Tatapan aneh didapatkan Garnish saat tangannya terulur menyodorkan kotak bento ke depan Ali yang kebetulan sedang berada tepat di pintu kelas. Garnish menarik napas dan mengembuskannya perlahan, gadis itu tak pernah menduga bahwa ia akan mengalami hal seperti yang biasanya para penggemar Vivian lakukan, tidak berani untuk menyerahkan langsung makanan ini pada orang tujuannya, Gavin.
"Buat gue?" tanya Ali tak mengerti.
Garnish menggeleng lelah. "Kasih sama Gavin, ya, tolong." Jeda sebentar hingga gadis itu kembali menambahkan saat melihat kemungkinan timbulnya salah paham. "Ini pesanan dia."
"Oh, oke."
Setelah mengucapkan terima kasih, Garnish berpaling. Tak menuju kelas, ia memilih menikmati waktu sendiri dan pergi ke area lapangan basket di depan gedung utama. Saat dalam perjalanan menuju kelas pemuda itu, netranya sempat melihat keberadaan tukang es krim di depan gerbang, dan benar saja penjual es krim itu masih di sana sekarang. Garnish merasa harus mendinginkan dirinya terlebih dahulu.
"Es krim matcha-nya satu, Pak, ada?"
"Ada, Mbak."
Dua tumpuk scop es krim berwarna hijau yang tampak lembut di atas cone cokelat gelap itu dilapisi tisu sampai ke tangan Garnish. Gadis itu segera melahapnya, tak rela jika satu tetes saja mencair dan menetes jatuh ke bumi.
Sedangkan pria penjual es krim itu terus saja berbicara. Menanyakan berbagai hal pada Garnish. Garnish sendiri hanya tersenyum menanggapi, dia tahu karakter bapak-bapak senang mengobrol, tapi dia bukan seseorang yang bisa cepat akrab dengan orang asing. Gadis itu kadang bingung ingin menyahut apa.
"Anak saya juga kuliah," cerita penjual es krim itu berganti topik dari persoalan harga buah yang naik akhir-akhir ini.
"Oh ya, di sini juga, Pak?"
"Bukan, di sini mah mahal," sahutnya diiringi tawa. "Buat orang kaya aja, kayak Mbak."
"Bu-bukan Pak, saya bisa kuliah di sini juga karena beasiswa, kok."
"Berarti pinter dong, ya."
Garnish tak menjawab, sebelah tangannya yang tak memegang es krim jadi terangkat menyelipkan anak rambut yang lolos dari gelungan ke belakang telinga. Ia segera menghabiskan es krimnya dan melahap cone cokelat itu sekaligus.
"Mbak, kira-kira temannya pada suka minum jamu enggak, ya? Istri saya jualan jamu, kalau mau nanti saya suruh ke sini."
"Tapi ... kayaknya jarang deh, Pak, anak muda yang minum jamu."
"Lah, kenapa? Padahal bagus loh, jamu itu punya banyak manfaat, buat bau badan, buat kesehatan juga."
Saat mendengar kata kesehatan yang disebutkan penjual es krim itu, Garnish tiba-tiba teringat dengan rencananya membuat ramuan. Bisa dikatakan jamu termasuk obat juga, apalagi fakta bahwa minuman tradisional itu terbuat dari bahan-bahan alami yang jarang menimbulkan efek samping, sepertinya sangat aman dan tidak beresiko untuk dikonsumsi.
"Ada enggak, Pak, jamu yang bisa buat nyembuhin panu?" tanya Garnish.
"Saya sih, kurang tahu, Mbak. Tapi kayaknya sih, ada."
"Oh ya? Istri bapak jual?"
"Semuanya lengkap di istri saya."
Segaris senyuman terbit di wajah gadis itu. Ia seolah mendapat pencerahan hari ini. "Saya ... boleh enggak ya minta nomor teleponnya bapak atau istri bapak?" Ia lalu mengeluarkan ponsel dari saku blazer berwarna cokelat yang kini membalut tubuhnya. "Soalnya saya ada penelitian tentang panu, saya mau belajar buat jamunya," lanjut gadis itu beralasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Magic Cake Recipe [TERBIT]
RomansaTiana adalah nama tengahnya, tapi Garnish tak pernah menduga bila hidupnya akan berjalan seperti Putri Tiana dalam dongeng The Princess and The Frog. Hingga pada suatu hari, gadis itu tanpa sengaja membuat seorang pemuda jadi cegukan seperti kodok s...