Intro

1.1K 266 15
                                    

--- Intro

---

---

Chan melangkahkan kakinya menuju ruangannya, selama di perjalanan tak sedikit pegawai yang berpapasan dengannya dan sekedar membungkuk memberi salam, namun semua total ia abaikan.

Jillian yang mengekor tentu tahu jika suasana hati tuannya itu saat ini sedang tidak baik. Walau ia tak tahu apa yang sudah terjadi, tapi ia telah menduga ini ada kaitannya dengan si pemuda Lee.

Namun ia tak bisa berbuat apa-apa saat Chan memerintahnya untuk berhenti di sebuah halte di tengah perjalanan tadi dan dengan tega menyuruh Minho turun dari mobil.

"Tolong beri tahu semua karyawan untuk tidak menggangguku hari ini." ujar Chan pada Jillian seraya menyambut tasnya lalu melangkah masuk ke ruang kerjanya, menutup pintu dengan bantingan lalu menguncinya.

Jillian yang masih berdiri di luar ruangan itu tentu tak tahu jika Chan kini sudah meluruh di kursi kebesarannya, menelungkup di meja kerjanya dengan berurai air mata.

Air mata yang mati-matian ia tahan sedari tadi.

Air mata yang sama menyakitkannya dengan yang ia alami 6 tahun yang lalu.

Ketika takdir begitu sadis merenggut nyawa istri dan calon anaknya ketika ia baru saja merasakan indahnya memiliki sebuah keluarga kecil.

Ia sudah nyaris melupakan semua luka itu, hingga seorang pemuda pembawa masalah yang tiba-tiba masuk dalam kehidupannya tanpa permisi mengusik kembali bagian kecil dari masa lalunya. Sebuah playlist yang ia buat bersama Sana, mendiang istrinya.

Yah, setidaknya Chan benar-benar mengira ia sudah hampir melupakan Sana. Tapi air matanya kini jelas berkata lain. Ia rupanya masih tak rela dengan semua takdir itu.

Kemudian, seakan bergerak sendiri, tangannya perlahan meraih sebuah tablet milik mendiang istrinya yang selama ini tersimpan apik di bagian terdalam laci meja kerjanya, demi menemukan potret cantik wanita itu yang terpasang sebagai background layar utamanya. Berdiri di sebuah taman dengan balutan gaun indah, tak lupa tangannya yang nampak tengah mengelus perut membesarnya. Menunjukkan pada siapa pun yang melihat foto itu, jika di dalamnya ada sebuah kehidupan.

Buah cintanya bersama Chan.

Maka, ketika si pria dewasa sibuk berlarut dalam luka masa lalunya, di sisi lain, si pemuda pembawa masalah nampak duduk menunduk di bangku sebuah halte.

Minho menatap kosong layar hitam ponselnya yang kehabisan daya. Sialnya, ia tak begitu tahu daerah ini dan membuatnya terpaksa tetap duduk di halte itu dari pagi hingga kini sudah menjelang tengah hari. Mengabaikan perutnya yang sedari tadi menjerit kelaparan.

Mengapa tidak memutuskan untuk menanyakan arah pada orang?

Pun jika Minho tahu kemana arah yang akan ia tuju, ia tak punya pilihan lain selain berjalan kaki. Karena demi Tuhan, ia sudah tak punya uang barang sepeser pun untuk sekedar membayar uang transportasi, apalagi untuk membeli makan.

Bagus, sekarang ia sudah sukses jadi gelandangan.

Tak apa, ini masih mending daripada ia harus tinggal di rumah mewah ayahnya, namun hidup dalam kekangan dan paksaan. Jika ia adalah tipe orang yang penurut seperti kakaknya, Juyeon, mungkin ia tak akan masalah. Tapi nyatanya dirinya menyukai kebebasan, bukan maksudnya ia tak ingin ayahnya sama sekali tak mempedulikan hidupnya. Hanya saja, Minho ingin ayahnya bisa memberinya sedikit kesempatan untuk memilih sendiri beberapa keputusan seperti masalah sekrusial karir dan pekerjaan.

Alih-alih tentang jodoh.

Baik. Untuk sekarang cukup dulu memusingkan masalah itu, yang tak akan ada habisnya. Apa ia akan berdiam di sini saja sampai besok?

P.O.U (playlist of us) | Banginho✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang