--- track 14
---
---
Chan benar-benar menepati janjinya.
Saat itu waktu masih menunjukkan pukul 8, semilir angin pagi menjelang musim dingin bahkan terasa masih kentara. Bersama Jillian, ia melangkah masuk ke kediaman keluarga Lee setelah sebelumnya mereka dipersilahkan masuk oleh salah satu pelayan di sana.
Begitu menginjakkan kaki di kediaman itu, Chan langsung disambut oleh suasana rumah yang sepi. Usut punya usut, Jongsuk dan Rachel ternyata memang sudah tidak di rumah sejak kemarin, mereka memutuskan menginap di hotel yang lokasinya cukup dekat dengan gereja yang akan dijadikan tempat pernikahan mereka. Sedangkan Juyeon, menurut penuturan salah satu pelayan, belum pulang sejak tadi malam, entah pergi ke mana.
"Lee Minho."
Chan mengetuk pintu berwarna putih gading di hadapannya. Seorang pelayan telah mengarahkannya menuju kamar ini, sedangkan Jillian ia perintahkan untuk menunggu di ruang tengah.
"Minho." Chan kembali mengetuk pintu itu setelah tak mendapat jawaban pada ketukan pertamanya, namun hasilnya sama, tidak ada tanda-tanda kehidupan terdengar. Takut terjadi sesuatu, Chan akhirnya mencoba memberanikan diri memutar kenop pintu.
Dan ternyata tidak dikunci.
Pemandangan pertama yang tertangkap netranya adalah suasana kamar yang cukup terang. Di atas tempat tidur pun tidak nampak ada gundukan manusia, membuat Chan seketika mengernyit;
Apa mungkin ia salah kamar?
Tapi nyatanya ia diarahkan ke sini tadi.
Hingga akhirnya sebuah suara dari arah balkon kamar itu menarik perhatiannya, memang sedari tadi Chan sudah agak curiga dengan keadaan pintu balkon yang setengah terbuka itu, namun sebagian besar tirai yang masih tertutup membuatnya tak bisa memastikan apakah Minho benar ada di sana.
"Minho?"
Chan menyeru sekali lagi sebelum akhirnya ia memutuskan mengabaikan tata kramanya untuk sementara dan melangkah masuk ke ruangan itu tanpa permisi.
Setelelahnya, sebuah senyum kecil seketika menghiasi paras pria 33 tahun itu begitu ia menemukan Minho memang benar sedang ada di balkon, nampak asik memegang sebuah gembor berukuran sedang dan menyirami beberapa tanaman dalam pot yang tersusun di sebuah rak. Chan juga bisa mendengar pemuda itu sesekali bersenandung kecil mengikuti irama lagu dari sepasang earphone di telinganya.
Ah, pantas saja Minho tak bisa mendengar seruan Chan.
"Kamu yang menanam ini semua?" ujar Chan, berdiri mengambil posisi di sebelah Minho, walau ia tahu pertanyaannya mungkin tak akan terdengar, tapi ia berhasil membuat pemuda itu terkaget-kaget begitu menyadari kehadirannya, dan sebenarnya memang itu tujuannya.
"Om Chan?!! Sejak kapan om ada di sini?!" cerca Minho dengan nada setengah kesal, sebelah tangannya bergerak melepas earphonenya asal.
Ia memang sangat ingin bertemu Chan dan begitu menunggu-nunggu kedatangannya, tapi jika begini caranya siapa yang tidak kesal?
"Saya sudah mengetuk pintu, menggedor, bahkan membawa rombongan marching band untuk memanggil kamu, tapi kamu tidak kunjung menjawab jadilah saya memutuskan menerobos untuk masuk." jelas Chan setengah bercanda.
Sebenarnya itu tidak begitu lucu, tapi mengingat yang mengatakannya adalah Chan yang selama ini ia kenal sangat kaku, Minho tentu tak akan kuasa menahan kikikan gelinya.
"Om, kangen aku ga?"
---
---
---
KAMU SEDANG MEMBACA
P.O.U (playlist of us) | Banginho✔
Fiksi UmumChan dengan karakternya yang dingin dan tegas harus menerima kenyataan jika Minho dengan segala masalah yang dibawanya perlahan-lahan masuk dan menjadi bagian dari kehidupannya. Namun, perlahan ia menyadari, semua tentang Minho tak selamanya buruk...