Berjalan bersama orang yang tidak dikenal merupakan hal yang mencemaskan. Rasa khawatir dan takut pasti menyeruak dalam dada. Namun, aku yang tidak tahu harus bagaimana masih saja menurut.
Sebelumnya aku sudah mengatakan jika Jay menyuruhku datang lebih cepat. Agar tidak membuang waktu, aku pun harusnya berlari. Akan tetapi, ia malah menyuruhku untuk berjalan seperti biasa. Ia bilang tidak ingin aku kelelahan.
Jika diulang adegan saling menatap tadi. Aku merasa tidak asing. Wajahnya seperti seseorang yang sudah lama kurindukan. Seseorang yang selalu aku tunggu kehadirannya untuk pulang.
Aku terus mengikutinya sampai di depan barisan trainee yang masih melakukan pemanasan. Sontak, semua orang mengalihkan perhatiannya pada kami berdua.
"Bang, ngapain ke sini?" tanya Niki yang baru saja menyadari kehadiran kami.
"Gak boleh?"
"Boleh tap-"
Belum selesai Niki bicara, Jay datang dari samping dan langsung menyela, "Kenapa bisa sama dia?"
"Tadi waktu di jalan berkas gue tercecer. Terus enggak sengaja ketemu. Jadi dia bantuin gue dulu makanya datang ke sini telat."
Apa katanya tadi? Ah, aku paham sekarang. Mungkin saja dia tahu Jay akan marah karena aku melebihi waktu yang diberikan. Tapi karena tindakannya ini membuat Jay segan untuk menegur apalagi memarahiku.
"Masuk barisan gih," titahnya padaku. Dengan tersenyum tipis aku menanggapinya, lalu berjalan menuju barisan paling belakang.
"Jay, Niki, gue tinggal ya. Ingat jangan galak-galak." Sehabis meninggalkan pesan ia melangkah pergi. Tapi dia masih sempatnya melempar senyum ke arahku lagi.
"Lain kali pakai name tag-nya. Ini berlaku juga buat yang lain. Kalo sampai lupa akan dapat hukuman," ujar Jay.
"Oke lanjut, buat yang lain sekarang lari sepuluh keliling. Buat Nara pemanasan lima menit. Setelah itu ikutan lari sama yang lain," titah Niki.
Tunggu. dia baru saja memanggil namaku? Ah tentu saja, dia kan sudah melihat name tag yang kukenakan.
Tanpa banyak bicara aku melakukan yang mereka perintah. Mulai dari pemanasan sendiri selama lima menit, kemudian lari sepuluh keliling bersama yang lain.
Jay serta Niki mengawasi kami dengan mata elang. Mereka tidak membiarkan kami bermalas-malasan saat berlari. Mereka terus berteriak memanggil satu demi satu nama trainee.
Hanya tinggal tiga putaran napasku terengah-engah, kedua kakiku gemetar hebat. Rasa letih menyusup ke dalam tubuh. Aku memperlambat lari agar sedikit mendapat kelonggaran.
"Fighting!"
"Kalo ada yang males-malesan gue tambah sepuluh putaran lagi," seru Jay. Alhasil semua trainee mempercepat larinya agar cepat selesai. Sementara aku masih mengumpulkan napas serta sedikit memulihkan tenaga.
"Dasar enggak punya perasaan! Seenak jidatnya aja mau nambahin. Aku capek. Tolong ..." aku membatin.
Tiba-tiba seseorang menubruk dari belakang. Aku jatuh terduduk, kedua telapak tangan kujadikan tumpuan di depan badan.
"Ups, sorry." Permintaan maaf yang sangat tidak tulus terucap dari si penubruk. Dia sempat menoleh ke belakang melukis senyum palsu sebelum berlari lagi. Aku melihat nama punggungnya dan itu tertera jelas di sana. Yoora.
"Lo gak papa?" tanya Niki yang sudah berada di sebelah. Dia berjongkok, mensejajarkan tubuh dan terlihat cemas.
"Sini liat." Seketika Niki meraih lenganku lalu menyeka kedua telapak tangan yang sedikit kotor. Aku terenyuh dalam beberapa detik. Sadar akan perlakuan dia yang membuat kami jadi pusat perhatian, segera aku menarik lengan hingga terlepas darinya.
"Gak papa. Makasih," ucapku sebelum berdiri dan melanjutkan lari.
Niki masih di tempat dengan posisi sama. Maksud dia baik tapi aku tidak suka saat semua orang menjadikanku pusat perhatian. Aku bukan siapa-siapa yang pantas untuk itu. Lagipula siapa yang menjamin jika semua orang tidak berpikiran buruk tentang aku maupun dia.
"Bang, istirahat dulu. Kasihan mereka kecapean," kata Niki yang melihat keadaan kami tidak berdaya seusai berlari sepuluh putaran.
"Istirahat dua menit."
Hanya dua menit yang Jay berikan. Bagiku itu tidak cukup untuk memulihkan energi yang terkuras habis. Huft ... tapi apa boleh buat.
Letih bertambah parah bahkan sesak napas menyapa. Secepatnya aku mendaratkan bokong pada rumput segar. Tak peduli kotor atau tidak yang terpenting aku harus duduk.
Aku menyelonjorkan kaki dan kedua tangan bertumpu di belakang tubuh. Pandanganku berjalan-jalan ke segala arah. Mencoba mengamati serta memperhatikan tempat yang aku pijak sekarang. Tempat yang belum pernah aku datangi sebelumnya. Dan tanpa sengaja aku melupakan alasan apa yang membawaku kemari.
Sejurus kemudian, posisi kedua tangan beralih ke depan. Satu per satu sendi jemari tangan aku bunyikan. Seringkali aku melakukannya karena suara itu membuatku kecanduan.
Meski dari jarak yang cukup jauh, manik mataku baru saja bertumbukan dengan manik seseorang. Dia berdiri di ambang pintu yang tadi aku lewati. Dia menyunggingkan senyum manis di bibir. Kemudian mengepal satu tangan di depan dada-seperti sedang memberi semangat-kepadaku. Melihatnya aku refleks tersenyum nyaman.
"NARA!"
Aku tersentak, saat semua orang memanggilku secara bersamaan.
"Woy! Enggak denger tadi gue bilang apa? Bangun!"
Dengan kesal aku mengumpat di dalam hati. Tidak ada bosannya Jay menyentak, terlebih kepadaku. Apa mungkin itu sudah menjadi tabiatnya?
Aku ikut bergabung dalam barisan dan beridiri di sebelah Areum.
"Cari perhatian banget sih," cibir seseorang. Aku tidak tahu suara itu berasal dari siapa. Akan tetapi, aku dapat mendengarnya jelas.
"Sekarang waktunya random dance," kata Niki.
Orang lain bersorak antusias. Lagu pertama yang diputar adalah Chamber 5 (Dream of Dreams). Awalnya aku bingung dan tidak tahu harus apa. Namun melodi yang mengalun membuat tubuhku refleks bergerak. Awalnya juga ragu tapi lama-kelamaan aku menari tanpa segan. Luapan emosiku bercampur pada beberapa lagu yang diputar acak.
Lima belas menit berlalu, Jay menghentikan lagu yang berputar.
"Latihan selesai. Sekarang terserah kalian mau ngapain. Mau sarapan, mandi atau apapun terserah. Tapi jam sembilan nanti ada latihan vokal bareng Heeseung sama Jungwon," kata Jay sebelum pembubaran.
Aku mengikuti trainee lain yang hendak masuk ke gedung. Namun, seseorang tiba-tiba merangkul dan bertanya, "Lo kenapa tadi ngelamun?"
Aku menoleh dan menyadari bahwa ia adalah Hyejin, sahabatku. Dia ada di sini tapi kenapa aku baru melihatnya?
"Enggak, aku gak ngelamun."
"Gak usah bohong, tadi lo liat-liatan sama Kak Jake. Iya kan?" Hyejin menggodaku dengan mengedipkan mata. Selalu saja seperti itu. Dasar usil!
Tunggu! Jake? Oh, mungkin nama laki-laki yang tersenyum padaku tadi.
"Ngaco. Udah deh enggak usah ngomong sembarangan. Aku mau mandi, lengket semua nih badan kena keringet. Mau makan juga laper. Tadi kan gak sempet sarapan." Aku beralih menggandeng lengannya.
"Yaelah ngalihin pembicaraan." Hyejin terkekeh mendengarku yang banyak bicara. Dia tahu kebiasaanku saat salah tingkah, banyak bicara tidak jelas dan berbelit.
"Eh, ntar dulu." Hyejin berusaha memperlambat langkah kami.
"Lo kenapa bisa keluar bareng Kak Heeseung?"
"Kak Heeseung? Siapa lagi dia?"
"Aduh gue lupa, lo 'kan trainee baru. Jadi belum semuanya tau. Iya udah deh ntar gue ceritain semuanya. Tapi sekarang masuk dulu." Hyejin beralih menarikku kembali agar segera masuk ke gedung.
"Dari tadi dong cantik."
─────── ⋆。˚ ☁︎ ⋆。˚ ───────
![](https://img.wattpad.com/cover/247903313-288-k751818.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] 𝐌𝐘 𝐃𝐑𝐄𝐀𝐌
Hayran Kurgu𝐒𝐄𝐑𝐈𝐄𝐒 𝟏 ↪ 𝐟𝐭. 𝐄𝐍𝐇𝐘𝐏𝐄𝐍, 𝐂𝐡𝐨𝐢 𝐘𝐞𝐨𝐧𝐣𝐮𝐧 "Kak, ini cuma mimpi kan? Ayo jawab!" Mimpi dan kenyataan adalah dua hal yang kadang saling bertentangan. Namun di setiap mimpi akan ada hal baik dan buruk yang bisa dijelaskan. Dan pa...