Sore temans, hot daddy hadir menyapamu agak terlambat🥰🥰
Hari sudah hampir gelap saat Randu masuk ke rumahnya. Dia heran karena tidak mendengar celoteh Deasy seperti biasanya. Randu langsung ke kamar dan menemukan Azalea dan Deasy sedang bercanda di atas ranjang mereka. Azalea membuka-tutup mukanya dengan bantal sementara Deasy tertawa gembira.
"Telat lagi pulangnya, Mas?" tegur Azalea.
"Biasa, ada costumer baru yang butuh diprospek," sahut Randu.
"Belakangan sering ada costumer baru, ya?"
"Itu namanya progress, Lea. Kalau jalan di tempat artinya tim suamimu ini nggak kerja."
Randu melangkah ke kamar mandi dan membersihkan dirinya. Randu mengakui, meski terkadang acuh, tetapi Azalea bisa mengingat hal-hal tertentu di luar dugaannya. Contohnya adalah jadwal kunjungannya ke luar kota. Meksipun hanya mengatakan sekali, Azalea bisa mengingat itu dengan baik dan menyiapkan segala sesuatu yang dia perlukan.
Keluar dari kamar mandi, Randu tidak mendapati Azalea dan Deasy di tempat tidur. Setelah merapikan pakaiannya. Randu melangkah keluar kamar menuju dapur. Sudah ada secangkir kopi di meja makan sementara Azalea sedang menyaring sari buah di konter dapur bersama Deasy yang duduk di sampingnya.
Selesai dengan pekerjaannya, Azalea menuang sari buah ke gelas milik Deasy dan membawa anak itu duduk di samping Randu. Setelah memberikan gelasnya, Azalea membersihkan ampas buah dan mencuci peralatan yang dia gunakan.
"Ada blender kenapa gak dipakai?" tanya Randu setelah Azalea menyusul duduk dengan secangkir teh di tangan.
"Mas Randu, gitu aja ditanyain. Yang penting kerjaanku beres, 'kan?"
Randu mengangkat kedua bahunya sekilas. Tidak mengerti dengan pemikiran Azalea yang ribet. Jika bisa bekerja lebih cepat, mengapa istrinya itu memilih kerja manual dengan waktu yang relatif lebih lama dan rumit? Dia tidak berkomentar lagi. Azalea memilih begitu maka dibiarkannya saja. Mungkin akan dia gunakan saat benar-benar sudah merasa butuh.
Makan malam tersaji tepat waktu setelah acara minum kopi di meja makan. Randu senang dan merasa benar-benar sedang di rumah. Azalea memasak sendiri menu hari itu. Hal yang dia sukai adalah masakan Azalea, bukan menu yang dipilih istrinya itu dari jasa katering yang meskipun enak, tetapi Randu tidak begitu cocok. Hanya ada capcay goreng dan koloke di meja makan mereka. Namun, Randu sampai nambah dua kali. Dia merasa benar-benar dimanjakan lidahnya dengan kedua menu itu.
"Nggak ada makanan lain, Mas. Maaf, ya."
"Aku suka masakanmu," tukas Randu. "Lain kali goreng telur dan bikin sambal saja kalau sibuk, jangan beli katering."
"Iya," balas Azalea.
Setelah makan malam mereka selesai, Randu membawa Deasy ke ruang tengah dan membiarkan Azalea membereskan dapur. Deasy yang aktif langsung melingkarkan lengan kecilnya di leher Randu. Begitu duduk di depan piano, tangan mungil Deasy langsung mengikuti Randu yang menekan beberapa key dan langsung berteriak kegirangan mendengar bunyi yang dihasilkan.
Begitu sebuah lagu mengalun, Deasy akan tersenyum gembira. Randu terus bermain sampai Deasy mulai mengantuk dan Randu membawanya ke kamar. Randu membaringkan Deasy di tempat tidur kecilnya dan memberikan sebotol susu yang baru saja dia buat. Deasy tertidur bahkan sebelum susunya habis. Randu menyelimuti tubuh mungil itu dan meninggalkan kamar.
Begitulah pola Deasy setiap harinya. Anak itu tidak akan bisa tidur jika melihat Randu ada di rumah dan tidak membacakan dongeng untuknya. Selesai dengan itu, Randu akan pergi ke ruang tengah dan duduk nonton televisi bersama Azalea. Kadang-kadang hanya Azalea yang menonton sementara dia melanjutkan pekerjaan yang belum selesai.
Saat-saat seperti itu, Azalea akan bercerita tentang perkembangan Deasy. Bagaimana aktifnya anak yang baru bisa berdiri itu sudah mulai memegang apa saja yang ada di atas meja. Meskipun begitu, Randu tidak pernah mendengar Azalea mengeluh. Dia suka mendengar Azalea bercerita tentang apa saja. Tentang anak mereka sampai dengan pekerjaannya yang kadang-kadang terdengar konyol.
"Mau ikut ke Malang Senin depan?" Randu bertanya sambil lalu sementara matanya masih terus menatap layar televisi.
"Enggak. Mesti ngasuh Deasy di hari liburku, 'kan?"
Selalu begitu jawaban Azalea. Sejujurnya Randu sudah mulai lelah bertanya hal yang sama. Di Malang ada beberapa tempat baru yang pasti akan membuat Azalea senang, tetapi entah mengapa Azalea enggan pergi sejak kelahiran Deasy. Alasan meluangkan waktu untuk Deasy sudah pasti bisa dia mengerti. Namun, bukankah Azalea juga harus punya waktu untuk dirinya sendiri?
***
Keesokan harinya kejadian tak jauh beda dengan sebelumnya. Bedanya Randu mendengar suara Deasy yang merengek. Randu melangkah menuju dapur dan dilihatnya Deasy dalam gendongan Azalea yang sedang sibuk menumbuk buah. Dibiarkannya hal itu terjadi karena dia harus membersihkan tubuh.
Selesai dengan rutinitas sepulang kerja, Randu langsung menuju dapur dan masih melihat Azalea menumbuk buah. Dia menarik napas panjang, berusaha menyabarkan dirinya. Diambilnya Deasy dari gendongan Azalea dan seketika putrinya itu terdiam. Begitu Deasy aman dalam dekapannya, Randu melirik Azalea bekerja lebih cepat dan berakhir dengan menyaring sari buah yang langsung dia serahkan pada Deasy begitu selesai.
"Suka banget kerja ribet," gerutu Randu.
"Mas Randu nggak usah mulai," sahut Azalea. "Sebentar aku buatin kopi."
Randu memilih untuk memperhatikan Deasy yang meminum sari buahnya dengan cepat. Bocah itu langsung memeluk Randu setelah selesai minum. Tangan kecilnya berpegangan erat pada tubuh Randu sementara kakinya mencoba berdiri. Randu membiarkan apa yang dilakukan oleh Deasy dan hanya memegangi punggungnya saja.
Azalea datang dengan secangkir kopi di tangan. Setelah kopi diletakkan, Randu meminta istrinya itu duduk sebentar. Dia ingin menyampaikan beberapa hal yang sudah mengganggu pikirannya akhir-akhir ini.
"Lea, kita beli semua peralatan di rumah ini itu buat digunakan. Buat apa blender kalau kamu masih menumbuk manual dan menyaring sari buah untuk Deasy?" tanya Randu.
Mata Azalea berkedip beberapa kali sebelum menjawab. "Aku biasa melakukan hal itu, lagi pula yang penting 'kan semua beres?" sahut Azalea.
"Memang beres, Lea. Tapi, gak efisien."
Azalea berdecak. "Haruskah kita membahas ini berulang-ulang, Mas?"
Jika Azalea sudah bertanya seperti itu, yang bisa dilakukan oleh Randu hanya diam. Mengalah lebih baik daripada harus ribut di depan anak mereka. Randu mengerti dengan baik bahwa perkembangan anak tidak sebaiknya diisi dengan hal-hal negatif. Berdasarkan pemikiran itu, Randu diam dan membiarkan Azalea berlalu menyiapkan makan malam mereka.
Ketika semuanya siap, Randu memperhatikan piring yang berisi beberapa menu masakan. Dari aromanya saja, tidak ada yang menggugah selera makannya. Dia menduga kalau itu bukan masakan Azalea.
"Lea, apa makanan itu kamu beli?"
"Iya, Mas. 'Kan kateringnya sudah masuk lagi."
"Bisa buatkan aku telur dadar saja?"
"Makanan itu kenapa, sih, Mas? Itu juga bukan makanan sisa," sahut Azalea.
Randu mengelus dahinya lalu meletakkan Deasy di stroller-nya dan meninggalkan ruang makan. Randu melangkah ke dapur dan membuat telur dadar. Tak lama kemudian telur siap dan dia membawanya ke ruang makan. Tidak peduli Azalea berpikir apa, tetapi Randu makan hanya dengan telur yang baru saja dia buat.
"Mas, sayurnya ...."
"Buang saja, makanan tidak layak begitu kau beli," omel Randu jengkel dan meneruskan makannya.
#eaa ... Randu mulai jengahh
😁😁😁Love, Rain❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Lukisan Hening (BWC 2020)
Diversos🥉 Batik Writing Contest 2020 Dikatakan bodoh oleh suami yang dicintainya adalah hal yang tidak pernah diduga oleh Azalea. Tersinggung dengan hal itu, dia menarik diri hingga hidupnya dengan Randu seperti dua orang asing yang tinggal dalam satu atap...