Tujuh

90 20 15
                                    

Klik bintang di pojok kiri dulu yok⛤⛤⛤

Makasih;)

__________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

__________________________

Yang datang akan pergi.

Yang hilang akan diganti.

__________________________

Malam kelam berhiaskan gemintang harusnya menjadi malam yang paling menenangkan bagi Nazwa Marbawani si gadis astrophile. Tapi yang dia lakukan malam ini hanya melamun. Untuk kali ini, indahnya taburan bintang di langit malam bahkan tidak sanggup mencuri perhatian Nazwa.

"Kerja apalagi, ya, buat cari tambahan dana operasi ibu," gumam Nazwa nelangsa. "Ayah keukeuh lagi nggak mau bantu."

Walau sudah bertahun-tahun tinggal di rumah berbeda, Risto selalu memenuhi semua kebutuhan Nyimas. Belanja bulanan, pakaian baru setiap minggu, uang untuk jalan-jalan setiap bulan, biaya perawatan wajah dan juga uang untuk kebutuhan Nazwa—yang sayangnya jarang Nazwa terima.

Nyimas hanya memberikan uang dari Risto untuk Nazwa, jika ia sedang 'ingin'.

Singkatnya, Nyimas memang tidak begitu peduli pada puterinya sendiri. Ah, atau Nyimas memang hanya peduli pada dirinya sendiri?

"Duh, pusing." Kulit putih gadis itu tampak pasi. Bukan hanya banyak pikiran, Nazwa juga kurang istirahat. Dalam dua puluh empat jam, dia hanya tidur satu atau dua jam akhir-akhir ini. "Darah." Nazwa terkejut. Kenapa dia sampai mimisan seperti ini? Dirinya bahkan tidak memiliki waktu untuk sakit.

Mengambil tisu dari dalam laci, Nazwa menyumpal sebelah lubang hidungnya yang mengeluarkan lebih banyak darah dengan tisu.

Jika kalian berpikir Nazwa akan menelpon salah satu temannya untuk membeli obat atau sekadar menemaninya, maka kalian salah besar. Seorang Nazwa tidak akan meminta bantuan orang lain selagi dia bisa mengatasi semuanya seorang diri.

Ini bukan pertama kalinya ia jatuh sakit, tentu saja. Bukan tanpa alasan dia tidak ingin meminta bantuan teman atau orang terdekatnya. Dulu, saat masih SMP, jika dia jatuh sakit dan mengkabari orang tuanya, Nazwa justru dimarahi habis-habisan tanpa mendapat perawatan.

Jadi anggap saja Nazwa trauma. Nazwa berpikir, jika kedua orang tuanya saja tidak mau merawatnya, apakah pantas dia meminta bantuan orang lain ketika dia sakit? Rasanya tidak.

Selama dia masih sadar dan bisa berjalan—meski sempoyongan—dia lebih memilih pergi ke rumah sakit sendiri, menebus obat sendiri, semua akan dia lakukan sendiri.

Kecuali jika dia sekarat—nyaris kehilangan kesadaran, maka Nazwa terpaksa meminta bantuan teman terdekat.

Tetapi jikalau sudah terlanjur pingsan di tempat tanpa sempat meminta bantuan, Nazwa hanya menunggu ada orang yang tahu atau menunggu sadar sendiri. Oke, yang terakhir memang terdengar mengerikan. Tapi itulah pahitnya kenyataan.

Identity [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang