Wanita dengan rambut kecokelatan yang duduk sendirian di bangku taman kota sore itu, tampak resah. Pandangannya menyapu sesisi taman, bersama harapan dapat menangkap kehadiran seseorang yang sedari tadi ia tunggu.
Dengan perasaan bercampur aduk, wanita itu mengulir layar ponsel lalu menempelkan benda pipih miliknya di telinga. Namun tak lama kemudian, ia menurunkan kembali ponsel yang menempel di telinga secara perlahan, saat bertemu tatap dengan seorang pria bersetelan jas rapi tengah berjalan ke arahnya.
Wanita itu seketika bangkit. "Akhirnya kamu datang juga," ucapnya sedikit lega.
Pria di hadapannya menatap wanita itu tanpa minat. "Aku nggak bisa lama-lama. Dan langsung saja." Pria tadi mengeluarkan sesuatu dari saku dalam jasnya. "Tiga ratus juta cukup?" katanya lagi sambil mengulur selembar cek dengan nominal tidak sedikit itu secara tak acuh.
"Ap--apa? Maksudnya apa?"
"Aku nggak mungkin bertanggung jawab. Jadi, kamu tahu harus menggunakan uang ini untuk apa. Terima ini."
"Nggak!"
"Jangan bermimpi, aku akan menikahimu." Pria itu menjeda. "Enggak akan," lanjutnya lirih, tetapi serasa mampu memutus denyut nadi.
Harga diri wanita itu seolah ditukar dengan angka-angka yang tertera pada secarik cek yang kini dilayangkan padanya. Persis seperti senapan yang siap meluncurkan timah panas, tepat menembus kepala.
Bulir bening mengalir begitu saja. Ia merasa manusia paling hina sekarang. Merasa terbuang seperti sampah. Bagaimana dengan benih yang ditanam pria berengsek itu di dalam sana? Bagaimana ia akan melanjutkan hidup setelah ini?
"Jangan macam-macam denganku, atau keluargamu akan mendapat masalah. Kamu tahu aku bisa melakukan apa saja. Paham!" tegas pria itu penuh penekanan kemudian melempar ceknya di udara.
Air mata menderas bersamaan dengan pria itu memutar tubuh, berlalu menyisakan punggung yang perlahan-lahan menjauh. Menyisakan dirinya yang tersedu sambil satu telapak tangan menyentuh perut, berakhir dengan meremasnya kuat.
Jagat raya wanita itu seolah meredup, menggelap dan runtuh seketika.
"Ada apa, Mbak?" tegur seorang wanita paruh baya berseragam orange, yang tengah memegang tongkat sapu lidi di tangannya.
Wanita dengan rambut kecokelatan yang masih tersedu di sudut bangku taman kota itu mendongak, menghapus sisa air matanya, kemudian beranjak tanpa suara. Ia meninggalkan petugas kebersihan yang menyapanya tadi tanpa sepatah kata.
Petugas kebersihan itu menghela napas pelan--sudah biasa diabaikan--ia kembali fokus pada pekerjaannya; menyapu dedaunan kering yang berserak, kantong plastik, botol bekas tergeletak, juga secarik kertas bernilai ratusan juta itu ikut ia tangkup pada pengki dan berakhir di tong sampah.
Segalanya juga seolah berakhir bagi wanita berambut kecokelatan yang tersedu di bangku taman tadi. Ya, segalanya ....
***
Selamat datang di
Jagat Raya TrishaIkuti terus ya 🧚
Tinggalkan jejak, oke! 😚
KAMU SEDANG MEMBACA
Jagat Raya Trisha (Completed)
RomanceAwalnya Ervan berniat untuk mempermainkan gadis bernama Trisha Putri Admaja, menghancurkan masa depannya, lalu ia tinggalkan begitu saja. Persis seperti perlakuan yang didapat kakak perempuannya dulu. Dendam serta kebencian mengalir deras di dalam d...