"Jadi aku harus mengintainya? 24jam? Serius?" tanya Jiyeon beruntun menyerang gendang telinga Jimin.
Ya ... terhitung kurang dari satu jam kedua manusia itu saling mengenal, mereka seolah sudah dekat tanpa canggung sedikitpun. Entah apa yang membuat keduanya bisa mengakrabkan diri dalam waktu singkat.
"Iya, jadi kau harus berhati-hati. Jangan sampai mereka menyadari keberadaanmu."
Jiyeon menatap ragu, ia tidak yakin bisa melakukan pekerjaan penuh resiko seperti ini. Jimin berkata ia harus hati-hati, sementara sifat cerobohnya tidak bisa ditoleransi. Haruskah Jiyeon mundur dan cari pekerjaan lain? Tapi belum tentu ia bisa mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang begitu tinggi.
"Ayolah ... bukannya kau sangat membutuhkan pekerjaan ini?"
Jiyeon mengangguk pelan, bagaimana bisa ia menolak pekerjaan dengan gaji yang tinggi seperti ini. Ia bukan dalam kondisi memilih-milih pekerjaan sekarang. Harusnya Jiyeon senang bisa menemukan pekerjaan tanpa harus mengorbankan tubuhnya untuk lelaki hidung belang yang mencari kepuasan di atas ranjang.
Jimin merangkul bahu gadis itu dan menggiringnya masuk ke dalam gedung. Karena Jiyeon termasuk gadis yang menarik dan menyenangkan, pria itu rasa tidak ada salahnya menolong gadis itu mendapatkan pekerjaan ini. Lagipula, perusahaan ini bukan portal berita abal-abal. Jika Jiyeon sudah tekan kontrak, keselamatan gadis itu sudah menjadi tanggung jawab perusahaan.
"Kau yakin aku bisa bekerja di sini?" tanya Jiyeon ragu.
"Tentu, penampilanmu tidak terlalu mencolok. Ah iya, kau tergabung dalam sebuah fandom?"
"Ha?" Dan beberapa detik kemudian Jiyeon menggeleng dengan dahi berkerut.
"Kau seorang fangril?"
"Yang benar saja," balas Jiyeon bergidik ngeri. Sungguh ia tidak punya waktu untuk mengidolakan seseorang di saat waktu untuk jam tidurnya saja teramat sedikit.
"Baguslah, bisa kacau kalau kau seorang fangirl," sahut Jimin terkekeh geli.
Mereka kini memasuki lift, menuju lantai empat gedung ini. Begitu benda metal itu berhenti dan membawa mereka menuju lantai yang mereka tuju, Jimin melangkah terlebih dahulu, disusul Jiyeon dari belakang.
Terlihat beberapa orang yang berpapasan dengan pria itu selalu saja bertegur sapa. Jimin benar-benar terkenal dimana-mana.
"Hai, Jim!" Kini langkah pria itu berhenti saat seorang pria dengan wajah tak kalah tampan dari Jimin menyapanya. Mereka berpelukan sejenak seolah tidak bertemu dalam waktu yang lama.
"Lama tidak bertemu, Jung," ucap Jimin begitu pelukan keduanya terurai.
"Apa yang membawamu ke sini?" Pria yang dipanggil Jung itu pun bertanya setelah melirik Jiyeon sejenak.
"Direktur kalian masih membutuhkan seorang karyawan, 'kan?" Bukannya menjawab, Jimin membalas dengan sebuah pertanyaan.
Pria di hadapannya mengangguk, lalu mata tajam itu menatap Jiyeon kembali cukup lama. "Dia?"
"Ah! Dia mungkin akan menjadi salah satu dari kalian mulai sekarang," sahut Jimin.
"Ah~" Bibir tipis pria itu terbuka saat mengangguk mengerti. "Direktur ada di ruangannya. Temuilah."
Kemudian, pria itu pergi setelah menepuk-nepuk bahu Jimin terlebih dahulu.
"Ayo!" ajak Jimin kembali. Dan Jiyeon dengan patuh menuruti.
Kim Namjoon, direktur utama perusahaan ini ternyata lebih muda dari bayangan Jiyeon. Gadis itu pikir akan menjumpai pria tua dengan banyak keriput di wajahnya yang sudah berusia renta. Tapi Namjoon terlihat berumur awal 30-an. Dengan tatanan rambut rapi yang disisir kebelakang, wajah cerdas dan sorot mata yang tegas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Agent Of Despatch✔
Romansa[M] mestinya Jiyeon tidak pernah menerima tawaran untuk menjadi agen rahasia.