--- track 6
---
---
Bagi Chan, hidupnya adalah kumpulan potongan-potongan kisah dengan awal dan akhir yang berbeda-beda.
Salah satu contohnya adalah, sekitar sebulan yang lalu ia bertemu dengan seorang pemuda yang tengah melarikan diri dari acara pernikahan dengan cara yang tak begitu baik. Dan baru saja 2 hari yang lalu kisah itu berakhir dengan pemuda itu yang pulang kembali ke rumahnya.
Apakah Chan merindukan Minho?
Entahlah.
Tapi jika kebiasaan barunya yang tanpa sadar menatapi pintu bercat putih bekas kamar pemuda itu bisa dikategorikan sebagai rindu, maka jawabannya adalah iya.
Hari ini adalah hari senin, hari pertama setelah pekan sebelumnya berakhir. Chan tak pernah tahu potongan kisah apa lagi yang akan ia mulai hari ini. Entah itu baik atau buruk, yang pasti, saat tangannya bergerak membuka pintu ruangannya di kantor, ia bersumpah kisah yang ia mulai kali ini harus berakhir dengan baik.
Karena ia menemukan Minho di sana.
Berdiri menyambutnya, tersenyum padanya, dan ini nyata bukan halusinasinya semata.
Karena saat tubuhnya kini spontan menarik pemuda itu ke dalam pelukannya, ia bisa merasakannya, ia bisa menghirup kembali aroma manisnya, dan ia bisa merasakan detak jantung mereka yang saling berpacu.
"Apa ini?" bingung Minho di sela pelukan mereka.
Chan tak begitu yakin apa yang Minho pertanyakan, tapi kali ini ia mencoba untuk bisa mengerti secara lebih baik terhadap pemuda ini, tanpa menjawab pertanyaan dengan pertanyaan seperti kesalahan yang sering ia lakukan dulu.
Maka dari itu ia langsung menjawab, mengikuti apa suara hatinya, "Ini pelukan dari seorang ayah."
---
---
---
Rantang bekal itu ditata satu persatu secara rapi di atas meja. Chan sesekali menatap si pemuda yang nampak sibuk dengan peralatan makan yang tengah ia siapkan untuk mereka berdua. Kini ia nampak merogoh-rogoh tas bekalnya seperti sedang mencari sesuatu.
Atau memang sedang mencari sesuatu.
"Om.. Kayaknya aku bawa sendoknya cuma satu deh,"
Mereka mengalihkan tatapan mereka secara serentak pada sebilah sendok yang sedari tadi sudah digenggam Chan.
"Kalau begitu, kita pakai sendoknya sama-sama." celetuk Chan asal.
"H-hah? Mana bisa." Minho refleks menggaruk kepalanya yang tak gatal, sejenak merutuk dalam hati mengapa ia jadi tergagap.
"Yasudah.. saya akan telpon Jillian dan menyuruhnya mengambilkan sendok di cafetaria." final Chan seraya merogoh ponsel di saku jasnya.
Minho hanya diam menunggu saat Chan tengah menyelasaikan urusannya dengan sang asisten perihal sendok itu. Dan saat Chan kembali meletakkan ponselnya ke dalam saku jasnya, Minho seketika melirih, "Maaf.."
Chan hanya memandang heran mengapa Minho tiba-tiba meminta maaf, untuk apa? Untuk sendok? Namun karena Chan tak ingin ia salah memberikan tanggapan dan berujung mereka yang bertikai seperti yang terjadi dahulu-dahulu, maka ia hanya berdehem dan memilih mencairkan suasana dengan bertanya.
"Kamu membuat ini semua sendiri?"
"Engga."
"Beli?"
KAMU SEDANG MEMBACA
P.O.U (playlist of us) | Banginho✔
General FictionChan dengan karakternya yang dingin dan tegas harus menerima kenyataan jika Minho dengan segala masalah yang dibawanya perlahan-lahan masuk dan menjadi bagian dari kehidupannya. Namun, perlahan ia menyadari, semua tentang Minho tak selamanya buruk...