avoid

1.4K 284 70
                                    

Hanya hening yang mengisi ruang di antara mereka. Begitu tenang, tidak sebanding dengan rasa sakit yang kini menyerang dada, ingin sekali berteriak dan mempertanyakan kenapa Jiyeon memilih meninggalkan.

Bibir itu berucap ringan, satu kalimat yang tidak Taehyung sangka akan keluar di saat tunas itu muncul kepermukaan. Dan kini harus dipaksa mati agar tidak tumbuh dan mengakar kuat di dalam hati.

Jiyeon sukses membuat kata jatuh cinta kini terdengar mengerikan bagi Taehyung. Baru saja ia bahagia karena merasa jika Jiyeon memiliki perasaan yang sama, baru saja ia melupakan kelamnya masa lalu karena ingin memulai suatu hal yang baru.

"Katakan kau hanya bercanda, bilang padaku jika kau tidak serius mengucapkannya!" Taehyung mencoba, berharap jika Jiyeon masih bisa menarik kata-kata.

Tapi yang terjadi sekarang adalah Jiyeon yang membuang muka, disertai helaan napas lelah. "Aku lelah denganmu. Kau pikir aku bisa bertahan dengan pria sepertimu? Egois, angkuh dan kekanak-kanakan. Belum lagi penggemarmu di luaran sana."

"Jiyeon, aku seperti itu karena aku ingin menarik perhatianmu, dan untuk urusan penggemarku, aku berjanji akan melindungimu. Aku bersungguh-sungguh untuk itu," jelas Taehyung pasti.

"Sepertinya aku harus memperjelasnya padamu, aku tidak mencintaimu Kim Taehyung. Persetan dengan penggemarmu atau apa pun itu! Aku tidak menginginkanmu."

Teramat jelas bagi telinga Taehyung yang masih berfungsi dengan baik. Kalimat Jiyeon berhasil mengisi hatinya dan memberi hantaman yang besar di sana. Jiyeon berbalik, namun langkahnya terhenti saat tangan Taehyung menahan lengannya.

"Lihat aku dan katakan kau tidak mencintaiku! Katakan waktu singkat yang kita lewati tidak berarti apa-apa untukmu."

Jiyeon mengepalkan kedua tangannya, matanya tepat beradu dengan obsidian gelap Taehyung. Menguatkan hatinya sendiri agar mendorong Taehyung menjauh dengan kata-kata pahitnya.

"Aku tidak mencintaimu. Dan kebersamaan kita tidak berarti apa-apa untukku." Jiyeon menyentak lengannya hingga tangan Taehyung terlepas. Wajah pria itu berubah pias.

Jiyeon segera berbalik dan berlalu pergi, sekuat hati menahan agar air mata tidak keluar saat ini. Biarlah Taehyung membencinya, daripada harus melihat wajah kecewa karena Jiyeon adalah noda hitam yang harus dilenyapkan sedari awal. Pembohong ulung yang memanfaatkan wajah polosnya untuk membuat Taehyung terperdaya.

Selamat tinggal Kim Taehyung.


...


Helaan napas panjang meluncur dari bibir tipis Min Yoongi. Melihat Taehyung yang seperti sekarang membuatnya memijit pangkal hidung, kepalanya berdenyut nyeri tidak mengetahui apa yang tengah terjadi. Yang ia tahu, Taehyung kembali menjadi dingin semenjak beberapa hari yang lalu. Dan Jiyeon yang mendadak berhenti tanpa bisa dihubungi kembali.

Gadis itu menutup semua akses untuk berkomunikasi. Memblokir nomor Yoongi dan sudah dipastikan Taehyung juga.

Entah apa yang terjadi pada keduanya, tapi Yoongi berani bertaruh jika masalah diantara Taehyung dan Jiyeon cukup serius. Ia pikir Jiyeon bisa bertahan dengan sifat menyebalkan Taehyung. Tapi Jiyeon malah memilih menyerah seperti yang lainnya.

"Pulang sekarang?" tanya Yoongi begitu Taehyung menghampiri. Selesai mengganti pakaian setelah pemotretan untuk sebuah majalah.

Taehyung hanya mengangguk malas, berjalan terlebih dahulu dan meninggalkan Yoongi yang kepayahan karena kini tugas sebagai asisten pun dilimpahkan padanya.

"Besok ada beberapa orang yang akan kita wawancarai untuk asistenmu, mau memilihnya sendiri?"

"Kau saja," balas Taehyung tidak peduli. Pandangannya mengambang pada jalanan di luar jendela mobil.

Bagaimana pun ia mencoba membenci, tetap saja sulit. Padahal kalimat Jiyeon sudah lebih dari cukup membuat luka itu melebar dan merambat mencari celah setiap sudut di hatinya.

Kenapa rasanya sakit sekali, dicampakkan begitu perasaannya sudah menguasai seluruh hatinya. Di saat Taehyung sudah memantapkan semua, bahwasanya Jiyeon-lah porosnya. Tempat yang selalu ia tuju bagaimana pun ia mencoba menjauh.

Tapi gadis itu malah memberi sayatan yang cukup besar di dalam sana. Membekas dan menyesakkan dada. Jika Taehyung tahu jatuh cinta akan terasa seperti ini, mungkin ia akan berpikir dua kali untuk menjatuhkan hati.

Sebelumnya begitu, tidak ada wanita yang berhasil menjeratnya meski sudah menawarkan banyak hal yang mungkin akan menyenangkannya sebagai pria dewasa. Tapi Jiyeon berbeda, gadis itu tidak seperti sekumpulan wanita yang rela mengangkang demi mendapatkan hatinya. Itu sebabnya Jiyeon terlalu membekas, dan Taehyung ragu jika ia bisa melupakan.

"Masih belum mau bercerita? Apa yang terjadi antara kau dan Jiyeon?" tanya Yoongi. Memelankan laju mobil saat berbelok di pertigaan.

"Tanya saja padanya."

"Bagaimana bisa aku bertanya jika nomorku saja di-block olehnya. Ayolah, jangan seperti ini. Padahal kupikir kalian berdua sudah dekat tanpa harus bertengkar lagi." Yoongi teramat lelah jika setiap minggunya harus mencari asisten pengganti.

"Dia sendiri yang ingin berhenti, kenapa kau pusing sendiri, sih?"

"Ck! Dia berhenti pasti ada alasannya. Kau pasti melakukan hal yang membuatnya tidak nyaman dan memilih berhenti. Padahal di antara semua mantan asistenmu, dia yang bertahan paling lama, kerjaannya juga bagus dan sigap."

Taehyung tidak lagi menjawab, membiarkan Yoongi mengoceh dan menceramahinya panjang lebar. Kini pikirannya kembali tertuju pada kalimat Jiyeon malam itu. Ia menikmati rasa sakit yang Jiyeon hunjam dengan kata-kata tajamnya.


...


"Besok aku akan melanjutkan penyelidikanmu," ujar Jungkook menyeruput cappuccino dinginnya.

Jiyeon meliriknya sejenak, lalu menyandarkan punggungnya pada kursi dengan tangan yang bersidekap di dada.

"Berhati-hatilah," balasnya.

Jungkook menghembuskan napasnya, kata tajam itu menatap lekat Jiyeon yang lebih sering melamun akhir-akhir ini.

"Jujur saja, kau pasti menyukainya, 'kan? Targetmu itu." Jungkook memasang wajah menghakimi.

"Jangan berbicara omong kosong, Jung." Jiyeon tidak membalas tatapan, ia kembali sibuk dengan komputer di hadapannya, mencari informasi tentang target barunya.

"Kau tidak pintar berbohong, Ji. Kalau kau berbohong, matamu jelas terbaca."

Jiyeon menghentikan aktivitasnya, kepala itu tertunduk dengan segala macam emosi yang siap meledak.

"Aku melihatnya malam itu, sebenarnya saat direktur menghubungimu dan meminta kau menghentikan penyelidikanmu, aku sudah mulai melanjutkan penyelidikan itu," ujar Jungkook masih menatap Jiyeon.

"Aku tidak mengerti kenapa dia bisa berdiri berjam-jam di tempat yang sama setelah kau meninggalkannya. Hanya diam dengan pandangan mata yang hampa. Sebagai pria, aku tahu jika dia benar-benar terluka. Bahkan saat kau berkata setajam itu padanya, aku yakin dia tidak bisa membencimu," jelasnya.

"Kau tahu? Kadang pria benar-benar rumit dalam mencintai. Terlihat aneh saat jatuh cinta, kami terlalu mendewakan satu gadis dan rela melakukan apa saja."

Jiyeon melirik Jungkook yang terlihat menerawang saat berbicara.

"Dan saat cinta itu dipaksa berakhir, pria bisa merusak dirinya. Mereka berpikir semua sudah berakhir, itu karena terlalu mencintai. Jadi, kau percaya jika Taehyung benar-benar mencintaimu?"

"Itu tidak mungkin, kami baru saja mengenal." Jiyeon mencoba menampik itu semua.

"Bukannya tidak mungkin, Ji. Seharusnya kau lebih tahu itu, karena kalian pernah menghabiskan waktu bersama meski hanya sementara."

Jiyeon memejam kuat, tidak bisa memungkiri jika tatapan Taehyung malam itu juga menyakitinya. Perkataan tajam dari bibirnya juga ikut membuat hatinya terluka. Tapi kenapa? Kenapa Jiyeon harus merasakan sakitnya juga?

[]

Sandra
2/12/20


Secret Agent Of Despatch✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang