Meski gorden jendela telah tersibak dan sinar matahari turut merebak, kamar Garnish tetap diliput cahaya muram yang berasal dari wajahnya. Hari Minggu tak cukup membuatnya merasa semangat. Gadis itu memilih menenggelamkan diri di balik selimut tebal di atas ranjangnya.
Segenap tenaga ia berusaha melupakan kejadian semalam, tapi pikirannya selalu tertuju pada sosok pemuda itu. Garnish teringat lagi bagaimana ia lari terbirit-birit meninggalkan Gavin, yang untungnya tak berhasil mengejarnya sampai rumah. Membayangkannya saja sudah membuat tubuhnya merinding.
Tapi beberapa menit lalu, ibunya kembali mengusik pagi Garnish dengan mengatakan bahwa mereka dapat pesanan kue lagi dari indekos Bu Fani, dan kali ini pemesannya adalah pemuda yang ia tinggalkan tadi malam. Padahal kemarin, sebelum tidur Garnish sudah menyusun banyak rencana agar bisa menghindari Gavin saat di kampus nanti. Semuanya hancur lebur. Pemuda itu pintar rupanya.
Tahu bahwa berdiam diri dan merutuk tidak akan membuat keadaan berubah, Garnish memilih untuk berani menghadapinya. Berjalan malas menuju tempat yang seolah neraka itu.
Kali ini matanya menyipit dan tubuhnya miring, berusaha mengintip dari balik gerbang indekos yang pagi ini masih tertutup. Garnish mencoba mencari kesempatan, berharap ada orang lain yang bisa ia mintai tolong untuk mengantarkan kue-kue itu pada Gavin tanpa harus membuatnya bertemu langsung. Namun, harapannya tak jua terwujud. Garnish harusnya tahu karena ini hari Minggu, tak akan ada yang bersedia bangun pagi dan keluyuran di teras indekos.
Gadis itu rasanya ingin menangis kesal, tapi air matanya menolak keluar, sebab pada dasarnya ia memang bukan sosok yang melankolis. Setelah mengambil napas dan membuangnya perlahan, berulang kali, Garnish akhirnya menggerakkan tangan. Meraih pengait pagar, membukanya, dan masuk ke dalam seraya mengucap salam.
Garnish cukup sering ke indekos itu, sehingga ia kenal dengan kebiasaan Bu Fani yang selalu menaruh nama tiap penghuni kamar di pintu, sehingga ia tak perlu repot-repot bertanya di mana kamar Gavin. Sekarang hanya tinggal mengetukkan pintu dan kayu persegi yang ada di hadapannya akan terbuka, berganti dengan wajah Gavin yang sebenarnya tak mau Garnish lihat lagi.
Baru saja gadis itu hendak mengangkat tangan, pintu kayu itu terbuka dengan sendirinya. Membuat Garnish hampir terjengkang dan melemparkan kuenya. Mata Gavin mengunci manik mata hitam milik Garnish dalam satu titik yang sama, menimbulkan jeda tanpa suara di antara mereka yang sama-sama tak siap bertemu dengan jarak sedekat itu. Hanya ada beberapa senti jarak antar wajah keduanya. Hingga salah satunya tersadar, Gavin mundur lebih dulu.
"Nih, kue lo." Garnish berusaha menutupi kegugupannya dengan menyodorkan plastik berisi berbagai macam kue.
"Iya, gu-gue ambil uang dulu," balas Gavin tergagap.
Saat pemuda itu berpaling, pintu kamarnya masih terbuka. Mata Garnish ikut menjelajah masuk kamar itu. Menemukan beberapa pakaian yang berserakan, juga plastik sampah yang telah penuh. Tak lupa kasur dengan sprei tak rapi. Benar-benar seperti kapal pecah. Tanpa sadar, gadis itu berdecak, tepat ketika Gavin menyodorkan uang padanya.
"Kamar lo kotor banget, sih," katanya tak kuat untuk tidak memberi komentar.
Saat Gavin hendak menjawab, suara notifikasi dari ponsel Garnish mencegahnya. Gadis itu merogoh saku cardigan dan mengeluarkan ponsel dari sana. Ada pesan dari Vivian, sebuah ajakan untuk pergi ke restoran korea yang katanya baru buka, lengkap dengan fotonya.
Satu klik dari jarinya, mampu membuat hari itu jadi tambah buruk saat Garnish mendapati restoran yang dimaksud oleh sahabatnya itu tak lain merupakan gedung yang dulunya adalah toko kue favoritnya. Beberapa bulan lalu Garnish memang sempat dibuat sendu karena toko itu tutup dengan menambahkan papan penanda sedang dijual, sekarang sudah laku rupanya. Tak ada lagi yang bisa Garnish lakukan selain pasrah, padahal saat kecil, ia memupuk mimpinya di toko itu. Berharap kelak bisa membuat kue-kue yang cantik seperti yang sering ia lihat dipajang di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Magic Cake Recipe [TERBIT]
RomanceTiana adalah nama tengahnya, tapi Garnish tak pernah menduga bila hidupnya akan berjalan seperti Putri Tiana dalam dongeng The Princess and The Frog. Hingga pada suatu hari, gadis itu tanpa sengaja membuat seorang pemuda jadi cegukan seperti kodok s...