Setelahnya aku tidak dapat mendengar apa pun lagi. Sakit. Rasa sakitnya melebihi kejadian pada siang tadi. Aku pun melampiaskannya dengan berteriak.
"Nara!"
"Nara bangun, Ra!"
Aku terbangun dari tidur dengan deru napas memburu tak beraturan. Jantung berdetak tidak pada porsinya, lebih cepat dan lebih kuat. Air mata sudah membasahi pipi. Keringat dingin telah bercucuran hampir di sekujur tubuh.
"Ada apa?" tanya mama yang sudah duduk di sebelah. Lantas segera aku meraih tubuhnya, memeluk dengan sangat erat. Aku takut dan sedih di waktu bersamaan.
"Mimpi buruk ya?"
Pertanyaan tersebut tidak kujawab, terhiraukan begitu saja. Lagi, aku menangis bahkan tubuh ikut gemetar.
"Nggak papa itu cuma mimpi," kata mama sambil terus mengelus hangat punggungku.
Mimpi? Semua itu hanya mimpi? Sungguh, aku tidak percaya dengan mimpi yang sudah kualami. Mengapa semuanya terasa nyata?
Semenit berlalu tangisku berhenti. Mama mengurai pelukan. Beliau menyingkirkan anak rambut di wajahku lalu menyeka sisa air mata yang tertinggal. "Coba ceritain sama Mama, mimpi apa kamu barusan?"
Isakan kecil masih tertinggal dalam diriku. Mama meraih gelas berisikan air putih dari nakas. Aku menerima dan meneguknya cepat.
"Pelan-pelan," tegur mama membuatku menenguk lambat.
Tenang. Harus tenang tapi aku tidak bisa. Tubuhku masih saja gemetar. Bahkan air dalam gelas yang aku pegang ikut berguncang.
"Jangan diambil serius itu cuma mimpi," ujarnya sambil mengelus lembut puncak kepalaku. Diam. Aku hanya bisa membisu tanpa berkata sepatah kata pun. Ketidakpercayaan masih menyelimuti diriku.
Usai minum, aku mengikuti ke mana arah pandangan mata mama. Beliau melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 7.05 pagi. Ternyata tidurku kali ini hampir sepuluh jam. Itu termasuk pencapaian baru, karena biasanya aku hanya tidur 4-5 jam per hari.
Terbesit ingatan kalau semalam aku ketiduran saat sedang menonton. Laptop, handphone dan buku tugasku sudah tertata rapih di meja belajar. Padahal seingatku semalam masih tergeletak begitu saja di atas kasur.
Mama meraih gelas yang aku pegang. Beliau menaruhnya kembali di atas nakas. "Udah sekarang kamu mandi trus sarapan. Mama harus ke kantor sekarang juga karena mendadak ada urusan," ujarnya.
"Hari ini hari minggu 'kan Ma?"
"Mama tau tapi ini urgent sayang," jawab mama sembari meraih tas hitam bermerek miliknya.
"Untungnya baju Mama cuma kena air mata kamu. Coba kalau kotor, Mama pasti harus ganti terus bisa banyak makan waktu deh," ujarnya sembari melirik dan mengibas-ngibas bajunya di bagian bahu. "Ya udah Mama berangkat ya," sambungnya sembari mencium kilat pipi kanan dan kiriku.
"Ma, Kak Yeonjun mana?" tanyaku sebelum mama benar-benar keluar kamar.
"Kakak kamu lagi jogging di taman, kalau Papa ada janji keluar kota sama klien. Paling pulangnya nanti malam. Udah ya Mama berangkat. Dah," ujarnya lalu keluar kamar.
"Hati-hati, Ma." Aku menatap pintu yang tertutup rapat dengan perasaan sendu. Selalu saja seperti ini. Tidak bisakah di hari weekend sepergi ini, aku bersama keluarga menghabiskan waktu bersama seperti kebanyakan orang pada umumnya?
Pening. Aku memijat kening perlahan, mencoba menenangkan badai. Pikiranku kembali pada mimpi yang terjadi barusan. Aku tidak tahu yang tadi itu termasuk mimpi indah atau buruk. Namun, aku tidak suka ending-nya. Itu membuatku menangis pilu.
Aku kembali mengingat detail satu per satu bagian dari mimpi tersebut. Lalu mencoba merangkainya menjadi kisah yang utuh.
Jika tidak salah, di dalam mimpiku ada tujuh trainer, Hyejin dan trainee lain. Lalu ada dua orang yang berkelahi karena sama-sama menyukaiku. Aku tidak ingat pasti untuk dialognya dan selebihnya ingatan yang paling tajam hanya akhir cerita.
"Argh. Makin dipikirin makin pusing. Cukup Nara, cukup!" Aku menepuk-nepuk kening, mencoba menghilangkan mimpi yang sepertinya tidak penting. Kemudian aku beranjak dari kasur dan menuju kamar mandi.
Terlepas dari mimpi tersebut, aku merasa lega dan sangat bersyukur karena tidak dihadapkan posisi sulit itu. Aku berharap semoga hari ini berjalan baik. Tidak ingin jika ingatan dari mimpi tersebut mengganggu aktivitasku.
┊☁┊☁┊☁┊
Setelah mandi dan mempersiapkan diri untuk menghadapi hari, aku segera pergi ke lantai bawah. Aku memperhatikan seisi rumah yang kutempati. Rumah sebesar dan seluas ini hanya diisi oleh beberapa pegawai dan satu keluarga yang penuh kesibukan.
Orang tuaku hanya sibuk bekerja. Aku tahu kerja itu penting. Tapi apa mereka tidak bisa menyisakan satu hari saja untuk anak-anaknya? Walau begitu aku tetap bersyukur masih ada Yeonjun yang menjaga dan selalu memberi cintanya untukku. Tanpa dia mungkin hidupku hampa, kekurangan kasih dan sayang yang nyata.
"Selamat pagi Non Nara," sapa pelayan yang berusia sekitar empat puluh tahunan sembari menyunggingkan senyum. Ia sudah lama mengabdi menjadi pelayan di sini sejak aku masuk sekolah dasar.
Senyum tipis untuknya sebagai balasan dariku. Aku kemudian duduk menghadap meja makan.
"Mau dibuatin apa?"
"Kayak biasa aja," jawabku datar. Ponsel yang ada di tangan kini jadi fokusku. Scroll sosial media di pagi hari itu wajib.
"Non," panggil bibi-aku biasanya memanggilnya seperti itu-membuat aku mendongak. Beliau telah menaruh sarapan di hadapanku. Setelahnya ia tersenyum sembari menaruh telunjuk di masing-masing pipi.
"Hari baik akan selalu diawali senyuman loh, Non."
Aku mencetak senyum paling lebar. "Iya, Bi. Makasih ya udah diingetin."
"Sama-sama, Non. Ohya, tadi Non kenapa teriak-teriak?"
"Habis mimpi, Bi."
"Mimpi buruk Non?"
"Mmm ... bisa dibilang gitu." Susu cokelat di atas meja beralih ditangan dan aku meneguknya perlahan.
Bibi manggut-manggut. "Iya udah, Non lanjut sarapan. Kalau perlu apa-apa panggil Bibi aja. Bibi tinggal dulu mau keluar sebentar."
"Iya silakan."
Setelah kepergian bibi, aku mencomot roti kemudian memasukannya ke dalam mulut. Sembari makan, jariku menari lincah di layar ponsel.
Tiba-tiba saja terbesit nama Hyejin, jadi aku menelfonnya.
"Halo, kenapa Ra?"
"Aku mau cerita boleh ya. Jadi tadi-"
"Siapa by?"
Terdengar suara laki-laki dari seberang.
"By?"
"Hah? Eee ... Ini gue lagi jogging di taman, Ra. Rame banget. Jadi nanti lagi ya ceritanya."
"Oh, oke. Tapi nanti malem kamu dateng ke sini ya, bantuin aku milih baju. Aku mau pergi ke acara tapi bingung mau pake baju apa."
"Malem ini? Sorry gue gak bisa, mau nganter nyokap keluar."
"Oh, ya udah deh."
"Sorry ya"
"Gak papa, dah."
Setelah itu sambungan panggilan terputus. Aku meletakan ponsel di meja. Tangan kananku beralih meraih gelas. Aku menyeruput susu cokelat hangat yang sudah dihidangkan.
"Kira-kira tadi suara siapa ya? Kok kayak nggak asing."
─────── ⋆。˚ ☁︎ ⋆。˚ ───────

KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] 𝐌𝐘 𝐃𝐑𝐄𝐀𝐌
Fiksi Penggemar𝐒𝐄𝐑𝐈𝐄𝐒 𝟏 ↪ 𝐟𝐭. 𝐄𝐍𝐇𝐘𝐏𝐄𝐍, 𝐂𝐡𝐨𝐢 𝐘𝐞𝐨𝐧𝐣𝐮𝐧 "Kak, ini cuma mimpi kan? Ayo jawab!" Mimpi dan kenyataan adalah dua hal yang kadang saling bertentangan. Namun di setiap mimpi akan ada hal baik dan buruk yang bisa dijelaskan. Dan pa...