27 . Kebenaran

339 39 4
                                    

Happy reading
.
.
.
.

Keempat gadis baru saja keluar dari kelasnya untuk menuju kantin. Namun, dipertengahan jalan mata mereka terbelalak dan merasa tak percaya dengan apa yang mereka lihat.

"Ini kita lagi mimpi barengan atau gimana sih?"celetuk Anis dengan tangan yang menepuk pipinya.

"Gak mungkin kan? Bilang sama Cila kalau ini mimpi"ucap Cila dengan nada bergetar. Memang sejak kejadian beberapa hari lalu moodnya mudah berubah ubah, dan dia jadi gampang menangis.

"Lah, kok mau nangis. Perasaan dulu Cila pemberani"ucap Tias tertawa.

Ya mereka adalah Cila dan ketiga temannya. Mereka berhenti tepat ditengah koridor menyaksikan geng Riri yang ada diujung sana, tepatnya berjalan kearah mereka.

"Woy, ada apa ini"teriak Budi dengan badan yang menyembul disamping Tias dan diikuti oleh Adito.

"Buset. Bukannya tu orang uda didepak?"tanya Budi dengan kepala yang menoleh ke Anis.

Merasa ada yang mengajak berbicara Anis menoleh kesamping dan betapa kagetnya ia saat wajah jelek Budi tepat didepan matanya.

"Budiiiii! Jauhin wajah lo!"teriak Anis kencang membuat telinga mereka pengang plus wajah Budi basah.

"Buset. Wajah ganteng gue kena liur lo"teriak Budi kesal.

"Ehem"deham Riri dengan tangan yang menyilang di depan dadanya dan diikuti oleh temannya.

"Ehem"deham Adito keras lalu menarik tangan Cila untuk menuju kantin meninggalkan manusia buluk itu diikuti oleh yang lain.

"CILA"teriak Riri marah dengan wajah memerah.

"APA!"balas Cila dari kejauhan.

"Wahh, songong tu bocah"kekeh Karin sinis.

Kenapa mereka kembali? Jawabannya karena orang tua mereka mohon-mohon agar mereka tetap lanjut karena sudah kelas 3. Dan karena malas berdebat Aris pun menyetujuinya, asalkan mereka tak mengganggu mantu kesayangannya.

****

Pulang sekolah Cila tak langsung menuju rumah. Siang ini ia berencana untuk menyusul Rafa dikantor. Saat ini Cila sedang duduk dihalte menunggu bus, atau taksi atau apalah yang lewat duluan. Kenapa ia tak dijemput Rafa atau supir? Karena ia tak ingin, katanya sih mau mandiri.

Cila duduk dengan beberapa siswa lain, sambil bermain ponsel Cila menengok kanan kiri apakah bus atau angkutan umum lainnya sudah lewat atau belum. Namun beberapa menit kemudian tak ada yang lewat, jantungnya berdetak karena terserang ketakutan tiba-tiba.

"Aish gimana ini"

Suara motor berhenti tepat didepan Cila. Matanya mendongok untuk melihat. Ternyata ada cowok tampan dan satu sekolah dengannya. Pria itu menatap Cila lalu tersenyum manis.

"Dek, mau abang anter, gak?" tawar pemuda itu.

Cila menggeleng karena takut. Nanti kalau dia diculik, atau dibunuh dan diambil organ tubuhnya gimana? Ah Cila tak mau itu terjadi.

"Ayo mumpung free, gue orang baik. Lagian lo kayak anak ilang gue liatin dari tadi" pria itu terkekeh sendiri.

"Kamu gak bakal culik,Cila, kan?" tanya Cila memastikan.

Pemuda itu mengangguk. Namanya Radit, seangkatan dengan Cila. Karena badan Cila yang mungil dan wajahnya yang kek bocil banget membuat Radit memanggilnya adek.

"Gak tipu-tipu kan?" tanya Cila sekali lagi.

***

Cila sampai dikantor Rafa dan langsung berlari memasuki ruangan suaminya. Ia tiba dengan selamat disini karena menerima tawaran pemuda bernama Radit tadi. Cila pikir dia akan beneran diculik, ternyata diantar dengan selamat plus gratis.

CILLAFATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang