Happy reading
*****
Seorang wanita yang usianya menginjak sekita 30 tahunan ke atas, menatap tak percaya seorang Dokter di hadapannya. Rani menutup mulutnya menggunakan tangannya, tak percaya pada apa yang dikatakan sang Dokter.
Edwin, selaku suaminya divonis mengidap penyakit MDS (myelodysplastic syndrome). Yang dimana penyakit tersebut harus mendapatkan donor darah secara berkala. MDS atau disebut keganasan darah dapat disebabkan ketika produksi sel darah terganggu.
Kalimat itu selalu menyerang pikirannya. "Golongan darah suami anda (AB-), cukup langkah untuk didapatkan. Apakah anak kalian ada yang sama golongan darahnya seperti Pak Edwin? "tanya Dokter yang merawat suaminya.
Rani yang mendengarnya tak kuasa menahan tangis. Golongan darah yang cukup langkah harus didapatkannya. Sedangkan mereka tak mempunyai keturunan dari pernikahan mereka. Rani menggeleng lemah menjawab pertanyaan sang Dokter.
Dokter itu menatap dengan prihatin dan menghela napas sejenak. "Maaf, tapi anda harus segera mendapatkan pendonornya. Jika semakin lama kita bertindak, nyawa Pak Edwin akan dalam masalah."jelasnya lagi.
"Baik, Dok. Saya akan segera mencari pendonor darah itu."jawab Rani parau.
"Kalau gitu, saya permisi dulu, Dok. Terimakasih."ucapnya dan segera melangkahkan kakinya keluar ruangan itu.
"Rani! "panggil Rasti yang baru datang bersama Senja dan Fajar di belakangnya.
Rani yang melihatnya langsung berlari memeluk Rasti. Menangis sesenggukkan dipelukannya. Rasti tak tau harus bersifat seperti apa. Dia belum mengetahui keadaan Edwin, suami Rani.
"Ada apa, Ran?"tanya Rasti mencoba melepaskan pelukannya.
Rani menatapnya dengan air mata yang mengumpul di dalamnya. Tak sanggup harus menjelaskannya pada Rasti.
"Tenang, Ran. Kamu bisa cerita sama aku, kalo ada masalah."jelas Rasti mencoba menenangkan Rani.
"Mas Edwin, Ras. Hiks.. "ucapnya disela-sela tangisnya.
"Iya, Mas Edwin kenapa?"
"Mas Edwin mengidap penyakit MDS. Dan sekarang, dia memerlukan pendonor darah. Hikss... "jelasnya dan memeluk Rasti kembali.
"Tenang, Ran. Pasti aku bantu buat cari pendonor buat Mas Edwin. Kamu tenang aja, ya, "
"Darah Mas Edwin (AB-), Ran. Cukup sulit mencarinya. Kata Dokter, hanya orang yang darahnya sama seperti Mas Edwin yang dapat menolongnya."jelasnya lagi.
"Sabar, Ran. Pasti kita akan nemuin pendonornya."jelas Rasti mencoba menenangkan Rani.
Fajar dan Senja turut prihatin atas semua ini. Senja ingin sekali menolongnya, namun dia sendiri tak tau golongan darahnya. Sebab sejak kecil, Ibunya selalu melarangnya untuk mengikuti tes darah.
"Fajar, kamu temenin Mama dulu buat cari makanan diluar, ya? Biar Senja nemenin Tante Rani disini."pinta Rasti dan segera di iyakan oleh Fajar.
"Kenapa gak aku sama Senja aja, Ma?"tanya Fajar heran.
"Kasian Senja, biar dia di sini aja, nemenin Tante Rani. Dia pasti juga lelah, baru sampe udah pergi lagi."jelas Rasti yang mendapat pemahan dari Fajar.
Mereka berduapun melangkahkan kakinya meninggalkan Senja dan Rani di ruang tunggu Rumah Sakit. Senja ingin sekali menenangkannya, tapi dia segan untuk berbicara pada Rani.
Dengan mencoba memberanikan dirinya, Senja mendekatkan diri pada Rani. Duduk di sapingnya dan mulai mengusap pundak Rani dengan lembut.
"Tante yang tenang, ya? Senja yakin, Om Edwin pasti segera mendapatkan pendonor darahnya."ucap Senja prihatin.
Rani menatapnya sejenak. Menganggukkan kepala dan tersenyum lemah. Dengan sangat tiba-tiba, Ia memeluk Senja. Didekapnya dengan erat, menyalurkan kesedihan yang dirasakannya.
"Dokter! Dok! "teriak seorang suster yang keluar dari ruangan suaminya dirawat.
"Ada apa, Sus?"tanya Dokter dengan cemas.
Rani melepaskan pelukannya pada Senja, menghampiri keduanya dengan wajah yang sulit dijelaskan. Jantungnya sudah berdetak dengan kencang, takut terjadi apa-apa pada suaminya.
"Pasien di dalam, semakin lemah, Dok. Kita harus segera mendapatkan pendonornya."jelas Suster itu.
Rani terduduk lemah di hadapan Senja dan dua orang di hadapannya. Tak tau harus melakukan apa untuk suaminya.
"Dok, apa saya bisa mendonorkan darah untuk suami Tante Rani?"tanya Senja memberanikan diri.
"Berapa usia kamu?"tanya Dokter.
"17 tahun, Dok."
"Baiklah, kami harus memeriksa golongan darah kamu terlebih dahulu. Jika tidak cocok, itu dapat mengakibatkan efek yang sangat buruk."jelasnya lagi.
"Baik, Dok."
"Suster, periksa golongan darahnya."perintah sang Dokter.
"Baik, Dok. Ayo, ikuti saya."ujar Suster itu dan segera Senja lakukan.
Senja mengikuti langkah Suster itu. Masuk dalam ruang yang akan memeriksa golongan darahnya.
Rani menatap Senja dengan sedih. Tak menyangka, gadis sekecil itu mau menolongnya. "Siapa gadis itu? Apa dia mempunyai hubungan darah dengan kalian?"tanya Dokter penasaran.
"Tidak, Dok. Dia hanya teman anak sahabat saya."jelas Rani.
"Huft... semoga darahnya cocok dengan Pak Edwin."Dokter itu melangkahkan kakinya memasuki ruangan tempat dimana Senja diperiksa.
Rani terus berdo'a untuk kesembuhan suaminya. Dia tak ingin jika ditinggalkan begitu cepat oleh suaminya. Dia sangat mencintainya.
Rasti dan Fajar sudah tiba di hadapan Rani, dengan membawa bungkusan putih yang berisi makanan untuk diberikan pada Rani.
"Tan, Senja mana?"tanya Fajar penasaran. Saat dia tiba di Rumah Sakit, dia tak melihat Senja disini.
Cklek-
Suara pintu terbuka terdengar di telinga mereka. Beralih menatap Senja dan seorang Dokter yang baru saja keluar. Fajar mengerutkan keningnya heran, kenapa Senja keluar dari ruangan itu? Pikirnya. Ia segera menghampiri Senja dan memegang kedua bahunya.
"Lo kenapa? Sakit? Ngapai di dalem?"tanya Fajar khawatir.
"Bu Rani, darah Senja, cocok sekali dengan Pak Edwin. Jadi, kita akan melakukan donor darahnya lima menit lagi."jelas sang Dokter yang mendapatkan tatapan tak percaya Rani.
"Lo mau donorin darah?"tanya Fajar tak percaya.
Senja mengangguk menjawab pertanyaannya."Senja, kamu harus menyiapkan energi yang cukup untuk nanti. Saya permisi."jelas Dokter lagi.
"Makasih Senja. Makasih sekali, kalo gak ada kamu, saya gatau harus mencari pendonor dimana lagi."ucap Rani sembari memeluk Senja erat.
"Lo yakin?"tanya Fajar lagi.
"Yakin, Jar. Tenang aja, aku kuat kok."jawab Senja sambil tersenyum.
Fajar rasa, ada yang mengganjal di dalam hatinya. Tidak mungkin semua ini hanya kebetulan, apa Senja adalah anak Tante Rani? ujarnya dalam hati.
Setelah ini, Fajar akan mencari tau lebih lanjut lagi. Dia yakin, semua ini bukan hanya kebetulan saja. Mengingat golongan darah seperti itu sangat sulit dicari. Hanya anak kandungnya sajalah yang dapat mendonorkan darahnya.
Tidak usah khawatir, jika bunga dan daunmu gugur hari ini, proses tersebut adalah bagian yang pasti dilewati.
Seperti pohon yang terus tumbuh, meskipun daunnya berguguran.
Yang terbaik,
Yang ada pada kita hari ini,
Pasti terlampaui!******
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Raya
Teen FictionFajar ku, tetaplah bersinar menyalurkan kehangatan, dan pergi dengan memberi harapan untuk kembali. Jangan seperti Senja, datang hanya untuk memberi keindahan sesaat, dan pergi memberikan kegelapan. [Revisi setelah ending]