KRS 16💕

75 37 6
                                    

Melody berjalan menyusuri jalanan, ia ingat jalan yang ia lalui tadi bersama Bara, ia ingin pergi kesini karna tadi ia sempat melihat tukang ketoprak makanan kesukaannya.

"Mang ketopraknya 1 yah, yang pedes" Ucap Melody kepada penjual ketoprak tersebut.

"Siap neng"

Melody berjalan menuju meja yang di sediakan disana, tempat ini cukup nyaman dan strategis menurutnya, meskipun di pinggir jalan, tapi tempat ini cukup ramai.

Melody tak pernah malu makan di tempat seperti ini, menurut Melody, kenapa harus malu jika di pinggir jalan dan tempat mewah pun sama saja, yang membedakan hanya harga, orang yang so kaya, dan so jijik. Banyak kuman, debu, polusi, dan semacamnya padahal mereka saja belum tau apa makanan mewah yang mereka makan sudah terjamin bersih dan jauh dari hal apapun? Tidak ada yang akan menjamin hal itu.

"Ini neng, silahkan di makan"

Melody terlonjak mendengar ucapan yang tiba-tiba ada di sampingnya "Ahh, iyaaa makasih"

Melody menyantap makanan tersebut dengan penuh nikmat sesekali ia melihat jalanan dengan orang orang dan kendaraan yang terus berlalu lalang. Tak terasa ternyata ketoprak yang Melody makan sudah habis, Melody bangkit lalu membayar makannnya.

Ia kembali berjalan, menyusuri jalanan kota Bandung, tempat kelahirannya, tempat yang ingin dan banyak sekali orang yang mau menetap atau bahkan hanya sekedar berkunjung ke Bandung, banyak tempat indah yang ada di kota ini. Melody tak pernah ingin pergi dari sini, karna bagaimana pun ia sangat cinta kepada kotanya ini, Bandung sangat indah!.

Namun perlahan senyum Melody luntur saat ia melihat seseorang yang beberapa hari ini selalu ada dalam benaknya.

"Devan?" gumamnya, namun bukan itu yang membuat senyum Melody hilang melainkan seorang perempuan yang berada di jok belakang motor Devan.

Melody tersenyum miris, memang harusnya ia tidak terlalu menaruh rasa kepada lelaki yang bahkan baru ia kenal beberapa minggu ini. Ia terlalu lemah dalam menyikapi hatinya, berlabuh sesukanya, hingga pada akhirnya ia harus terluka bahkan saat ia belum memulai semuanya.

Harusnya Devan juga berprilaku biasa saja terhadap Melody, Jika seperti ini? Kenapa kemarin dirinya harus repot-repot membawa Melody kesuatu tempat dan menanyakan hal yang sangat tidak penting menurutnya, bahkan saat itu Melody berpikir jika Devan memang benar menyukainya.

"Emang harusnya dari awal gue biasa aja sama sikap lo, Dev" Gumam Melody.

Melihat Devan tertawa bersama perempuan itu membuat hati Melody sedikit sakit. Apa mungkin sangat sakit? Melody menarik nafasnya dalam-dalam, jika sudah seperti ini, apa yang harus Melody lakukan? Tidak ada! Melody hanya perlu berprilaku seadanya tidak usah terlalu membawa perasaan.

Melody mengambil hp yang ia simpan kedalam tasnya, ia harus menghubungi seseorang.

"Hallo, jemput Melody sekarang, di deket tukang ketoprak yang ga jauh dari rumah ka Aldo"

Tutt

Melody menelepon Bara untuk menjemputnya, moodnya ancur seketika.

*******

"Van" Devan menjawab dengan gumaman "Kenapa ga kita coba perbaiki lagi semuanya?"

Devan melirik kearah Renata "Gada yang perlu kita perbaiki,  Ren, cukup jadi teman aja yah?"

"Tapi aku gabisa kalo kaya gini, Van" Renata menatap Devan dengan penuh harap, Devan menghela nafas.

"Tapi aku yang gabisa mencoba lagi sama kamu, aku berusaha berdamai dengan masalalu dengan cara ini! kita temenan" Jelas Devan.

"Aku tau dulu aku ga nurut banget sama kamu, aku menentang semua ucapan kamu, tapi sekarang....." ia menatap Devan dengan penuh yakin lalu menggenggam tangan lelaki itu "Aku ingin mecoba memperbaiki semuanya, aku ingin kita seperti dulu lagi, aku ingin kita terus sama-sama, Van"

Devan melepaskan tautan lengan Renata dengan lembut, ia tak ingin menyakiti perempuan itu "Harusnya dari dulu kamu lakuin itu, dari dulu saat pertama aku ga suka kamu melakukan hal yang aku larang" ia menatap mata Renata "Sekarang aku gabisa, kita temenan aja yah? Aku lagi berusaha untuk cari kebahagiaan ku lagi, tapi bukan dengan kamu, Ren"

Renata terisak, ini memang salahnya, dulu ia menyia-nyiakan Devan, tetapi setelah lelaki itu memutuskan untuk mengakhiri semuanya hidup Renata seakan hampa, tak ada lagi seseorang yang memberikan lelucon receh kepadanya, tak ada lagi yang perhatian kepadanya, meskipun ada Kakaknya, namun itu berbeda, ia hanya ingin Devan.

"Udah yah? Mending sekarang kita pulang, aku udah turutin mau kamu buat jalan-jalan" ucap Devan yang di angguki oleh Renata.

Devan bukannya ingin memberikan harapan kembali kepada Renata, ia hanya ingin baik-baik saja bersama perempuan yang sempat mengisi hari-harinya, ia tak ingin ada dendam, meskipun Renata telah menyakiti perasaannya.

********

"Tadi katanya bisa pulang sendiri, giliran di izinin malah minta di jemput" ucap Bara saat ia dan Melody sudah sampai dirumahnya.

Jujur saja tadi Bara cemas saat Melody mengabarinya apalagi suara Melody yang jelas sekali berbeda dari biasanya. Bara langsung pergi dari rumah Aldo untuk menjemput Melody, bahkan ia tak sempat berpamitan kepada mereka, karna ia takut terjadi sesuatu kepada Melody.

"Yaudah sih, kalo ga ikhlas gausah jemput aja tadi" kesal Melody.

Bara melihat kearah Melody lalu berjalan menghampiri gadis itu, Bara duduk disebelah Melody "Bukan gitu, Abang takut kamu kenapa-kenapa, Mel" ucap Bara dengan sorot mata yang lembut namun tersirat kecemasan di dalamnya.

Rasa kesalnya hilang seketika, berganti dengan rasa haru, ia menatap Bara penuh kasih sayang, Bara selalu melakukan yang terbaik untuknya, sosok Kakak yang sempurna bagi Melody. Melody bergeser lalu memeluk Bara sangat erat "Melody sayang Abang"

Bara tersenyum, mengelus surai lembut milik Melody lalu mengecupnya dengan penuh kasih sayang "Abang lebih sayang kamu, Mel"

Melody mengeratkan pelukannya kepada Bara, ia menyayangi Bara lebih dari apapun, meskipun ia sering kali bertengkar dengan Bara, namun rasa sayang diantara mereka tidak akan pernah pudar.

*******

KISAH REMAJA SMK (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang