FICTION
|
|
|
|
|
PRESENT TIME
Donghae tengah menghabiskan waktu siangnya melakukan kegiatan sehari-harinya dengan menggambar sketsa. Impian terbesar yang ia letakkan saat kedua orangtuanya meninggal dalam kecelakan tragis, karena ia harus menggantikan posisi kedua orangtuanya demi adiknya, ia pun juga yang harus menahan kesedihan kepedihan dan rasa bersalah yang menggunung pada kedua orangtuanya karena sebelum kejadian itu terjadi dirinya tengah beradu argumentasi dengan sang ayah tentang mimpinya dan keinginan ayahnya yang berharap besar pada Donghae agar anaknya itu mau meneruskan perusahaan keluarga Lee.
'Pelukis, apa kau dapat hidup hanya dari melukis?'
Hanya satu pertanyaan meragukan bernada konfrontatif membuat Donghae remaja saat itu naik pitam, ia yang selama ini tidak pernah membangkang dan menjadi seorang anak sulung yang penurut dan dapat diandalkanpun saat itu tersulut emosi dan mengatakan bahwa dirinya tak sudi lahir di keluarga yang tak dapat menghargai bakatnya.
Dan sepertinya Tuhan segera mendengar ucapannya.
Takdir membuat Donghae kehilangan kedua orangtuanya, keluarga dan sandaran hidupnya dalam semalam. Bahkan pada kenyataannya setelah kedua orangtuanya telah tiadapun Donghae tetap tak dapat mengejar mimpinya sebagai seorang pelukis, rasa bersalah yang seolah menggerogotinya serta rasa tanggung jawab yang seketika berpindah pada bahunya untuk menghidupi adik satu-satunya membuat Donghae bahkan tak berani lagi memegang pensil dan mencoret bakatnya di atas kertas sketsa.
'Mereka membuangku Siwon-ah.. mereka membuangku.. ini hukuman untukku Siwon-ah..'
Kalimat itu yang selalu di ulang Donghae saat pemakaman kedua orangtuanya, beruntung saat itu ada saudara jauh mereka yang bersedia menampung Jeno saat keadaan Donghae tidak stabil. Sedang Siwon dan ayahnya yang berkali-kali pergi ke rumah sakit untuk mengontrol keadaan Donghae agar remaja itu bisa cepat pulih.
Dan ketika ia sudah pulih, Jenopun dapat kembali pada Donghae dan rumahnya.
Lee Donghae, menjadi sosok kakak yang baik dan tegar serta kuat seolah-olah selama ini dirinya tak pernah akan goyah akan segala keadaan. Ia akan menjadi tameng terkuat dihadapan Jeno dan Hyukjae demi melindungi keduanya dari apapun, dan menjadi begitu lemah dan rapuh saat berada di hadapan Siwon yang sudah ia anggap sebagai saudaranya yang lebih tua daripada sahabat.
Namun sekuat apapun Lee Donghae, karangpun akan terkikis oleh deburan ombak, batu pun bisa tebelah jika terhantam kuatnya air laut, sama seperti Donghae ketika dua pilar kehidupannya justru pergi meninggalkannya dalam keadaan terlihat membencinya. Satu hal yang tidak pernah di bayangkan oleh Siwon ketika hal itu terjadi adalah, trauma itu akan kembali dan justru membuat Donghae kali ini benar-benar jatuh.
"Jika dipikir-pikir kembali, ini semua adalah kesalahanku.." ujar Siwon saat ia tengah bersandar di pintu masuk kamar Donghae, ada Yuri kekasihnya yang turut memperhatikan perkembangan Donghae dengan catatan di tangannya yang berdiri tidak jauh dari posisi Siwon berdiri saat ini.
"Mengapa berpikir seperti itu Oppa? Kau yang selalu merawatnya selama ini.."
Siwon diam sesaat ia memijat telapak tangannya sendiri sebagai penghalau rasa gelisah jika mengingat kembali kejadian 3 tahun lalu tersebut "Seharusnya diriku tidak memberikan berkas tentang Jisung dan Jaemin pada Hyukjae.. kupikir bisa menghentikan Donghae dari kegilaannya yang ingin melindungi keluarganya dengan cara apapun.. tapi nyatanya.."
YOU ARE READING
FICTION [COMPLETE]
FanfictionApakah ini hanya mimpi? Ataukah kenyataan yang menyakitkan?