Kecelakaan

55 1 0
                                    

Rawati Pov

Aku masuk kedalam angkot,setelah menyebrangi jalan Raya yang lumayan padat.Menaruh kantung belanjaan yang dipenuhi bahan-bahan pembuat kue,di bawah  tempat dudukku.Angkot yang aku tumpangi hampir melajukan gasnya,namun aku menghentikannya.Tunggu,sepertinya ada yang kurang.Aku mengingat sesuatu,lupa membeli seragam baru untuk Senja,mengingat seragamnya sudah pudar dan lusuh.

"Hapunten Mang,saya lupa,ada sesuatu yang belum saya beli.Mamang,bisa menunggu sebentar lagi?"tanyaku sopan pada Mang Puri.Supir angkot langgananku,saat sedang ke pasar.

"Yasudah atuh,Bu.Mumpung angkotnya belum ramai penumpang."jawabnya.Aku segera turun dari angkot dan sedikit berlari memasuki pasar untuk membeli seragam untuk Senja.

Aku sempat memilih sebentar,melihat ada yang cocok untuk Senja,aku langsung segera membeli dan membayarnya pada Ibu penjaga Tokonya.Sesegera mungkin aku keluar dari pasar dan masih melihat angkot yang ku tumpangi masih berada di tempat semula.

Kaca depan angkot itu terbuka,menampilkan Mang Puri yang sedang menarik penumpang.Jalan masih ramai,banyak kendaraan yang berlalu lalang dengan kecepatan tinggi.Sangat sulit mencari celah untuk aku menyebrang ke angkot Mang Puri.Penyakit Misofonia ku mulai kambuh akibat suara klaskson yang bersahutan.

Aku melihat jalanan yang tiba-tiba terbagi menjadi dua.Aku menggelengkan kepala pelan,berharap dengan begitu dapat menghilangkan bayang-bayangan yang dilihat mataku sirna.Dengan perlahan aku melangkahkan kaki,melihat keadaan kanan-kiri dengan bergantian,memastikan tidak ada kendaraan yang mendekat.Aku sedikit menoleh kebawah,melihat seragam yang ku beli untuk anakku,Senja.Ketika bunyi keras terngiang di kepalaku.Bunyi klakson yang dipencet keras,lengkingan itu membuat kepalaku semakin terasa sakit.Aku segera melihat kearah sumber suara dengan, terkejut.Tidak ada adegan slowmo seperti yang ada di film-film Indonesia.Bahkan,aku dapat melihatnya dengan gerakan yang sangat cepat.

Sebuah mobil berwarna merah menyala bergerak cepat kearahku.Bunyi klakson dan deru suaranya,semakin nyaring di kepalaku.Aku diam,tak dapat berpikir dengan cepat,bahkan aku tidak dapat memejamkan mata lagi ketika benda itu mengahantamkan tubuhku dengan keras.Aku bisa merasakan tubuhku melayang,Seragam sekolah Senja,sudah tercampak jauh entah kemana.Kepalaku terbentur hebat menghantam aspal hitam besar itu,aku tidak bisa berpikir seperkian detik,sebelum rasa nyeri berlipat ganda menyerangku.

Telingaku berbunyi melengking sesaat,suara keributan mulai terdengar mengerumuniku.Suara jeritan orang-orang,bunyi langkah kaki mendekat kearahku.Aku melihat langit yang berubah menjadi sangat-sangat indah siang ini.

Bau anyir yang sangat tajam, menembus penciumanku.Dadaku terasa amat sesak,tak ada seorangpun yang menolongku.Sampai,aku melihat Mang Puri sedikit berlari menghampiri kerumunan yang mengelilingi ku.

Pandanganku perlahan mengabur,entah mengapa aku terasa ingin tidur sekarang juga.perlahan,kelopak mataku tertutup dengan rapat dan semuanya gelap dan sunyi.Aku melerai suaraku untuk terakhir kalinya.

Senja... Ibu sayang...

Setelah mengatakan itu,aku sudah tak bisa mengingat apapun lagi dan terasa nyaman saat aku menutup mata.

*****

Author pov

Derit pintu diputar terdengar,diikuti langkah kaki cepat seseorang.Mengalun beriringan bersama dengan bunyi layar monitor yang terhubung dengan jantung yang terus berdengung,sebagai pertanda masih ada harapan untuk mereka.Senja membungkam mulutnya,tak percaya dengan apa yang dilihat saat ini.Ibu yang terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit,dengan wayar-wayar yang berlalu lalang di tubuhnya yang sudah rentan.Menahan isakan yang terasa sakit di dadanya.Perlahan Ia mendekat ke samping tubuh Ibu nya.Menggenggam tangannya,menyalurkan kehangatan dan kasih sayang yang dilimpah ruahkan untuknya.Rasa dingin terasa ditelapak tangan Senja,saat kulitnya dan kulit sang Ibu bersentuhan.

Derit pintu berbunyi untuk yang kedua kalinya.Menampilkan sosok seorang pria dengan seragam sekolah yang sama seperti Senja.Senja tak berniat menoleh kearahnya,karna dia sudah tau siapa yang datang,tanpa harus menoleh.

"Ibu... "panggilan itu terdengar sangat paru.Fajar melirik sesaat kearahnya dan dipalingkan kewajah Ibu Senja,yang terbaring lemah.

Bunyi gesekan kursi dengan lantai ruangan itu terdengar nyaring.Fajar mendudukkan dirinya di tepi ranjang,berhadapan dengan Senja yang masih terlihat susah menahan tangisannya.Seakan ada sihir yang didapatinya,Ia merasakan sedih yang mendalam saat melihat wajah lesuh Senja.
Keduanya tak ada niatan untuk saling sapa.

"Mau ngapai Kamu,disini?"tanya Senja tanpa memalingkan tatapannya dari sang Ibu.

"Lo belum makan,kan? Mending Lo makan,biar Ibu Lo,Gue yang jaga," Senja membalasnya hanya dengan sebuah gelengan.Senja melepaskan cekalan tangannya pada sang Ibu,dan menyandarkan tubuhnya di bangku yang didudukinya.

"Aku gak laper.Lagian,liat wajah Ibu,itu udah bikin aku kenyang."Fajar menghela napas pelan.Menatap Senja yang pikirannya entah kemana.

"Lo pasti sayang banget ya,sama Ibu Lo?"pertanyaan itu membuat perhatian Senja teralihkan menatap Fajar sepenuhnya.

"Gak ada,seorang anak yang gak sayang sama Ibu nya sendiri."Fajar mengangkat kepalanya,membalas tatapan Senja yang sedang menatapnya dalam.Lama mereka saling menatap,sampai Senja memilih memalingkan wajahnya.Beralih menatap wajah pucat Ibu Senja.

Hanya suara layar monitor yang terdengar saat itu,keduanya hanya memilih diam dalam kesedihannya.Berdoa dan terus berdoa agar Ibu nya tak meninggalkannya sendiri di dunia yang kejam ini.

*******

Senja RayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang