4. Tiana dan Pangeran Kodok

295 38 55
                                    

Hati Vivian cerah ceria hari ini, sesudah presentasinya yang berakhir cemerlang. Ia bisa bersantai sembari menggenggam tangan sahabatnya erat, menikmati sisa hari itu dengan damai. Berjalan dan melompat-lompat ringan seperti anak kecil yang berencana membeli mainan. Langkah kedua gadis itu terhenti saat baru memasuki gerbang bazar. Mereka sepakat singgah di stan yang memamerkan berbagai macam keramik, dari piring cantik sampai guci antik.

"Eh, ini bisa enggak ya jadi kado pernikahan?"

"Bisa aja, kok. Biar jadi hiasan juga, masa kado pigura mulu."

"Jadi, menurut lo lebih baik ini atau ini?" tanya Vivian sembari mengangkat mug berwarna biru di tangan kanannya dan lukisan abstrak di tangan kiri.

"Keduanya bagus."

"Ah, jangan gitu, gue jadi makin enggak bisa nentuin, nih. Yang mana, ya?"

Alih-alih dibuat bingung lebih lama pada dua pilihan itu, mata Vivian kembali berkelana. Menggerakkan kakinya untuk masuk lebih dalam ke stan itu disertai ocehan. Perlahan, suaranya hilang dari pendengaran Garnish. Fokus gadis itu teralihkan, dengan mulutnya yang tak bisa berhenti terbuka saat melihat pemandangan kue-kue kering yang tersusun begitu cantik. Terpajang tak jauh dari posisinya sekarang. Garnish mendekat, terpanggil oleh warna-warni yang begitu memikat mata. Dapat Garnish rasakan manisnya bahkan tanpa harus mengecap kue itu terlebih dahulu.

Di antara semuanya, mata gadis itu terkunci pada kue kering berukuran mini yang berbentuk menyerupai hati. Ia pernah melihat kue jenis itu sebelumnya, tapi yang ini berbeda karena dihiasi dengan berbagai macam pola dan gradasi yang apik. Perlu beberapa menit bagi Garnish untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa itu memang fortune cookie, si kue ramalan.

"Yang ini gratis, silakan dicoba," kata penjaga stan yang tersenyum manis semanis barang dagangannya.

"Gratis?" ulang Garnish memastikan.

"Iya, buat contoh."

Si penjaga kemudian meraih tangan Garnish, mengarahkannya untuk memilih sendiri fortune cookie di sana. Senyuman Garnish makin lebar saat ia bisa menyentuh kue itu, tapi mendadak badannya terhuyung ke samping oleh tabrakan keras. Untungnya Garnish punya refleks yang hebat, sebelum tubuhnya jatuh mencium tanah, tangan gadis itu dengan sigap mencengkram jaket kulit seorang pemuda yang tadi menuburuknya.

"Lo?" Orang itu membelalakkan mata.

Garnish ikut tersentak, ia segara mengambil posisi aman. Memasukkan bungkusan berisi fortune cookie ke dalam saku blazernya dan merapikan gelungan rambut yang hampir terlepas.

"Di sini juga?"

"Kenapa? Ini, kan, tempat umum," Garnish mendengus tak suka.

Hati gadis itu menggerutu karena harus bertemu lagi dengan pemuda tadi pagi, Gavin. Namun, sosok pemuda itu pula yang membuatnya teringat pada Vivian. Matanya makin membulat lebar saat menyadari sahabatnya itu tak lagi terlihat. Garnish mengedarkan pandangannya ke segala penjuru, tapi tak juga menemukan jejak Vivian. Ia mengambil ancang-ancang untuk pergi, tapi langkahnya tak bisa dilanjutkan ketika Gavin mencekal tangan gadis itu.

"Gue mau tanya," kata Gavin dengan tatapan serius.

"Apaan, sih? Gue lagi sibuk."

"Sibuk apa? Lo lagi jalan-jalan gini."

"Jalan-jalan juga sibuk, kali."

"Bentar aja, deh. Gue penasaran."

Garnish menarik tangannya berkali-kali, tapi jelas tenaganya kalah jika dibandingkan dengan Gavin. Gadis itu menghela napas berat dan mencibir dalam hati. Jika mau segera terlepas dari jeratan itu, dia harus mendengarkan ocehan Gavin terlebih dahulu.

The Magic Cake Recipe [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang