FILL ME - Koo Junhoe & Kim Jiwon [Completed]

Special Chapter 2 - Big Baby

Hari ini perasaan June sedikit mellow, karena teman dekat di kantor yang sudah seperti saudara baginya— Martha, memutuskan resign karena alasan hamil. Sejak ia hamil muda, tubuhnya memang sangat rentan. Ia bisa sangat pucat atau tiba-tiba lemas sekali kalau sudah kelelahan. June bahkan sudah hampir empat kali membawa Martha yang hampir pingsan ke rumah sakit.

Ia tidak pernah menghadapi orang hamil sebelumnya, maka dari itu ia cukup bingung dan canggung, apalagi ketika disangka sebagai suami dari Martha dengan embel-embel, "wah suaminya masih muda ya, bu."

"Mbak, kamu yakin?"

Martha yang sedang membereskan berkas dan juga sisa pekerjaannya menoleh sebentar, ia maklum karena June memang hanya dekat dengannya. Bukan berarti dengan yang lain tidak, namun hanya dengan Martha dia bisa meluapkan apapun. Ketika kesal dengan Bobby, ketika pekerjaannya sudah hampir bertemu deadline namun ia masih diminta kesana kemari, ada Martha yang mau menolongnya dengan senang hati walau sebenarnya setelah itu Martha akan meminta di traktir makanan yang sedang ia inginkan.

Dan juga, siapa lagi yang bisa menemani June makan dengan tanpa takut gemuk?! Hanya Martha yang tidak ribet tentang penampilan. Ya karena memang tubuhnya tidak gampang menggemuk juga sih. Mereka benar-benar bisa menghabiskan waktu hampir empat jam hanya untuk sekedar mencicipi kue atau hidangan baru di tempat-tempat yang sedang hits belakangan ini.

"Iya, Jun... Keponakanmu enggak mau aku ajak kerja kayaknya. Aku kewalahan banget." katanya mencoba membuat June maklum, "kapanpun kamu mau main kerumah datang aja ya. Aku juga masih pengen diajak jalan-jalan hunting kuliner sama kamu."

Apalagi yang bisa June lakukan selain menerima?
Toh memang dia tidak ada hak sama sekali, bukan? Jadi sekarang porsinya adalah tetap mendukung apapun keputusan sahabatnya itu.

***

"By." tegur June dengan posisi yang masih tiduran di paha Bobby, sedangkan laki-laki itu sedang sibuk mengerjakan sesuatu di ponselnya, mungkin sedang mengedit beberapa laporan yang salah karena sebelum ini Bobby mendapat telepon dari Hanbin tentang laporan upah dan lembur yang keliru. Sudah akhir bulan, sudah waktunya menghitung gaji para karyawan.

"Ya..." ia hanya menjawab pendek namun tangannya mengelus rambut June walau hanya sebentar.

"Mbak Martha resign." June bangkit dari tidurnya, ia lalu mulai cerita tentang kegundahan hatinya itu. Bobby meletakkan ponselnya demi mendengarkan cerita laki-laki manisnya itu dengan lebih seksama.

Kemudian Bobby menarik tangan June, menuntun June untuk duduk dipangkuannya, sambil tangannya tetap mengelus punggung June, ia menempelkan dahi mereka berdua.

"Mbak Martha punya keputusannya sendiri. Mau bagaimanapun kalian dekat, kamu harus bisa maklumin mbak Martha. Lagi juga emang kamu mau liat mba Martha kepayahan terus? Nanti kalau yang di perut kenapa-kenapa gimana?" June mendengarkan kalimat Bobby. Tentu dia tidak mau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Bobby paham sekali dengan June yang sulit beradabtasi dengan orang baru, apalagi posisi yang digantikan adalah teman dekatnya. "Aku izinin kamu mau nyamperin mbak Martha tiap weekend deh. Tapi aku yang anter jemput. Oke?"

"Kalau mau jalan-jalan?"

"Jangan naik bus." Bobby sudah hapal June luar dalam. Laki-laki manisnya itu lebih senang menggunakan kereta dan bus, kemudian menyumpal kupingnya dengan headset lalu membaca buku kesukaannya, ketimbang harus menaiki taxi online dengan keadaan yang mengharuskan dirinya hanya berdua saja dengan driver yang tidak ia kenal sama sekali.

June menyunggingkan senyum bahagianya lalu mencium ujung hidung Bobby, "terima kasih..." katanya lembut.

Bobby masih belum terbiasa sebenarnya dengan serangan tiba-tiba begini, sungguh, ia lebih mampu menerima June dengan sikap sengitnya yang memusingkan kepalanya, ketimbang harus menerima June dengan mode manis dan lembut seperti ini. Karena bisa dipastikan bukan hanya kepalanya yang pusing.