"Sudah berapa lama?" Jimin menyandarkan punggungnya pada pintu lemari pendingin.
Jiyeon menghela napas berat, tangannya yang tengah mengaduk teh melemah seiring pemikiran kalut yang beberapa hari ini menyambangi benaknya.
"Aku pikir ini sudah satu minggu. Tidak biasanya telat selama itu." Memikirkan segala kemungkinan yang kini membuat tubuhnya merinding. Semenjak kejadian malam itu, saat ia tidur dengan pria yang sampai sekarang tidak pernah ia tahu wajahnya, Jiyeon tidak mendapatkan tamu bulanannya.
Baru saja Jiyeon mengeluhkan tentang masalahnya, kini perut gadis itu terasa sakit dan dorongan untuk muntah sangat kuat hingga dengan cepat berlari menuju wastafel dan memuntahkan cairan pahit di sana. Hanya kopi yang ia minum tadi pagi.
Jimin memijit tengkuk Jiyeon, sementara gadis itu masih berusaha memuntahkan sesuatu di bawah kucuran keran air.
Taehyung mengernyit dan masih betah bersembunyi di balik dinding. Tadi Jiyeon meninggalkan mereka di ruang tengah untuk membuat minuman. Namun Jimin menyusul gadis itu ke dapur, sementara Hoseok kini tengah di luar, menjawab panggilan dari seseorang. Dan Taehyung yang penasaran dengan pria bernama Jimin tersebut, memutuskan untuk menyusul keduanya ke dapur.
Namun percakapan pelan antara Jiyeon dan Jimin berhasil tertangkap indera pendengaran Taehyung. Pria itu memilih berdiam diri di balik dinding dan semakin mempertajam pendengarannya. Dari Jimin yang menanyakan perihal siklus menstruasi Jiyeon dan sekarang gadis itu yang tengah muntah-muntah di wastafel.
Taehyung semakin yakin jika Jiyeon tengah mengandung anaknya. Lantaran malam itu Taehyung melakukannya tanpa pengaman. Juga keadaan Jiyeon yang masih perawan, jadi Taehyung sangat yakin kalau Jiyeon tidak pernah tidur dengan pria lain kecuali dengannya.
Aku akan jadi ayah?
Tapi ... Jiyeon tidak mengingat wajahnya. Gadis itu dalam keadaan mabuk berat. Dan pergi pagi-pagi sekali sebelum Taehyung terbangun. Jadi, bagaimana cara meyakinkan Jiyeon jika pria yang menghabiskan malam panas dengannya waktu itu adalah Taehyung?
"Sebaiknya kita ke dokter saja." Suara Jimin kembali menyapa begitu Jiyeon selesai berkumur-kumur dan mematikan kembali keran wastafel.
"Bagaimana jika aku benar-benar hamil? Sampai sekarang aku tidak tahu siapa pria itu."
Jimin melihatnya, raut putus asa di wajah Jiyeon yang tampak lelah. "Kalau memang benar begitu, aku akan menanggung semua biaya hidup anakmu," ucapnya pasti.
Taehyung mengepalkan kedua tangannya, jelas tidak suka jika ada orang lain yang mengambil alih haknya. Hendak keluar dari persembunyiannya, kalimat balasan dari Jiyeon kembali menghentikan langkah kaki Taehyung.
"Tidak perlu, Jim. Meski aku tidak tahu siapa pria itu. Aku akan membesarkan anak ini sendiri." Tangannya refleks mengusap perut datarnya. Seolah sesuatu yang tengah mereka bicarakan sudah berwujud di dalam sana.
Pintu flat terbuka, Taehyung cepat-cepat beranjak dari tempatnya dan berjalan menuju sofa. Bertepatan dengan Hoseok yang baru saja masuk dan ikut mendudukkan tubuhnya di sofa.
Jiyeon datang bersamaan dengan Jimin yang membawa nampan berisi minuman untuk mereka.
Selama beberapa menit memang terlewati dengan santai. Taehyung sesekali melirik Jiyeon yang terlihat semakin pucat, namun tetap memaksa mengulas senyum saat dua temannya melempar candaan. Gadis itu bergerak tidak nyaman dalam duduknya dengan kedua tangan yang kini memeluk perut ratanya.
"Kau tidak apa-apa?" Taehyung tidak tahan untuk tidak bertanya. Keringat dingin mengucur deras di pelipis dan membasahi sisi wajah cantik Jiyeon. Mata itu terlihat tidak fokus lagi hingga belum sempat tangan Taehyung menjangkau bahu kecil Jiyeon, gadis itu ambruk di atas sofa. Membuat dua orang temannya terdiam dan lekas berdiri.
Taehyung lebih dulu bertindak, pria itu membawa Jiyeon dalam gendongannya dan beranjak dari ruang tengah.
Sementara Jimin dan Hoseok juga sigap membukakan pintu, mereka akan membawa Jiyeon ke rumah sakit sekarang juga.
Di perjalanan, mata Taehyung tidak lepas dari Jiyeon yang kini berada dalam pangkuannya. Duduk di kursi belakang dan meminta Jimin agar mempercepat laju mobil menuju rumah sakit.
...
Kakinya tidak bisa tenang, mondar-mandir tidak jelas di depan pintu ruangan rumah sakit. Dokter tengah memeriksa Jiyeon di dalam sana, sementara ia dan kedua teman pria Jiyeon itu menunggu dengan wajah khawatir yang begitu jelas.
Hingga pintu ruangan terbuka, Taehyung terlebih dahulu menghampiri dokter yang baru saja menutup pintu di belakangnya.
"Keluarga pasien?" tanya dokter itu setelah menurunkan masker yang menutupi setengah wajahnya.
"Saya temannya, Dok." Taehyung tidak tahu akan menyatakan diri sebagai apa dalam keadaan seperti ini. Namun dokter tersebut tidak terlihat mempermasalahkan status yang baru saja keluar dari bibir Taehyung.
"Pasien hanya sakit maag. Juga gadis ini sering meminum kopi dalam keadaan perut kosong. Kafein yang terdapat dalam kandungan kopi dapat meningkatkan asam dan peradangan dalam lambung. Stres juga pemicunya," jelas dokter itu membuat Taehyung bingung. Ia lega mendengar Jiyeon tidak sakit parah. Tapi ada sesuatu yang menganggu di dalam pikirannya.
"Tapi, Dok." Jimin bersuara, melirik Taehyung sekilas dan memelankan suaranya di depan dokter paruh baya tersebut. "Jiyeon bilang dia telat mendapatkan tamu bulanannya sudah satu minggu."
Dokter itu mengangguk, raut wajahnya tidak terlihat terkejut sama sekali. "Stres juga dapat menyebabkan tertundanya menstruasi karena peningkatan hormon kortisol atau hormon stres. Saat hormon ini meningkat, maka pola hormonal yang normal akan berubah. Jadi memang pemicu maag dan terlambatnya datang bulan karena faktor beban pikiran."
Jimin menghela napas lega. Hoseok yang sepertinya tidak tahu apa-apa, kini memasang wajah bingungnya.
Dan Taehyung, ada rasa lega bercampur kecewa di sana. Ia tidak tahu yang mana yang lebih mendominasi, tapi rasanya ia sudah terlalu berharap jika Jiyeon memang mengandung anaknya. Tapi kenapa?
"Apa boleh dijenguk, Dok?"
"Silahkan, pasien juga sudah sadar." Dokter itu mempersilahkan Taehyung masuk dan dua orang perawat keluar dari ruangan setelah melakukan pekerjaan mereka.
Taehyung berjalan mendekati bed Jiyeon. Gadis itu terbaring lemas dan wajahnya menoleh pada Taehyung yang baru saja masuk.
"Dokter bilang apa?" tanyanya lemah.
"Dokter bilang stres pemicu maag-mu kambuh dan siklus menstruasi-mu juga terganggu," jawab Taehyung.
Mereka terdiam sejenak, Taehyung tahu apa yang kini bersarang dalam pikiran Jiyeon. Fakta mengenai dirinya tidak hamil pasti membuatnya lega.
"Apa aku bisa pulang hari ini?"
Taehyung mengangguk. "Aku akan menghubungi Manager Min nanti. Jimin dan Hoseok juga sepertinya masih di luar. Mau kupanggilkan?"
Jiyeon menggeleng pelan. "Aku ingin istirahat sebentar."
Dan Taehyung tahu, itu artinya Jiyeon tidak ingin diganggu. Gadis itu pun memiringkan posisi tidurnya, membelakangi Taehyung.
"Istirahatlah, aku akan menemui temanmu dulu di luar." Setelahnya, Taehyung berjalan keluar dengan gontai dan menutup pintu kembali.
———🍑
Sandra
13/11/20
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Agent Of Despatch✔
Romansa[M] mestinya Jiyeon tidak pernah menerima tawaran untuk menjadi agen rahasia.