, nih, mau gue teraktir?" tanya Andrian dengan wajah cemberut. Yang lagi-lagi hanya ditanggapi tatapan tanpa gairah oleh teman-temannya. "Oke, gue ikut diem!" kesal Andrian. Tetapi semua orang tetap tidak peduli.

Hening.

"Oy! Pada ngomong kenapa, sih?!" ujar Andrian gerah.

Deven menghela napas, manik kelabunya menatap tajam ke arah cowok jangkung itu. "Berisik." Lalu dia menoleh ke arah Nazwa. "Mau gue anter ke rumah sakit sekarang? Kemaren lo cuma sebentar, kan, di sana?"

Ada jeda cukup lama.

"Gue ... gue ...." Air mata mengalir dari mata kuyu Nazwa. Tidak sanggup berkata, setiap kali membuka suara luka di dalam hati seolah menganga.

Nazwa bahkan tidak tahu sampai kapan bisa mempertahankan kewarasannya?

Sejak mendapat kabar bahwa sang ibu kembali mencoba mengakhiri hidup, Nazwa memang sudah kehilangan sebagian akal sehatnya. Saat melihat ibunya sekarat untuk yang sekian kali ... dia tidak tahu lagi harus melakukan apa.

Hana memeluk Nazwa dari samping, membisikkan hal-hal positif agar Nazwa kembali tenang. Yang lainnya sama-sama memasang wajah rumit, tidak tahu harus bagaimana mengambil sikap. Membuat suasana yang pengap kian sesak.

Deven mengulurkan tangan, menghapus air mata di pipi Nazwa. "Mau gue anter jenguk mama lo ke rumah sakit?" Jeda beberapa detik. "Lo nggak perlu maksain diri buat sekolah, Naz."

Berkedip dua kali, Nazwa menatap Deven dengan manik hitamnya yang kelam. "Anterin gue pulang," ucap Nazwa tanpa riak.

Walau sebenarnya Deven belum pernah ke rumah Nazwa dan sedikit bingung akan permintaan gadis itu untuk diantar pulang, pada akhirnya Deven tetap menyanggupi permintaan Nazwa.

"Oke."

Mendengar jawaban Deven, Nazwa melepaskan pelukan Hana di tubuhnya, kemudian pamit pergi—masih dengan wajah tanpa ekspresi.

Identity [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang