Gavin ambruk di ranjangnya yang empuk dan besar, malam ini ia memilih pulang ke rumah setelah tiga Minggu berturut-turut ibunya merayu. Menjanjikan kepiting saus tiram yang merupakan makanan favorit Gavin sebagai hidangan spesial jika pemuda itu bersedia meninggalkan kamar indekosnya. Sebenarnya jarak antara rumah Gavin dan kampusnya tak terpaut begitu jauh, hanya perlu setengah jam untuk sampai. Hanya saja pemuda itu beralasan bahwa ia susah bangun pagi, sehingga tinggal di indekos yang letaknya hanya berpaut lima menit dari kampusnya jadi pilihan pemuda itu.
Mau tak mau ibunya setuju, meski Gavin sendiri harus merengek selama awal semester agar dikabulkan. Pemuda itu mengelus perutnya yang benar-benar penuh sekarang. Nyatanya sang ibu memasakan makanan besar-besaran hari ini. Tak hanya kepiting sebagai menu utama, tapi juga lengkap dengan masakan seafood lainnya. Mendadak ponselnya bergetar, pemuda itu melompat ketika teringat bahwa yang terdengar di telinganya kemudian adalah nada dering yang telah ia pasang di alarm untuk menandai show acara melukis favoritnya.
Setelah menatikan alarm, ia mengambil laptop dan ponsel, lantas kembali duduk dengan nyaman di atas kasur. Lengkungan di bibir Gavin bertambah lebar, ia streaming tepat waktu. Musik pembukaan baru saja terdengar. Sepersekian detik, Gavin ikut bersenandung dalam hati, lantas tangannya bergerak-gerak seolah sedang mempraktekkan cara melukis dipamerkan orang dalam video. Gavin bahkan berteriak tertahan saat pelukis itu memadupadankan berbagai warna, menimbulkan gradasi yang indah. Ia memang tak bisa bebas berekspresi jika sedang di rumah. Sebab takut jika hal itu malah terdengar oleh sang ayah yang ruang kerjanya berada tepat di sebelah kamar Gavin.
Namun, pemuda itu merasa cukup puas dengan begini saja. Tapi kebahagiaan tak bisa bertahan lama, Gavin hampir mengumpat ketika sambungan wifinya mendadak putus. Pemuda itu mencoba login berkali-kali dan selalu gagal. Ia berdecak sekali. Meski malas, tubuhnya tetap berdiri, dan berniat mencek apa yang salah dari wifi di rumahnya. Namun, saat pemuda itu berbalik, ia menyaksikan hal yang lebih gawat dari pengumuman perang dunia ketiga. Seorang pria dengan pakaian tidurnya tengah berdiri angkuh di depan pintu, lengkap dengan kedua tangan yang mencengkram pinggang dan tatapan mengintimidasi.
Tanpa sadar, Gavin meneguk ludah takut-takut. Semangatnya yang tadi membara jadi padam seketika. Pemuda itu tak henti merutuki kebodohannya yang tidak mengunci pintu. Dengan senyum canggung ia beringsut menghampiri laptop dan mematikannya perlahan.
"Sudah berapa kali papa bilang?"
"Maaf, Pa."
"Papa beri waktu dua puluh menit, kamu renungi kesalahan kamu," kata pria itu dengan suara beratnya.
"Setelah itu datangi papa di ruang kerja."Gavin sudah terbiasa dengan hal itu. Entah kenapa, ayahnya selalu memberi jeda waktu sebelum akhirnya memarahinya habis-habisan. Saat pintu itu kembali ditutup, Gavin melompat untuk menguncinya. Setidaknya ia harus pemanasan sebelum mendapatkan cemoohan. Ia punya dua puluh menit untuk bersantai. Pemuda itu kembali membuka laptopnya dan menonton.
"Ah, dasar Papa!" rutuknya saat monitor menampilkan informasi bahwa kata sandi yang ia masukan salah. "Cepet banget digantinya."
Karena tak ada lagi yang bisa ia lakukan, Gavin memilih keluar. Menuju ruang kerja ayahnya yang rupanya kosong. Ia pikir, ayahnya akan datang sebentar lagi, jadi pemuda itu memilih duduk di kursi. Memerhatikan buku-buku yang bertumpuk di meja. Sampai matanya menangkap foto seorang gadis. Gavin tersentak saat menemukan benda yang rupanya kartu tanda mahasiswa atas nama Garnish di sana.
Dahinya makin mengernyit saat melihat 15 Desember yang tertera di kartu itu sebagai tanggal lahir Garnish. Persis seperti yang juga tertulis di kartunya. Ulang tahun mereka sama-sama besok. Mendadak pemuda itu mendapat ide.
"Gav, ayo keluar, kita bakar-bakaran," suara seorang wanita yang biasa Gavin sebut sebagai mama itu mengagetkan Gavin.
"Bakar rumah, Ma?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Magic Cake Recipe [TERBIT]
RomanceTiana adalah nama tengahnya, tapi Garnish tak pernah menduga bila hidupnya akan berjalan seperti Putri Tiana dalam dongeng The Princess and The Frog. Hingga pada suatu hari, gadis itu tanpa sengaja membuat seorang pemuda jadi cegukan seperti kodok s...