Empat

88 21 22
                                    

Alfonsus Randeven

__________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

__________________________

Penolakkan bukanlah akhir dari segalanya.

Masih ada waktu, masih ada kesempatan.
__________________________

Pagi yang cerah, langit biru menghias cakrawala bersama gumpalan awan yang melayang-layang menyerupai permen kapas.

Semakin hari Deven semakin gencar mendekati Nazwa, apalagi saat gadis itu selalu memasang wajah tidak peduli jika berhadapan dengannya.

Seperti sekarang, setelah menata rambutnya agar lebih memesona, Deven berjalan dengan percaya diri menuju kelas khusus dua belas MIPA—kelas Nazwa.

Cowok ganteng itu datang membawa kegaduhan, pesonanya membuat para siswi di kelas Nazwa memekik tertahan melihatnya berhenti di ambang pintu.

"Boleh gue masuk?" izin Deven dengan wajah juteknya kepada seorang siswi berambut blonde.

Siswi itu menggigit bibir bawahnya kuat-kuat, sebelum akhirnya menjawab, "bo-boleh, kok." Deven melenggang memasuki kelas, membuat siswi berambut blonde mengembuskan napas lega. "Nyaris aja gue pingsan. Si Deven emang ganteng paraaaahhhh!" jeritnya tertahan.

Deven terdiam tepat di depan meja Nazwa, meja yang lagi-lagi Nazwa jadikan bantalan untuk tidur. Tanpa sadar bibir tipis itu melengkungkan senyum, dengan kepalanya yang menggeleng kecil.

"Nazwa imut banget kalo lagi tidur."

Deven mengulurkan tangan kekarnya, menarik pipi Nazwa yang masih memiliki lemak bayi. "Hei, bangun."

"Ngh ...."

"Bangun, Naz."

Tirai mata Nazwa perlahan terbuka, menampilkan manik hitamnya yang indah.

"Deven?" ujar gadis itu dengan suara serak. Sudah berapa kali Deven datang ke kelasnya? Empat kali. Sudah berapa kali Nazwa mengusirnya? Empat kali juga. "Ngapain? Ngajak makan lagi?" tembak Nazwa.

"Hm, lo nggak laper emang? Istirahat kok, tidur mulu."

"Suka-suka gue, dong, mau ngapain."

Mendengar itu Deven berdecak. "Ayok makan," paksa cowok itu sembari menarik tangan Nazwa.

"Enggak mau, gue masih mau tidur!" tolak Nazwa galak.

"Tidur nggak bakal bikin lo kenyang!" ketus Deven. Dia kembali menyeret Nazwa seolah sedang menyeret domba.

"Kok, dia ngeselin, sih?!"

Nazwa memutar-mutar pergelangan tangannya yang dicekal Deven, berharap bisa terlepas dari cowok itu. Tapi nihil, justru tangannya terasa sakit.

Identity [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang