Malem temans. Neyy yang ketiga udah aku apdetin. Met baca😍😍
Membagi waktu antara bekerja, mengurus rumah, dan memperhatikan kebutuhan anak nyatanya tidak semudah yang dibayangkan. Belum lagi ada suami yang harus dipenuhi pula kebutuhannya. Semua memerlukan kebijaksanaan dalam pembagian jam agar semuanya tetap seimbang.
Hal itu juga dialami oleh Azalea. Dia bersikeras mengasuh sendiri Deasy, anak mereka, dengan alasan supaya anak itu lebih memiliki kedekatan emosional dengan orang tuanya daripada yang lain. Meskipun hal itu sempat ditentang oleh Randu, tetapi Azalea mengatakan mampu menangani semuanya dengan baik.
Bersyukur sang mama begitu menyayangi cucunya, sehingga setiap Azalea bekerja beliau akan datang ke rumah untuk mengasuh Deasy. Begitu pula dengan mama Randu. Kedua Mama begitu kompak membagi waktu untuk mengasuh si kecil serta mengamati tumbuh kembangnya yang segera menjadi perbincangan khas seorang nenek yang bangga akan kehadiran cucu pertama.
Saat pulang kerja, Azalea langsung membersihkan diri dan mengambil alih putrinya. Mama langsung pulang karena beliau juga pasti akan mengurusi Papa yang telah menunggu di rumah. Sambil merawat Deasy, Azalea akan menyempatkan diri memasak dan membereskan seluruh pekerjaan rumahnya. Tak jarang dia memesan makanan sehari-hari dari jasa katering yang diperkenalkan oleh tetangga samping rumah.
Azalea bersyukur saat suara mobil Randu terdengar, disusul kemunculan pria itu di ruang tengah rumah mereka tak lama kemudian. Pria itu langsung membersihkan tubuhnya sebelum mendekati putri mereka. Azalea dan Randu memang menerapkan hal seperti itu. Tubuh harus bersih sebelum mencium atau memeluk Deasy.
"Lea, buatlah sambal yang enak! Tadi aku bawa ikan asap yang hanya perlu dipanaskan saja." Randu berkata dan mengambil alih Deasy dari Azalea.
"Tadi aku pesen gulai ikan dari katering," sahut Azalea.
"Mau buat sambal apa gak?"
"Iya."
Azalea melangkah ke dapur dan membuat sambal seperti yang disukai Randu. Pedas dengan rasa sedikit asam selalu berhasil membangkitkan selera makan di saat tubuh lelah setelah seharian bekerja. Azalea menyelesaikan semuanya tak lama kemudian.
Randu muncul di ruang makan setelah Azalea mengatakan kalau makanan siap. Pria itu mengajak makan bersama yang langsung ditolak oleh Azalea dengan alasan tidak ada yang mengawasi Deasy.
"Biarkan Deasy di stroller-nya."
"Iya."
Azalea memang mengatakan "iya" dan segera membaringkan Deasy di stroller-nya. Namun, dia tidak kembali ke meja makan sampai Randu selesai makan malam. Tidak ada kata yang diucapkan Randu ketika dia kembali mengambil alih putri mereka dan membawanya ke kamar.
Azalea mengerti kalau itu berarti Randu sedang tidak enak hati. Dia juga tahu saat selesai makan malam nanti, sudah pasti anak mereka telah tertidur di tempat tidur mungilnya yang berwarna merah muda. Randu bisa diandalkan untuk membuat anak mereka tidur tepat waktu dan rupanya itu sudah menjadi pola harian bagi Deasy.
Begitulah kegiatan sehari-hari Randu dan Azalea setelah kelahiran anak mereka. Azalea yang terlalu mengkhawatirkan Deasy sementara Randu cenderung mendidik anak mereka supaya lebih mandiri. Azalea tidak keberatan dengan cara Randu memperlakukan Deasy, tetapi baginya anak itu masih terlalu kecil untuk mengerti apa kemauan orang tuanya.
Sebenarnya tidak terlalu fatal, hanya saja kadang-kadang Azalea terlalu sibuk dengan Deasy hingga melewatkan banyak hal yang biasanya selalu mereka lakukan berdua. Makan bersama yang biasanya menjadi sarana komunikasi di antara keduanya menjadi jarang terjadi karena Azalea yang beralasan mengawasi Deasy. Randu yang mengajak Azalea ke luar kota di hari Senin langsung ditolak karena lagi-lagi itu adalah hari libur untuk lebih memperhatikan anak mereka.
"Ini mau ke Malang, loh, Lea."
Azalea menarik napas panjang. "Mas Randu udah ngomong kemaren, tapi aku nggak pengen ikut," tolak Azalea.
Itu bukan penolakan pertama Azalea. Mungkin sudah yang ketiga atau keempat kalinya, dia lupa. Sejak saat itu pula, Randu tidak pernah mengatakan apa-apa lagi saat pergi ke luar kota. Pria itu hanya pergi dan pulang larut malam atau tiba-tiba menginap tanpa memberitahukannya pada Azalea.
Pernah suatu hari Azalea menegur saat Randu pulang keesokan harinya. Kebetulan Deasy sedang bersama neneknya di kamar. Azalea mendatangi Randu yang terduduk lelah dengan secangkir kopi di tangan.
"Nggak bilang, sih, kalau mau ke luar kota," protes Azalea.
"Kenapa harus bilang?"
"Masa nggak pamitan. Mas Randu tahu kan kalau aku suka cemas. Bisa bayangin nggak kalau nggak ada kabar dari Mas Randu sampai larut malam? Dikirimi pesen juga nggak masuk, ditelponin juga gak diangkat," keluh Azalea panjang.
"Sibuk."
"Sesibuk-sibuknya masa segitu banget, sih, Mas. Sampe nggak ada waktu buat hubungin istri di rumah."
"Aku sudah di rumah, 'kan?"
"Ya sudah. Mas Randu mandi dulu, aku siapin makan malamnya."
"Kamu masak apa?"
"Rendang."
Randu melangkah ke kamar untuk membersihkan diri. Saat makan malam tiba, mendadak pria itu tampak tidak bersemangat. Tentu saja hal itu tidak luput dari perhatian Azalea. Saat ditanya alasannya, Randu mengatakan dengan terus terang kalau rendang itu bukan masakan Azalea. Randu tidak menyukainya. Azalea tidak mampu berkata apa-apa begitu Randu meninggalkan meja makan dan ada pesanan makanan datang tak lama kemudian melalui jasa pesan online.
Hal itu terjadi berkali-kali, bahkan hampir setiap hari. Azalea tidak memprotes Randu yang seperti itu. Baginya, Randu sudah dewasa dan pasti tahu apa yang terbaik untuk dirinya sendiri. Azalea tidak harus mendikte Randu yang memang sangat pintar dalam banyak hal. Sebaliknya, Randu yang berinisiatif membeli makanan justru membuat Azalea merasa ringan. Enteng saja dia mengirim pesan pada Randu saat tidak ada makanan di rumah.
Semuanya karena Deasy. Gadis kecil itu sudah mulai berdiri hingga Azalea merasa perlu mengawasinya terus menerus. Setiap harinya, Randu juga menyempatkan diri untuk bermain bersama Deasy, mengajari banyak hal yang sekiranya bisa dimengerti oleh anak seusianya.
"Mandilah, biar aku menjaga Deasy," pinta Randu.
"Aku sudah mandi."
"Kita jalan-jalan bertiga."
Azalea menyandar di sofa. Punggungnya terasa begitu nyaman setelah delapan jam bekerja dan mengejar Deasy ke sana kemari.
"Kalau Mas Randu nggak keberatan, bisakah kita istirahat di rumah saja?" tanya Azalea. "Rasanya aku sangat lelah."
"Oke."
Hanya jawaban yang begitu singkat khas Randu. Tidak ada kata-kata lagi dan sejujurnya Azalea senang. Dia menganggap bahwa Randu adalah suami yang pengertian. Rasa lelahnya berkurang begitu Deasy aman di tangan papanya. Sesekali bisa tidur lebih awal merupakan hadiah tak ternilai untuk Azalea.
Tidak perlu menginginkan hadiah mewah atau liburan mahal yang membuang jutaan rupiah, bisa libur saja merupakan kemewahan untuk Azalea. Dia tidak memerlukan perawatan spa seperti saat masih lajang dulu. Dia bahkan lupa kapan terakhir kalinya dia bersenang-senang dengan teman-temannya yang kini seperti terlupakan.
Minggu-minggu berikutnya, Azalea semakin dibuat sibuk oleh Deasy yang semakin aktif. Keperluan Randu pun sering dia tanyakan sesuai yang diinginkan suaminya. Akhir-akhir ini Randu memang lebih sibuk dari biasanya hingga pria itu jarang berada di rumah. Randu berangkat kerja lebih awal dan pulang sudah larut malam. Azalea tidak mengkhawatirkan apa-apa karena dalam pikirannya semua masih berada dalam kontrolnya.
Akhirnyaa triple update kelar. Sampai jumpa Selasa depan. Ciaoo🥰🥰
Love, Rain❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Lukisan Hening (BWC 2020)
De Todo🥉 Batik Writing Contest 2020 Dikatakan bodoh oleh suami yang dicintainya adalah hal yang tidak pernah diduga oleh Azalea. Tersinggung dengan hal itu, dia menarik diri hingga hidupnya dengan Randu seperti dua orang asing yang tinggal dalam satu atap...