🍁 15. Gelagat 🍁

1.6K 294 93
                                    

Sore, temans. Mas Randu yang kalean rindukan dateng lagi ney. Merapat, kuy🤭🤭

Randu menyeret kopernya keluar rumah dan memasukkannya ke mobil. Hari ini dia mau pergi ke Semarang dan akan berada di sana selama dua hari. Dia sudah menghabiskan sarapan yang dibuatkan oleh istrinya dan berpamitan pula pada Deasy yang tengah tertawa geli dalam gendongan kakeknya.

"Aku berangkat dulu," pamitnya pada Azalea.

"Iya. Hati-hati di jalan," pesan Azalea sembari memberikan sebotol air mineral pada Randu. "Jangan nyetir terlalu lama tanpa minum," lanjutnya.

"Mau minta oleh-oleh apa?" Randu bertanya, tetapi tangannya tidak berhenti bergerak di layar ponselnya.

"Kamu pulang dengan selamat saja," jawab Azalea dengan senyum lebar.

Randu mengangguk mantap. Setelah memberikan kecupan ringan di kening Azalea, dia masuk ke mobil dan memundurkannya ke luar pagar. Azalea mengantarnya sampai sana. Randu turun dari mobil dan kembali mendekati Azalea.

"Masuklah!" katanya seraya menggeser pagar besi rumahnya supaya menutup.

"Mas Randu berangkat dulu." Azalea bersikeras.

Randu tidak mempunyai pilihan lain jika sudah seperti itu. Untuk hal-hal tertentu, Azalea memang sedikit susah untuk menuruti perkataannya. Meskipun begitu, tidak ada hal yang patut Randu keluhkan mengingat bahwa Azalea adalah seorang ibu yang baik untuk Deasy, putri tercintanya.

Mengemudi dengan kecepatan sedang, Randu sampai di kantornya tiga puluh menit kemudian. Dia hanya turun untuk mengambil beberapa perlengkapan untuk promo di kantor cabang. Berangkat bersamanya ada Nita, sales yang kebetulan asli Semarang dan bersedia dipindah tugaskan ke sana serta Mona, team leader yang akan memberikan training bagi SPG baru.

"Pak Randu sudah siap?" Mona bertanya sambil memberikan kotak berisi sarapan.

Randu hanya mengangguk sekilas. "Saya sudah sarapan." Randu menolak nasi kotak yang diulurkan padanya.

"Terus ini gimana, Pak?"

"Makan saja," jawab Randu enteng.

Randu masuk mobil dan duduk di belakang kemudi. Nita dan Mona menyusul tak lama kemudian dan duduk di belakang. Berikutnya Dito masuk dan langsung duduk di samping Randu.

"Pak Dito ngapain?" Randu menoleh heran. Diteguknya air mineral dari botol yang dibawakan Azalea sambil menunggu jawaban Dito.

"Ikutlah, Pak Randu." Dito setengah merajuk. "Masa cuma Pak Randu aja yang selalu ke luar kota. Saya iri."

Randu mendengkus dengan cara yang tidak sopan. "Alay. Bawaan orok?"

"Cocok. Itu Pak Randu tahu. Saya cari-cari kesempatan supaya bisa nunut ke Semarang. Istri saya lagi hamil dan pengen saya berangkat beli tumpi kacang ijo."

"Tapi saya pulang lusa." Randu memberitahu. "Jika bisa menunggu, ya bisa bareng, kalau mau duluan, ya naik bus."

"Ya barenglah, Pak Randu. Itung-itung lihat lokasi kantor baru sekalian ikut promo. Biar saya juga tahu bakal produksi berapa banyak nantinya."

Randu mengangkat bahunya, menutup jendela mobil dan melajukannya perlahan. Melewati rel kereta api dan melaju ke arah selatan lalu putar balik menuju arah Surabaya. Randu memakai kaca mata hitamnya dan fokus mengemudi dengan kecepatan sedang. Dalam perjalanan itu, beberapa kali Randu menangkap pandangan Nita yang tertuju ke arahnya. Meski hanya lewat spion dalam, tetapi Randu menangkap pandangan itu beberapa kali.

Randu tidak naif. Meski tak banyak bicara, dia mengerti maksud pandangan itu dengan jelas. Ada banyak wanita yang memberikan tatapan seperti itu kepadanya. Masalahnya adalah Randu merasa tidak sembarangan memilih. Cantik bukan menjadi standar yang dia inginkan. Lagipula dia tidak ingin menerka-nerka apa maksud Nita untuk saat ini.

Lukisan Hening (BWC 2020)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang