🍁 1. Putus 🍁

3.9K 433 92
                                    

Sore temans ...

"Aku mau kita putus."

Randu mengangkat pandangannya dari cairan hitam pekat di dalam gelas ke wajah kekasihnya, Jemma. Ia mengulas senyum simpul, menegakkan tubuhnya yang semula bersandar. "Kamu mau belanja apa, Jemma?" tanyanya tenang. Ia tahu dengan baik kalau sudah seperti itu, artinya Jemma sedang merajuk.

Jemma tertawa merdu. "Apa setiap aku mengatakan putus artinya aku menginginkan sesuatu darimu? Begitu?"

Randu masih terus mengamati Jemma. Mencoba membaca ekspresi yang melintas di wajah yang sudah begitu akrab untuknya selama dua tahun terakhir. Seperti biasa dia selalu berhasil mengetahui semua yang dipikirkan oleh Jemma, termasuk keinginan Jemma yang kadang menuntut waktu lebih banyak darinya.

"Jemma, kita bisa berlibur di akhir pekan kalau kamu mau. Katakan saja kali ini kamu pengen pergi ke mana. Akan aku sesuaikan dengan pekerjaanku sehingga aku bisa pergi menemanimu."

Jemma menggeleng. "Tidak kali ini, Ndu. Aku benar-benar ingin berpisah darimu." Jemma masih tetap dengan keinginannya.

Randu suka berlama-lama menatap wajah Jemma, begitu pula hari ini. Tidak pernah bosan baginya untuk membingkai wajah itu dalam ingatan, terlebih lagi saat pikirannya lelah karena pekerjaan yang tak pernah sedikit. Singkatnya, Jemma adalah obat lelah bagi dirinya.

"Atau kamu mau kita makan malam bareng? Sudah lama kita nggak lakuin itu bersama-sama, 'kan?" Randu menawarkan alternatif lain.

"Enggak," sahut Jemma cepat.

Bagai petir di siang bolong yang menyambar kepalanya. Randu merasa hancur, berbanding terbalik dengan suasana kafe yang mereka datangi. Kafe itu memiliki konsep industrial berdinding bata tanpa semen berlapis cat tembaga. Lukisan bunga-bunga dalam pot tertata rapi dan lampu gantung yang mengingatkannya akan suasana rumah. Semua ketenangan itu benar-benar berbeda dengan suasana hatinya yang mendadak berubah.

"Apa salahku kali ini, Jemma?" tanya Randu tegas. "Apa yang telah kuabaikan hingga kamu ingin berpisah dari aku?"

Jemma meraih jemari Randu yang masih terus memutar gelasnya hingga kegiatan itu pun terhenti. "Kamu nggak salah apa-apa, Ndu. Aku hanya merasa hubungan kita sudah tak lagi menyenangkan."

Randu terdiam tidak mengerti.

Tidak lagi menyenangkan?

Randu terus mengulang kalimat itu dalam hati. Mencari-cari bagian mana yang tidak menyenangkan dari hubungannya mereka seperti yang telah dikatakan oleh Jemma.

"Jemma ... jika aku berbuat kesalahan, mestinya kamu memberitahu dan aku akan berusaha untuk memperbaikinya."

Jemma menggeleng untuk ke sekian kalinya. Wajah cantik itu terlalu tenang untuk ukuran wanita yang meminta putus dari kekasihnya. Tidak ada riak kecewa atau rasa sakit yang tersirat saat kata putus dia katakan kepada Randu. Semuanya begitu lancar diucapkan oleh Jemma seolah putus hanyalah perkara sepele dan tidak ada artinya.

"Sudah, Ndu. Aku nggak menemukan lagi hal-hal yang membuat senang dalam hubungan ini."

Tidak menemukan hal-hal yang membuat senang? Randu kembali menganalisis kalimat Jemma dan menghubungkannya dengan hari-hari yang telah dilewatinya bersama wanita cerdas itu. Nihil. Randu tidak menemukan kesalahan di sepanjang dua tahun hubungan mereka. Mungkin memang ada pertengkaran-pertengkaran kecil, tetapi hal itu terselesaikan segera dan tidak pernah dibiarkan berlarut-larut.

Sebisa mungkin Randu meluangkan waktu untuk Jemma di sela-sela pekerjaannya yang memang memiliki tekanan tinggi. Sekali atau dua kali, Jemma memang protes dengan kesibukannya dan Randu menerima itu sebaik mungkin. Secepatnya dia akan meluangkan waktu dan dia merasa Jemma pada akhirnya mengerti bahwa irama pekerjaannya memanglah seperti itu, padat dan penuh dengan perjalanan luar kota.

Lukisan Hening (BWC 2020)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang