Sepasang tungkai yang terbungkus sepatu dengan tapak yang mulai menipis menyusuri jalanan yang sedikit terik dengan langkah urakan. Dengan sebuah kertas yang sedikit remuk dalam genggamannya, gadis itu tetap berlari dan beberapa kali tidak sengaja menyenggol pejalan kaki yang lumayan padat hilir mudik sore ini.
Lelehan bening dari sudut matanya kini membaur dengan keringat yang bercucuran begitu derasnya. Surai sewarna pasir pantai itu pun terlihat berantakan lantaran beberapa helaiannya bebas dari kunciran yang tidak terlalu kuat.
"Kak Jiyeon!" Panggilan dari bocah laki-laki yang berdiri di depan pintu rumah menghentikan langkahnya. Yeonjun berlari dan memeluk Jiyeon yang masih berbalut seragam sekolah begitu erat. Menangis sesenggukan menyembunyikan wajahnya pada bahu Jiyeon.
"Mana Beomgyu?" tanya Jiyeon mencoba menenangkan adiknya. Sementara di dalam sana hatinya tengah berkecamuk usai membaca surat dari kedua orang tuanya.
"Dia menangis sampai ketiduran di lantai kamar," balas adiknya susah payah karena masih terisak.
"Apa yang ibu dan ayah bilang pada kalian?" Jiyeon membawa adiknya masuk ke dalam rumah. Mengabaikan rasa nyeri yang berdenyut-denyut di dalam kepalanya sekarang.
"Mereka bilang akan pergi jauh karena ada banyak orang yang akan mencari mereka nanti. Ibu juga berpesan agar aku dan Beomgyu tinggal bersama kakak."
Jiyeon menarik nafas dalam, bisa-bisanya masalah besar seperti ini menimpanya. Bahkan gadis itu sekarang masih berada di tahun terakhir sekolah menengah atasnya.
Yang ia lakukan sekarang hanya menemani Yeonjun yang berceloteh mengenai betapa sibuknya orangtua mereka mengemasi pakaian dan sempat-sempatnya menjual kedai ayam yang menjadi satu-satunya sumber pencarian mereka.
Yeonjun akhirnya tertidur, masih mengenakan seragam SMP-nya. Pria 15 tahun itu pasti sangat terkejut mendapati orangtua yang buru-buru pergi saat pria itu baru saja pulang sekolah bersama Beomgyu. Gadis remaja itu menutup pintu kamar pelan dan berjalan ke dapur, mengambil sebotol air dalam lemari pendingin dan meneguk hingga sisa setengah.
Matanya melirik selembar kertas yang sedikit remuk terletak di atas meja. Membawa kedua kakinya menuju sofa, Jiyeon kembali membaca kata perkata yang ibu-nya tulis.
To: Jiyeon
Ibu dan ayah sepakat pergi berlibur bertahun-tahun. Kami akan menikmati masa tua berdua. Ibu titipkan Yeonjun dan Beomgyu padamu.
Ah ... sebenarnya tidak bisa dibilang berlibur, lebih tepatnya kami kabur karena ibu baru sadar hutang ayah dan ibu terlalu banyak. Jadi, ibu tidak mungkin kembali dalam waktu dekat, kami takut jika mereka menagih hutang, terlebih jika sampai menyeret kami berdua ke penjara.
Maafkan kami yang lepas tanggung jawab pada kalian bertiga. Tapi harus ibu akui, ibu benar-benar takut sekarang, ayah juga. Kami mengharapkan pengertianmu, Jiyeon.
Ibu dan ayahmu tercinta.
Gadis itu menghempaskan tubuhnya pada sandaran sofa. Menatap langit-langit rumah dengan pandangan lelahnya. Orangtuanya benar-benar sesuatu. Meninggalkan tanggung jawab yang begitu besar untuk Jiyeon sekarang. Ingin sekali rasanya membenci, tapi ia tahu pasti itu tidak akan pernah terjadi. Karena bagaimana pun mereka adalah orangtuanya sendiri.
//
Secret Agent Of Despatch
//
vschoco_o
27/7/20Hehehe :D
Comedy-romance sih. Terlalu bnyak ff gua yg bkin kit pala.
Next part bakalan apdet trgntung mud aing ya, klo responnya oke, hri ini bakalan di apdet. 😚😄
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Agent Of Despatch✔
Romantizm[M] mestinya Jiyeon tidak pernah menerima tawaran untuk menjadi agen rahasia.