Dalam tidur, aku mendengar sirene yang memecahkan telinga. Bunyi itu begitu mengganggu hingga secara spontan aku menutup telinga rapat-rapat. Tapi nyatanya tidak membantu sama sekali, tidurku tetap saja terganggu.
"BANGUN!"
Sebuah pekikan mampu membuat mataku membola. Di ambang pintu, aku melihat laki-laki berdiri dengan membawa pengeras suara. Aku mengerjap juga mengucek mata sekali lagi. Mencoba memfokuskan objek yang kulihat.
"Sepuluh menit lagi gue tunggu di halaman belakang. Jangan sampai ada yang telat!" titahnya sambil mengebrak pintu lalu pergi begitu saja.
Dari yang kulihat, aura laki-laki tadi begitu berbeda dari orang yang pernah kutemui. Begitu dingin dan menakutkan, tanpa sedikit senyum di wajahnya.
"Ayo bangun, girls! Hari ini adalah hari pertama kita sama mereka. Jadi kita harus semangat," seru perempuan yang ada di samping kasurku.
"Ya, semangat!" Seseorang di depanku juga menyahut.
Siapa mereka? Aku tidak mengenal mereka. Aku dimana? Mengapa bisa satu kamar dengan mereka?
Aku perhatikan seluruh isi ruangan dari sudut ke sudut. Di kamar ini ada tiga kasur kecil dan beberapa pajangan. Sangat minimalist tapi furniturnya mewah. Huft ... aku bingung menggambarkannya. Yang jelas aku suka nuansa ini.
Aku terperangah tatkala melihat jam dinding yang masih menunjukkan pukul 5.20 pagi. Rasanya mataku ini masih berat, masih ingin tidur lagi.
"Nara, ayo!" Perempuan yang ada di depanku berseru.
Aku belum mengenalnya tapi kenapa dia sudah mengetahui namaku. Dan aku putuskan bertanya, "Kamu kenal sama aku?"
Dia tersenyum lebar. "Ya kenallah. Kedatangan lo kan emang udah ditunggu-tunggu."
"Maksudnya?"
Dia mengembus napas. "Oke. Hai Nara, gue Areum. Lo emang baru dateng kemarin malam dan belum sempet kenalan sama kita-kita. Tapi tenang aja, gue akan jelasin semuanya nanti."
Ucapan Areum semakin membuat bingung. Aku menggaruk kepala belakang yang tak gatal. Baru saja datang kemarin malam. Aku lupa akan hal itu. Sebenarnya aku berada dimana? Aku benar-benar lupa atau memang nyawaku belum terkumpul sempurna. Ah, sudahlah. Ini bukan waktu yang tepat untuk menerawang jauh.
"Dari pada kebanyakan ngobrol mending siap-siap deh. Kalian gak mau kan kena marah?" ujar dia—rambut sebahu— yang baru keluar dari kamar mandi.
Di atas selimut, aku mendapati kaus putih beserta celana training biru tua yang sama dengan perempuan tadi. Tak ada bet atau nama almamater, hanya ada nama di bagian punggung dan garis biru tua di sisi lengan.
Aku menyibak selimut dan segera masuk ke kamar mandi. Suara gaduh tiba saat dua orang asing—mungkin lebih tepatnya teman sekamarku tadi—yang mulai panik mencari barang pribadinya.
Sayup-sayup aku juga mendegar suara sirene dari luar kamar. Sudah jelas, pasti orang yang sama yang melakukannya. Biarkanlah, sekarang aku hanya harus bersiap.
Setelah mempersiapkan diri, aku dan dua perempuan tadi berlari ke halaman belakang. Aku yang masih asing dengan tempat ini hanya mengikuti tanpa banyak bicara.
Dari koridor bahkan anak tangga sudah kulewati. Aku tidak hentinya memperhatikan tempat yang besar nan mewah ini. Banyak sekali ruangan yang tersedia. Entah apa fungsinya, tapi sepertinya sangat penting.
Kami tiba di pintu yang mengarah keluar. Sejuk, kata pertama yang terlintas dalam pikiranku tentang apa yang aku lihat. Halaman belakang yang sangat luas dan hijau. Mungkin luasnya hampir sama dengan lapangan bola basket. Udara pagi yang segar bercampur air embun kuhirup dalam-dalam. Di sini terdapat dinding tinggi kokoh yang menyelimuti gedung dari dunia luar.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] 𝐌𝐘 𝐃𝐑𝐄𝐀𝐌
Fanfiction𝐒𝐄𝐑𝐈𝐄𝐒 𝟏 ↪ 𝐟𝐭. 𝐄𝐍𝐇𝐘𝐏𝐄𝐍, 𝐂𝐡𝐨𝐢 𝐘𝐞𝐨𝐧𝐣𝐮𝐧 "Kak, ini cuma mimpi kan? Ayo jawab!" Mimpi dan kenyataan adalah dua hal yang kadang saling bertentangan. Namun di setiap mimpi akan ada hal baik dan buruk yang bisa dijelaskan. Dan pa...